Rabu, 17 Mei 2017

PERTEMUAN SUKARNO DENGAN JENDERAL IMAMURA


Beberapa bulan setelah menjadi Penguasa tertinggi di Indonesia, Imamura mengirim surat kepada komandan pasukan  Jepang yang ada di Sumatra untuk mengembalikan Sukarno yang sedang  diasingikan  Belanda di  Sumatra  ke Jakarta. Tidak banyak kalangan yang tahu bahwa pembebasan Sukarno diatrur sepenuhnya oleh Imamura.



Dalam catatannya penguasa tertinggi Jepang itu menulis, “Pada waktu itu,semua tidak tahu di mana Soekarno berada. Tentara pendudukan di Djakarta me­mang menerima saran untuk mencari dan segera membebaskan dia. Setelah lama mencari dengan susah payah, bagian intelijen kami berha­sil menemukan dia di Boekittinggi dalam perlindungan pasukan Jepang setempat. Pasukan yang berada di sana tidak berada di bawah komando saya, tetapi dalam kekuasaan Daerah Militer XXV."

Langkah Jenderal ini mendapat kecaman dari penguasa Jepang di Singapura yang membawahi Imamura. Mereka kahawatir  Imamura bakal menemui kesulitan jika menghadapi Soekarno karena dia adalah tokoh pejuang kemerdekaan yang cerdas, sangat berpengalaman, dan memiliki banyak pengikut.

Pertemuan pertama antara Leman Jenderal Hitoshi Imamura de­ngan Soekarno berlangsung secara pribadi. Imamura didampingi Kolo­nel Yasuto Nakayama, pelaksana harian pemerintahan militer di Djawa, dan seorang penerjemah, pemuda Jepang berusia 16 tahun kelahiran Indonesia.


Bagaimana kesan  imamura terhadap Soekarno? "Seorang tokoh yang ramah sekaligus senang bergaya. Dia sangat cerdas dan selalu berkata dengan tenang, tetapi tetap memperlihatkan bahwa memiliki kemauan keras berikut pengabdian kuat untuk mewujudkan cita-citanya, mencapai kemerdekaan Indonesia. Sekalipun tidak sela­manya kami berdua bisa sependapat, saya merasa senang dengan pan­dangan-pandangan Soekarno dan rnenghorrnati pendapatnya." Di sisi lain, Soekarno mengenang pertemuan tadi dengan kalimat: "jenderal Hitoshi Imamura adalah seorang samurai sejati. Postur tubuhnya tinggi dan langsing, melebihi tinggi kebanyakan orang Jepang. Dia selalu ber­sikap sopan, hormat, sekaligus berbudi luhur. Setelah mempersilakan tamunya duduk, dia baru bersedia mengambil tempat duduk. Sikapnya memang selalu lurus, selurus pedang samurai."

Menurut Soekarno, pembicaraan dibuka oleh Imamura dengan berkata, "Saya sengaja memanggil Tuan  untuk pulang ke Djawa dengan dilandasi maksud baik. Tuan tidak akan kami paksa bekerja bertentang­an dengan kemauan Tuan. Hasil dari pembicaraan kita, apakah nanti Tuan bersedia untuk bekerja sama dengan karni atau tetap menjadi pe­nonton saya serahkan sepenuhnya kepada Tuan, tergantung keputusan Tuan."

Soekarno segera merninta penegasan, "Bolehkah saya bertanya, Jenderal? Apa rencana Dai Nippon Teikoku untuk rakyat Indonesia?" Dengan terus terang, Imamura menjawab, "Saya hanya seorang Pang-lima dari sebuah kesatuan ekspedisi militer. Tenno Heika sendiri yang berhak menentukan apakah negeri Tuan akan diberi otonomi dalam arti luas di bawah lindungan pemerintah Jepang, memperoleh kemerde­kaan sebagai negara bagian dalam bentuk federasi dengan Dai Nippon, atau menjadi sebuah negara merdeka dan berdaulat penuh." Kemu­dian, dia menambahkan, "Saya tidak bisa memberikan sebuah janji me­ngenai dapat diambil sebelum perang selesai. Meski begitu saya dapat memaharni cita-cita berikut persyaratan Tuan, dan hal semacam itu sebenarnya juga sejalan den an rencana kami." lalu Sukarno berkata, "Terima kasih, Jenderal. Terima kasih, karena Jenderal telah berhasil mengusir Belanda dari negeri kami. Saya telah mencobanya selama bertahun-tahun, kami telah mencobanya selama puluhan tahun, tetapi hanya Jenderal Imamura yang berhasil."

Demikianlah pertemuan pertama Jenderal Imamura Penguasa dan Panglima Tertinggi militer Jepang yang dengan sukses mengakhiri kekuasaan Belanda yang sudah ratusan tahun dengan Sukarno presiden pertama Republik Indonesia
Sumber : Catatan Julius Pour, JAKARTA 1945, Awal Revolusi Kemerdekaan, Pt. Bhuana Ilmu Populer, Jakarta.
Gamabar : Gambar google

Minggu, 07 Mei 2017

Sejarah Batalyon Andjing NICA

Perang kemerdekaan Indonesia dimulai semenjak diproklamirkan kemerdekaan Repblik Indonesia. Yang menjadi lawan bangsa Indonesia adalah tentara Belanda Yang dibawa oleh tentara Inggris, dengan alasan membebaskan orang Belanda yang ditawan oleh Jepang. Bangsa Belanda  tidak akan mau kehilangan negara Jajahannya yang kaya raya yang sudah menghidupinya hampir 300 tahun. Para pejuang Indonesia berhadapan dengan tentara Belanda yang disebut NICA. Sedangkan kaki tangannya baik orang Belanda maupun orang Indonsia dengan penuh kebencian disebut sebagai anjing NICA. Ironis seperti menantang Belanda kemudian membentuk batalyon dengan nama ANJING NICA.
Untuk lebih rinci, baca artikel berikut ini

Sabtu, 06 Mei 2017

MENGENAL HITOSHI IMAMURA PANGLIMA PERANG JEPANG YANG MENGUSIR BELANDA DARI BUMI NUSANTARA


Ratusan tahun Belanda menjajah dan menguras sumber daya alam  serta mengisap sumber daya manusia Bangsa Indonesia dengan rakusnya.  Berbagai pemberontakan sudah pernah dilakukan untuk mengusir bangsa barat yang tamak itu, namun selalu gagal. Baru tahun 1942 Belanda berhasil di usir dari bumi nusantara ini oleh bangsa Jepang. BangsaAsia yang gagah perkasa.



Berbicara tentang terusirnya Belanda oleh bangsa Jepang ada satu nama yang tidak  mungkin hilang dalam sejarah yaitu HITOSHI IMAMURA. seorang jenderal Jepang pada masa Perang Dunia II yang pernah menjadi Panglima Tentara ke-16 di Jawa periode Maret - November 1942.Seorang Jenderal yang baik hati, samurai sejati yang etika hidupnya tercakup dalam kepatuahan kalimat bersayap \jepang yang paling terkenal, “ Yang kuat tidak boleh memperlihatkan kesombongan”.

Jenderal yang sederhana.   Setelah menjadi asisten Atase militer Jepang  di London Inggris,ia ditugasi  memimpin kesatuan tempur sewaktu Jepang menyerbu semenanjung Korea dan Manchuria. Imamura memimpin pertempuran yang berlansung dengan kejam melawan pasukan Koumintang di daratan China sebelum Perang Asia Timur Raya meletus.
Salah satu kata mutiara yang paling digemari oleh Jenderal yang gemilang ini adalah ”Seorang samurai harus hidup sederhana ditengah tawaran kemewahan.” Oleh karena itu, selama bertugas di Jakarta, Imamura menolak tinggal di istana Gambir, bekas kediaman resmi Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Penguasa Jepang tertinggi di Jawa tersebut dengan sengaja memilih rumah yang lebih sederhana.

Dalam autobiografinya,  yang ditulisnya ketika dalam tahanan sekutu, “ A tapir in Prison,” Imamura sangat terkejut dan terkesan menerima sambutan yang bersahabat dari masyarakat setempat sewaktu dia dan pasukannya mendarat di Jawa.
Selama jadi penguasa tinggi di Indonesia,  samurai sejati ini  sengaja menerapkan kebijakan garis lunak kepada rakyat Indonesia. Jenderal ini menegaskan, “ Tentara XVI tidak dapat mengkhianati niat baik rakyat Indonesia karena kerja sama dan dukungan mereka adalah separuh kekuatan kami dalam memenangkan perang  mengusir Belanda dari jawa.

Namun kebijakan garis lunak ini tidak lama dapat dinikmati oleh rakyat Indonesia. Karena  Jenderal yang baik hati ini meninggalkan Indonesia  pada bulan November 1942, untuk  menjadi Panglima tentara ke-8 di Kepulauan Solomon dan New Guinea. Dan mulailah perlakuan semena-mena yang diterapkan oleh pasukan pendudukan Jepang yang terkenal bengis dan sewenang-wenang.

Di tempat tugasnya setelah meninggalkan Indonesia, keberuntungan  tidak lagi menyertainya dalam rangkaian pertempuran hebat dari September hingga November 1942, ia gagal mengusir pasukan Amerika..Bahkan pada Februari 1943 ia terpaksa memerintahkan pasukannya mundur.Seusai perang, Jenderal yang baik hati ini  termasuk yang diadili sebagai penjahat perang dan dihukum di penjara Sugamo. Tahun 1954, ia dibebaskan dan meninggal dunia tahun 1968.

Sumber : Catatan Julius Pour, JAKARTA 1945, Awal Revolusi Kemerdekaan, Pt. Bhuana Ilmu Populer, Jakarta.
Gambar : 1.


                2, google gambar