Tidak lama setelah ibu kota RI di Yogyakarta dikuasai Belanda dalam Agresi Militer Belanda II, Belanda berulangkali menyiarkan berita bahwa RI sudah bubar. Karena para pemimpinnya, seperti Soekarno, Hatta dan Syahrir sudah menyerah dan ditahan.
Mendengar berita bahwa tentara Belanda telah menduduki
ibu kota Yogyakarta dan
menangkap sebagian besar pimpinan Pemerintahan Republik Indonesia, tanggal 19
Desember sore hari, Mr. Syafruddin
Prawiranegara bersama Kol. Hidayat, Panglima Tentara dan
Teritorium Sumatra, mengunjungi Mr. Teuku Mohammad Hasan,
Gubernur Sumatra/Ketua Komisaris Pemerintah Pusat di
kediamannya, untuk mengadakan perundingan. Malam itu juga mereka
meninggalkan Bukittinggi menuju Halaban, daerah perkebunan teh, 15 Km di
selatan kota Payakumbuh. Hasil
pertemuan itulah lahirnya PDRI
Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) adalah penyelenggara
pemerintahan Republik Indonesia sejak 22 Desember 1948 hingga 13 Juli 1949,
dipimpin oleh Syafruddin
Prawiranegara yang
disebut juga dengan Kabinet Darurat.[1] Sesaat sebelum pemimpin Indonesia
saat itu, Soekarno dan Hatta ditangkap
Belanda pada tanggal 19 Desember 1948, mereka sempat mengadakan rapat dan
memberikan mandat kepada Syafruddin Prawiranegara untuk membentuk pemerintahan
sementara
Semenjak itu mulai lah perjuangan kemedekaan Indonesia secara
gerilya. Kalau di Jawa terkenal dengan pimpinannya Panglima Besar Sudirman.
Sedangkan di Sumatra Pimpinan PDRI terlibat lansung dalam perjuangan itu.
Perjuangan grilya tentu saja sangat berat dan penuh
penderitaan. Namun disamping itu ada juga peristiwa aneh yang terjadi. Sepeti
kisah berikut ini yang dikutip dari Langgam.id.
Dalam suatu kejadian
Rombongan PDRI sedang menyusuri aliran Batang Hari ke hulu dari Sungai Dareh,
rombongan kabinet Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) sampai di Abai
Sangir pada 7 Januari 1949. Hari itu, tepat 72 tahun yang lalu dari hari ini,
Kamis (7/1/2021).
Berbeda dengan gerilya
sebelumnya dari Halaban ke Bangkinang dan selanjutnya ke Sungai Dareh,
perjalanan kali ini punya tantangan berbeda. Sejumlah buku mencatat, salah satu
rombongan PDRI diikuti seekor harimau Sumatra
dalam perjalanan dari Sungai Dareh (kini wilayah Kabupaten Dharmasraya) ke Abai
Sangir (kini wilayah Solok Selatan) tersebut.
Sejarawan Mestika Zed
dalam Buku “Somewhere in The Jungle: Pemerintah Darurat Republik Indonesia”
(1997) menulis, perjalanan menempuh hutan belantara rombongan yang dipimpin
Wakil Ketua PDRI Teuku Mohammad Hasan, terasa mencekam.
“Suasana ketakutan
juga muncul dari kejadian-kejadian aneh, salah satu diantaranya, selama
perjalanan, anggota rombongan PDRI selalu dikuti oleh harimau,” tulis Mestika.
Ajip Rosidi dalam
Biografi “Sjafruddin Prawirangegara: Lebih Takut kepada Allah SWT” (1986)
menulis, selama perjalanan rombongan Mr. Teuku M. Hasan yang melalui jalur
darat diikuti oleh seekor harimau dari jarak kira – kira 20 meter saja.
“Harimau itu bertingkah ganjil: dia berjalan kalau rombongan berjalan, tetapi
berhenti kalau rombongan berhenti,” tulisnya.
Karena tak menggangu,
tulis Ajip, sejumlah anggota rombongan menyimpulkan, harimau itu ingin mengawal
dan menjaga keselamatan para pejuang kemerdekaan tersebut. “Di antara anggota
rombongan ada yang menganggap bahwa harimau itu tidak lain adalah inyiak
(datok) yang mengawal anggota rombongan demi keselamatan mereka dalam
perjalanan. Kesimpulan demikian menimbulkan rasa tenteram di hati para anggota
rombongan,” kata Mestika.
Medan yang ditempuh
oleh rombongan Hasan, menurutnya, juga berat. Para pejuang tersebut menghindari
jalan kampung yang terbuka, karena khawatir kembali ditembaki “cocor merah”
Belanda seperti dalam perjalanan sebelumnya.
Lebih dua pekan
sebelumnya, Bukittinggi, Sumatra Barat dibom pesawat-pesawat Belanda dalam
Agresi Militer II pada 19 Desember 1948. Hal yang membuat para tokoh tersebut mendirikan
PDRI dan mundur ke Halaban, Kabupaten Limapuluh Kota, pada 21 Desember.
Peristiwa pengawalan
oleh harimau ini menurut Edison Datuak Pucuak, salah satu guru Silek (Silat)
Pangean Sungai Dareh dalam seminar “Dharmasraya di Lintasan PDRI” yang digelar
Pemkab Dharmasraya pada Kamis (2/1/2020) menyebut, fenomena harimau yang
mengawal rombongan pejuang, merupakan bagian dari kearifan lokal masyarakat
setempat.
Menurutnya, jalur yang dilalui rombongan PDRI
tersebut memang lintasan harimau Sumatra. Bila berniat baik, menurutnya,
harimau tak akan mengganggu, malah akan membantu menunjukkan jalan bila
tersesat. Ia percaya, rombongan PDRI kala itu, dibantu oleh para tetua silek
Pangean.
Catatan :
1. Sumber tulisan https://langgam.id/kisah-harimau-kawal-gerilya-pdri-dari-sungai-dareh-ke-abai-sangir/
2.
Tulisan juga
dilengkapi dari https://id.wikipedia.org/wiki/Pemerintahan_Darurat_Republik_Indonesia
3.
Gambar diambil
dari google.