Senin, 09 November 2015

KEMATIAN JENDERAL MALLABY DAN PERANG TERBUKA 10 NOVEMBER 1945 DI SURABAYA

 (Bagian 2 dari 4 tulisan)

Setelah disepakati gencatan senjata 30 Oktober 1945, pimpinan sipil dan militer pihak Indonesia dan Inggris  bersama-sama keliling kota dengan iring-iringan mobil untuk menyebar luaskan kesepakatan tersebut. Dan Jenderal Mallaby yang sudah menilai situasi aman berkeliling kota melihat  keadaan
Ternyata perjalanan ini memicu pertempuran. Pos Inggris yang terputus komunikasi tidak tahu sudah ada gencatan senjata. Ketika melihat mobil sang jenderal datang, mereka berinisiatif melindunginya dengan melepaskan tembakan kearah pejuang Indonesia dan kontan dibalas oleh pihak Indonesia.



Tembak menembak berlansung sekitar 2 jam dan setelah berhenti terlihat mobil Mllaby hancur, dan sang jenderal sendiri ditemukan tewas dalam keadaan menggenaskan. Sang Jenderal tewas dengan muka hancur akibat granat yang dilemparkan oleh tentara Inggris sendiri.  Namun  pihak Inggris yakin sang jenderal sudah mati tertembak sebelum insiden salah lempar granat,
Terlepas dari pihak mana tembakan itu datang, Inggris akhirnya menjadikan momentum itu untuk melakukan serangan besar-besaran.
Selama lima tahun berperang dengan jerman, tidak ada satupun jenderal Inggris yang tewas, tapi di Surabaya baru lima hari mendarat satu jenderal tewas.

Letjen Sir Philip Christison marah besar mendengar kematin Brigjen Mallby  dan mengerahkan 24 ribu pasukan tambahan untuk menguasai Surabaya. Ia mengirim pasukan devisi ke-5 di bawah komando Mayjen E.C Mensergh, jenderal yang terkenal karena kemenangannya  dalam perang dunia ke II di Afrika saat melawan pasukan jenderal Rommel. Mensergh membawa 15 ribu tentara, dibantu 6000 personel brigade 45 the Fighting Cock dengan persenjataan serab canggih, termasuk menggunakan tank Sherman, 25 ponders, 37 howitzer kapal perang M.M.S Sussex dibantu 4 kapal perang destroyer dan 12 kapal terbang jenis  Mosquito.
Setelah konsolidasi selam 9 hari dan merasa sudah mempunyai pasukan yang cukup. Mansergh mengeluarkan ultimatum tanggal 9 November 1945  dalam bentuk pamphlet yang disebarkan di atas kota Surabaya yang bunyinay:
“seluruh pemimpin bangsa Indonesia, termasuk pemimpin-pemimpin gerakan pemuda, kepala polisi, dan kepala radio Surabaya harus melapor ke Bataviawg pada 9 November pukul 18.00. Mereka harus datang berbaris satu persatu membawa senjata yang mereka miliki. Senjata tersebut harus diletakkan di tempat berjarak 100 yard dari tempat pertemuan. Setelah itu orang-orang Indonesia itu harus mendekat dengan kedua tangan mereka diatas kepala dan akan ditahan, mereka harus siap untuk menandatangani dokumen menyerah tanpa syarat.”
  
Sumber: Agung Pribadi, 2014. Gara-gara Indonesia. Depok: AsmaNadia Publishing House.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar