Sabtu, 04 Desember 2021

Mengenal Lebih Dekat Pol Pot Sang Penjagal Bangsanya Sendiri


 Pada 2 postingan terdahulu sudah kita bahas bagaimana sepak terjang rezim khemer Merah dengan pimpinannya Pol Pot yang begitu tega menjadikan tanah air mereka sebagai kuburan rakyatnya sendiri. Pada postingan yang ketiga ini kita lihat pula biography atau riwayat hidupnya.



Saloth Sar, atau yang lebih dikenal dengan nama Pol Pot, adalah mantan Perdana Menteri Demokratik Kamboja. Selama menjadi Perdana Menteri, ia dikenal otoriter dan kejam baik kepada rakyat maupun pejabat. Ketika ia berkuasa, sekitar 21% penduduk Kamboja tewas karena pembantaian, kerja paksa, maupun kelaparan. Kediktatoran dan kekejaman Pol Pot membuatnya masuk dalam jajaran 15 Diktator Kelas Dunia dan 10 Orang Terkejam Sepanjang Masa.



Pol Pot lahir di Kampong Thom tahun 1928. Ia adalah anak ke-8 dari 9 bersaudara di  keluarga keturunan Cina yang cukup kaya. Saudara perempuannya yang bernama Roeung merupakan selir Raja Sisowath Monivong, sehingga ia memiliki akses untuk keluar masuk istana raja. Ia sempat medapatkan kesempatan untuk bersekolah di Lycee Sisowath, namun prestasinya tidak begitu bagus. Selanjutnya, Pol Pot mendapatkan beasiswa untuk bersekolah di Paris pada bidang Teknik Radio tahun 1949-1953, walaupun pada akhirnya ia gagal menyelesaikan studinya karena alasan prestasi. Disana, ia bergabung dengan Partai Komunis Perancis dan sebuah organisasi komunis rahasia yang bernama "Lingkaran Marxis".



Kegagalan Pol Pot dalam studinya membuat ia kembali ke tanah air. Ia adalah anggota pertama Marxis Circle yang kembali ke Kamboja sehingga ia ditugasi untuk mengevaluasi berbagai partai pemberontak di Kamboja.Ia kemudian juga bergabung dengan United Khmer Isaarak Front, sebuah perkumpulan yang menentang kekuasaan Perancis di Kamboja. Pemerintahan Pangeran Sihanouk juga memiliki tujuan yang yang sama dengan perkumpulan tersebut. Tahun 1954, Perancis dipaksa angkat kaki dari Kamboja. Pada tahun itu, Pol Pot menjadi anggota Khmer People's Revolutionary Party yang merupakan partai komunis pertama di Kamboja. Kebenciannya terhadap kaum intelektual tumbuh dengan subur pada masa ini. Partai ini sempat berkonflik dengan Vietnam yang ingin memegang kendali atas kelompok anti pemerintahan Sihanouk.



Tahun 1960, Pol Pot bersama pengikutnya mendirikan Partai Pekerja Kamboja dimana ia didaulat menjadi Sekretaris Umum. Tiga tahun setelahnya, ia naik pangkat menjadi Sekretaris  Partai menggantikan Samouth yang beberapa waktu setelahnya hilang secara misterius. Tiga belas tahun selanjutnya, Pol Pot dan anggota partai lainnya menjalankan fungsi organisasi di hutan belantara yang jauh dari keramaian. Tahun 1966, Partai Pekerja Kamboja berubah nama menjadi Partai Komunis Kamboja. Partai Komunis Kamboja menggerakan banyak demonstrasi menentang pemerintahan sihanouk. Desember 1969 hingga January 1970, Pol Pot dan partainya merencanakan penggulingan Sihanouk. Tahun 1970, Pol Pot berhasil menggulingkan Sihanouk yang kemudian digantikan oleh Lon Nol.



April 1975, suasana Phnom Penh memanas karena terjadi perang memperebutkan kekuasaan Negara Demokratik Kamboja antara pihak Pol Pot yang beraliansi dengan partai-partai komunis lain dengan pendukung Sihanouk. Setahun kemudian, kubu Sihanouk kalah dan Pol Pot diangkat sebagai Perdana Menteri Kamboja, setelah ia terpilih lagi menjadi sekretaris partai. Namun demikian, kekuasaan Pol Pot banyak ditentang oleh pemimpin-pemimpin partai yang telah terpengaruh oleh Vietnam. Pol Pot akhirnya harus menghabisi kawan sendiri demi kestabilan posisinya. Selain kejam pada kawan sendiri, Pol Pot juga menunjukkan kediktatorannya sebagai pemimpin dengan memerintahkan rakyat untuk pindah ke perkotaan dan bekerja. Perintah Pol Pot ini menyebabkan terjadinya ledakan penduduk di ibukota yang dalam waktu singkat populasi disana bertambah sekitar satu juta jiwa. Program kerja paksa membuat rakyat menderita kelaparan, dan parahnya mereka tidak mendapatkan pelayanan kesehatan. Pol Pot bertanggung jawab atas kematian sekitar 20% populasi penduduk Kamboja karena sikap otoriternya.



Penyerangan Vietnam kepada rezim Pol Pot menjadi awal mula kehancurannya. Tahun 1979, Pol Pot didakwa hukuman mati karena pembantaian penduduk yang dilakukannya. Keputusan ini dikeluarkan oleh pemerintahan yang baru, yaitu Republik Kamboja, yang terbentuk atas pertolongan Vietnam. Pada Desember 1979, ia dicopot dari jabatannya sebagai ketua partai. Tidak banyak yang tahu kabar Pol Pot setelah itu.



 Setelah beberapa tahun bersembunyi, Pol Pot ditangkap pada tahun 1997. Pol Pot menjadi tahanan rumah dan akhirnya meninggal dunia pada 15 April 1998 karena gagal jantung. Namun, ada dugaan bahwa ia meninggal karena bunuh diri, sebab permintaan pemerintah untuk melihat jenazahnya ditolak dan jenazahnya dikremasi di Anlong Veng, zona Khmer Rogue beberapa hari kemudian. Hal ini semakin menguatkan rumor yang beredar. 

Catatan :

1. Tulisan dikutip lansung dari https://www.merdeka.com/pol-pot/profil/

2. Gambar diambil dari google

Kamis, 25 November 2021

Rezim Pol Pot Pembantai Masal Rakyatnya Sendiri di Akhiri Oleh Serbuan Vietnam

4 tahun lamanya rakyat kamboja menderita dibawah rezim otoriter Khemer Merah Pol pot yang mengorbankan nyawa sekitar 2 juta rakyatnya. Kekejaman yang tiada tara terhadap rakyat sendiri ini membuat segelintir  orang-orang khemer merah pun tidak tega melihatnya. Maka dengan bantuan Vietnam mereka menggulingkan rezim otoriter ini

 


Kekuasaan Pol Pot yang bersifat represif dan sadis rupanya tidak bertahan cukup lama. Dengan adanya masalah internal dan tidak berkembangnya perekonomian, semakin membuat pemerintahan Pol Pot kalang kabut dan menemui titik akhir jatuhnya rezim yang keji ini. Rezim Khmer Merah digulingkan oleh kekuatan gabungan antara Kampuchean National United of National Salvation (KNUFNS) dan pasukan Vietnam. KNUFNS adalah suatu kelompok atau front yang berisikan dari kader-kader Khmer Merah yang berada di Vietnam. Mereka inilah yang memiliki pemikiran bertentangan dengan Pol Pot dan sebagian dari mereka juga menjadi buronan dari pihak Pol Pot. Pada titik ini, sudah semakin yakin bahwa pemerintahan Khmer Merah mulai goyah karena ada konflik internal yang nantinya akan memicu serangan secara fisik.



Keterpercayaan publik khusunya anggota Khmer Merah yang bersebrangan dengan paham Pol Pot mulai berkurang. Dukungan terhadap rezim perlahan mulai hilang dan malah bersekutu dengan Vietnam. Bagaimana tidak, yang awalnya hidup bebas tanpa ada paksaan secara tiba-tiba kehidupan mereka menjadi penuh dengan ancaman dan tentu kualitas hidup khususnya kesejahteraan merosot. Maka dari itu masyrakat Kamboja mulai frustasi dan nantinya mereka-mereka ini lah yang akan membelot kesetiaan dan akan membantu Vietnam dalam penyerangan terhadap pasukan Khmer Merah dalam peperangan Kamboja-Vietnam yang sejak awal sudah menuai konflik.



Menjelang akhir kepemimpinan rezim Khmer Merah, pasukan Pol Pot yang memiliki riwayat hubungan buruk dengan Vietnam, menyerang ke wilayah Vietnam dan membunuh ribuan rakyat Vietnam tanpa ampun. Hal yang membuat Pol Pot begitu tidak suka dengan Vietnam adalah karena ia tidak ingin menjadi bagian dari Indocina, di mana Indocina tersebut terpusat di Vietnam. Akibat kejadian itu, pemerintah Vietnam tak tinggal diam dan melakukan aksi penyerangan dengan motif balas dendam.



Pasukan Vietnam menyerang kamp-kamp milik Khmer Merah dibantu oleh KNUFNS yang merupakan bagian dari Khmer Merah pro Vietnam, penyerangan itu membuat pasukan Khmer Merah banyak yang tewas. Hingga akhirnya penyerangan tersebut berhasil sampai pasukan Vietnam dan KNUFNS dapat menguasai kota Phnom Penh pada tanggal 7 Januari 1979. Setelah itu Pol Pot dan kawan-kawan kabur ke arah Thailand.

Catatan :

1.      Tulisan dikutip dari https://retizen.republika.co.id/posts/12860/genosida-khmer-merah-yang-kelam-di-kamboja

2.      Gambar diambil dari google

  

Pol Pot Pemimpin Kamboja yang Menjadikan Tanah Airnya Sebagai Kuburan Massal

 


Di manapun negaranya di dunia ini setiap terjadi pergantian pemerintahan tentu rakyat punya harapan pemerintahan baru pasti akan mendatangkan harapan baru berupa kedamaian dan kesejahteraan. Demikian juga Rakyat Kamboja pada tahun 1975 ketika gerilyan Khemer Merah berhasil menggulingkan pemerintahan Lon Nol rakyat berharap pemerintahan baru akan membawa angina baru. Namun yang terjadi sebaliknya, bumi kamboja menjadi kuburan bagi sekitar 2 juta penduduknya



Kamboja merupakan negara berbentuk monarki konstitusional yang terletak di Asia Tenggara yang berbatasan dengan Vietnam, Laos, dan Thailand. Sebelum rezim Khmer Merah memimpin Kamboja di tahun 1975, awalnya mereka adalah gerakan radikal yang berideologi komunis. Saat kepemimpinan Lon Nol, Kamboja menjalankan gaya kepemimpinan berideologi liberal anti-komunis dan juga dalam sistem perekonomiannya yang liberal dengan harapan dapat mampu bersaing secara global.



 Dalam praktiknya, rezim Lon Nol ternyata berjalan buruk. Banyak kasus korupsi yang dilakukan pejabat hingga perang sipil. Hal itu membuat gerakan komunis yang terinisiasi dalam Front Uni National du Kampuchea yang mengajak dan mengumpulkan orang-orang yang bersimpati kepada Khmer Merah dengan tujuan untuk menggulingkan pemerintahan Lon Nol. Khmer Merah beserta para petingginya seperti Pol Pot dan kawan-kawan berhasil menggulingkan pemerintahan Lon Nol tepatnya pada 17 April 1975. Masyarakat Kamboja saat itu senang karena rezim yang korupsi telah dikalahkan. Pada saat itu juga pemerintahan Khmer Merah langsung melakukan pekerjaanya sebagaimana ideologi mereka yakni ingin menghapuskan bank dan pasar, hidup seperti dari awal dengan mengandalkan tenaga manusia dan menggantungkan pada komoditas pertanian di desa-desa.



Pol Pot dan kawan-kawan mengawali jalannya era pemerintahan dengan kebijakan untuk mengosongkan seluruh isi kota. Masyarakat di kota dipaksa untuk meninggalkan rumah mereka, pekerjaan, harta benda, dan segalanya yang ada di kota-kota terutama ibukota yaitu Phnom Penh yang menjadi awal mula pasukan Khmer Merah memaksa masyarakat dengan perlengkapan senjata. Mereka diperintahkan pasukan Pol Pot untuk meninggalkan kota dan berjalan kaki menuju desa-desa masing-masing atau desa yang telah ditentukan oleh kelompok ini. Hanya beberapa kelompok pekerjaan yang tidak meninggalkan kota yakni pekerja pabrik, teknisi di perusahaan air, dan perusahaan listrik kota. Kekejaman sudah dimulai dirasakan masyarakat Kamboja pada awal pemerintahan ini, pasukan Khmer Merah tidak segan untuk membunuh orang yang menolak perintah mereka. Khmer Merah memberikan alasan ke penduduk kota untuk meninggalkan kota dan berjalan kaki ke desa yaitu tentang evakuasi untuk menghindari bahaya pengeboman yang dilakukan Amerika Serikat di kota dan proses evakuasi berlangsung hanya tiga hari. Namun, pada kenyataannya mereka tidak pernah kembali ke kota dan rumah masing-masing.



Pada saat awal menjabat sebagai pemimpin Kamboja, Pol Pot memproklamirkan bahwa Kamboja berganti nama menjadi Democratic Kampuchea. Kemudian ia juga menyebutkan akan menerapkan Chnam Saun yang memiliki arti bahwa segala sesuatu dalam kegiatan bernegara ingin dibangun dari awal atau titik nol dalam pemerintahannya. Dalam pandangan pemerintahan Pol Pot yang berideologi dan menerapkannya konsep Marxisme-Leninisme ini melakukan percobaan yang terbilang radikal untuk menciptakan sebuah utopia agrarian dengan konsep Cham Saun. Orang-orang selain kelompok Khmer Merah itu dipaksa untuk membangun pertanian dengan mengerahkan seluruh tenaga, karena prioritas pemerintahan Khmer Merah adalah pembangunan pertanian yang maju dan modern yang akan menjadi andalan komoditas dalam sektor perekonomian negara Kamboja


Banyak sekali hal yang awalnya masyarakat Kamboja hidup dengan kenormalan, tetapi di rezim Khmer Merah ini terjadi perubahan yang cukup mengejutkan masyarakat Kamboja. Contohnya adalah pengaruh budaya Barat, kehidupan kota, kapitalisme, agama, dan semuanya yang ada pengaruh dari asing harus dihilangkan. Semua orang asing yang ada di Kamboja saat itu diusir, kedutaan ditutup, dan setiap bantuan ekonomi atau medis dari negara lain ditolak mentah-mentah. Penggunaan bahasa asing dilarang. Surat kabar dan stasiun televisi ditutup, radio dan sepeda disita, dan surat dan telepon penggunaan dibatasi. Uang dilarang dan bank dihapuskan. Semua bisnis yang ditutup, agama dilarang, pendidikan dihentikan, perawatan kesehatan dihilangkan, dan hukum Kamboja dihilangkan. Sehingga dengan ini Kamboja tertutup dari dunia luar.


Kemudian kebengisan dari rezim Khmer Merah diawali dengan membunuh massal para pejabat pemerintahan sebelumnya. Selain dari golongan pejabat, mereka juga mengincar beberapa profesi atau golongan seperti polisi, tentara, pegawai pemerintahan, dan perangkat jabatan lainnya juga ikut dieksekusi secara sadis dan tanpa ampun. Yang paling membuat miris lagi adalah pembunuhan terhadap orang-orang yang berpendidikan dan para pendeta Buddha juga ikut dibantai. Padahal orang berpendidikan dapat berperan baik untuk memajukan negara. Pembunuhan dilakukan dengan beragam cara dan mayatnya ada yang dikuburkan dalam kuburan massal atau dibiarkan saja hanyut ke sungai.

Orang tua, anak muda, hingga anak-anak semuanya dipaksa untuk bekerja setiap hari dengan jam kerja yang lama dan panjang. Tak ada pilihan lain bagi masyarakat Kamboja untuk menjalani paksaan dari Khmer Merah, mungkin rasanya bagai siksaan dunia yang tidak berujung. Untuk pembagian makanan, mereka hanya dapat jatah sekali dalam sehari, itu pun makanan yang diberikan oleh kelompok radikal ini makanan yang seadanya bahkan dapat dikatakan sebagai makanan tidak layak. Untuk menyiasatinya, para tahanan terkadang harus memakan apapun yang dapat dimakan agar menghilangkan rasa laparnnya. Namun, mereka dilarang keras untuk memakan makanan hasil panen dari yang mereka tanam seperti buah-buahan, sayur-sayuran, dan beras. Begitu masa panen tiba, komoditas-komoditas tersebut langsung diangkut oleh truk milik Khmer Merah.



Dalam proses kegiatan pemaksaan kerja paksa yang dilakukan oleh pasukan Khmer Merah terhadap masyarakat Kamboja, mereka hanya difasilitasi dengan alat-alat pertanian dan perkebunan yang sangat sederhana. Hanya ada cangkul, palu, arit, alat gabah, dan peralatan-peralatan lainnya yang berbentuk secara tradisional. Hal itu tentu saja membuat masyarakat kelelahan dan memberatkan. Apalagi ditambah jam bekerja yang memakan waktu belasan jam dan jatah makan hanya sedikit setiap orangnya. Karena faktor-faktor tersebut, menghasilkan masyarakat Kamboja menderita sakit. Beragam penyakit menjangkit para pekerja paksa yang dirampas haknya itu. Namun, rezim Khmer Merah tidak menyediakan pertolongan tim medis sama sekali. Mereka menganggap kegiatan medis adalah produk kapitalisme Barat yang harus dihapuskan. Akhirnya masyarakat Kamboja yang sakit, hanya dapat diobati dengan obat-obatan tradisional dan yang merawat juga belum tentu ahli dalam pengobatan. Orang-orang yang jatuh sakit akibat kerja terlalu letih tidak mendapat perawatan secara layak, sehingga hanya mengandalkan pengobatan seadanya. Penyakit yang diderita pun banyak ragamnya, hingga pada akhirnya satu per satu meninggal karena tidak adanya pengobatan yang baik. Mayatnya pun hanya dikubur seadanya tanpa adanya prosesi atau upacara.



Genosida yang berlangsung selama kurang lebih empat tahun itu memberikan luka yang amat serius bagi para korban terutama para keluarga yang ditinggalkan karena aksi brutal Khmer merah dalam menjalankan kegiatan pemerintahan. Diperkirakan jumlah korban tewas dari masa terpuruk ini mencapai 1,7-2 juta penduduk yang diperkirakan sekitar 21 persen dari total populasi Kamboja pada pertengahan 1970-an.



Berdasarkan bukti-bukti yang ditemukan, jutaan penduduk tewas saat Pol Pot memerintah Kamboja. Tempat-tempat yang diduga dan disangka dijadikan ladang pembantaian pada saat itu, dijadikan museum untuk mengenang para korban. Hal ini salah satu tragedi terburuk di dunia.

Catatan :

1.      Tulisan dikutip dari https://retizen.republika.co.id/posts/12860/genosida-khmer-merah-yang-kelam-di-kamboja

2.      Gambar diambil dari google

Kamis, 21 Oktober 2021

Pertempuran Ambarawa, Pasukan Inggris Pemenang Perang Dunia Keok Berhadapan Pasukan Indonesia yang Baru dibentuk

Pasukan Inggris sebagai pemenang perang dunia ke-2 untuk membebaskan tawanan perang yang dipenjara oleh Jepang. Namun Inggris juga berniat tidak baik yaitu mempersiapkan pasukan Belanda untuk kembali mengusai Indonesia. Seperti umum kita ketahui Belanda yang tidak pernah menang melawan Negara berdaulat seperti Jerman dan Jepang, ketika Indonesia merdeka tidak berani datang sendiri tapi membonceng tentara Inggris



Pertempuran terjadi terjadi antara 20 Oktober sampai 15 Desember 1945 di Ambarawa, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah.  Pertempuran Ambarawa dimulai saat pasukan Sekutu dan NICA atau Pemerintahan Sipil Hindia Belanda mulai mempersenjatai tawanan perang Belanda di Ambarawa dan Magelang. 



Sebenarnya seluruh Negara di dunia termasuk Inggris  sudah mengetahui Indonesia telah memproklamirkan kemerdekaanya Dengan mereka mempersenjatai tawanan perang Belanda ini tentu saja memicu kemarahan  penduduk setempat.  Hubungan pun semakin runyam saat Sekutu mulai melucuti senjata anggota Angkatan Darat Indonesia.



Latar Belakang Peristiwa Pertempuran Ambarawa dimulai saat terjadi insiden di Magelang.  Pada 20 Oktober 1945, Brigade Artileri dari Divisi India ke-23 atau militer Inggris mendarat di Semarang yang dipimpin oleh Brigadir Bethell.  Oleh pihak Republik Indonesia, Bethell diperkenankan untuk mengurus pelucutan pasukan Jepang. Ia juga diperbolehkan untuk melakukan evakuasi 19.000 interniran Sekutu (APW) yang berada di Kamp Banyu Biru Ambarawa dan Magelang.  Tetapi, ternyata mereka diboncengi oleh orang-orang NICA (Netherland Indies Civil Administration) atau Pemerintahan Sipil Hindia Belanda.  Mereka kemudian mempersenjatai para tawanan Jepang.



  Pada 26 Oktober 1945, insiden ini pecah di Magelang. Pertempuran pun berlanjut antara Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dengan tentara Inggris.  Pertempuran sempat berhenti setelah kedatangan Presiden Soekarno dan Brigadir Bethell di Magelang pada 2 November 1945.  Mereka pun mengadakan perundingan untuk melakukan gencatan senjata.  Melalui perundingan tersebut tercapai sebuah kesepakatan, antara lain: Pihak Inggris akan tetap menempatkan pasukannya di Magelang untuk melakukan kewajibannya melindungi dan mengurus evakuasi APW. 



 Jalan raya Magelang-Ambarawa terbuka bagi lalu lintas Indonesia dan Inggris.  Inggris tidak akan mengakui aktivitas NICA dalam badan-badan yang berada di bawah kekuasaannya. Sayangnya, pihak Inggris mengingkari perjanjian tersebut.  Kesempatan dan kelemahan yang ada dalam pasal tersebut dipergunakan Inggris untuk menambah jumlah pasukannya yang berada di Magelang. 



Puncak Pertempuran Pada 20 November 1945, di Ambarawa pecah pertempuran antara TKR di bawah pimpinan Mayor Sumarto dan pasukan Inggris.  Pada 21 November 1945, pasukan Inggris yang berada di Magelang ditarik ke Ambarawa dan dilindungi oleh pesawat-pesawat udara. Pertempuran mulai berkobar pada 22 November 1945, saat pasukan Inggris melakukan pengeboman terhadap kampung-kampung di sekitar Ambarawa.  Pasukan TKR bersama pasukan pemuda lain yang berasal dari Boyolali, Salatiga, dan Kartasura membentuk garis pertahanan sepanjang rel kereta api dan membelah Kota Ambarawa. Dari arah Magelang, pasukan TKR dari Divisi V/Purwokerto di bawah pimpinan Imam Adrongi melakukan serangan fajar.  Serangan ini bertujuan untuk memukul pasukan Inggris yang berkedudukan di Desa Pingit. Pasukan Imam pun berhasil menduduki Pingit. 



Sementara itu, kekuatan di Ambarawa semakin bertambah dengan datangnya tiga batalion yang berasal dari Yogyakarta.  Mereka adalah Batalion 10 Divisi X di bawah pimpinan Mayor Soeharto, Batalion 8 di bawah pimpinan Mayor Sardjono, dan Batalion Sugeng.  Meskipun tentara Inggris sudah dikepung, mereka tetap mencoba menghancurkan kepungan tersebut.  Kota Ambarawa dihujani dengan tembakan meriam.  Untuk mencegah jatuhnya korban, TKR diperintahkan untuk mundur ke Bedono oleh masing-masing komandannya. 



 Bala bantuan dari Resimen 2 dipimpin M. Sarbini dan Batalion Polisi Istimewa dipimpin Onie Sastoatmodjo serta Batalion dari Yogyakarta berhasil menahan gerakan musuh di Desa Jambu. Di Desa Jambu terjadi rapat koordinasi dipimpin oleh Kolonel Holand Iskandar.  Rapat ini menghasilkan terbentuknya suatu komando yang disebut Markas Pimpinan Pertempuran bertempat di Magelang.



Pada 26 November 1945, salah satu pimpinan pasukan  gugur. Ia adalah Letnan Kolonel Isdiman, pemimpin pasukan asal Purwokerto.  Posisinya pun digantikan oleh Kolonel Soedirman.  Sejak saat itu, situasi pertempuran berubah semakin menguntungkan pihak TKR.  Pada 5 Desember 1945, musuh berhasil terusir dari Desa Banyubiru.  Kolonel Soedirman mengadakan perundingan dengan mengumpulkan para komandan sektor.  Berdasarkan dari laporan para komandan sektor, Kolonel Soedirman menyimpulkan bahwa posisi musuh sudah terjepit. Maka perlu segera dilancarkan serangan terakhir, yaitu: Serangan pendadakan dilakukan serentak dari semua sektor. Tiap-tiap komandan sektor memimpin serangan.



Para pasukan badan-badan perjuangan (laskar) disiapkan sebagai tenaga cadangan. Serangan  dimulai pada 12 Desember pukul 04.30. Pada 12 Desember 1945, pasukan TKR bergerak menuju target masing-masing.  Dalam kurun waktu 1,5 jam, mereka sudah berhasil mengepung kedudukan musuh dalam kota. Kota Ambarawa dikepung selama empat hari empat malam. Pasukan Inggris yang sudah merasa terdesak berusaha untuk memutus pertempuran.  Pada 15 Desember 1945, pasukan Inggris meninggalkan Kota Ambarawa dan mundur ke Semarang. 



Para pejuang yang gugur dalam Pertempuran Ambarawa pada 20 November 1945 dalam  upaya untuk mempertahankan kemerdekaan adalah: Letkol Isdiman  Letnan Kolonel Isdiman adalah perwira Tentara Keamanan Rakyat yang gugur dalam Pertempuran Ambarawa. Isdiman lahir di Pontianak pada 12 Juli 1913.  Letkol Isdiman merupakan orang kepercayaan dari Kolonel Soedirman untuk mengatur siasat pertempuran di Ambarawa.  Letkol Isdiman menjadi pemimpin pasukan yang berasal dari Purwokerto.  Semasa perjuangannya, Isdiman sudah berusaha menunjukkan keberanian dan kemampuannya sebagai seorang pemimpin.  Namun, sewaktu menjalankan tugas, Isdiman harus gugur. Ia diberondong tembakan pesawat tempur RAF pada 26 November 1945.  Ia pun dibawa ke Magelang. Namun, Letkol Isdiman gugur dalam perjalanan menuju ke Magelang.



Begitulah pertempuran Ambarawa yang dipimpinOleh Jenderal Sudirman yang waktu itu masih berpangkat colonel. Kalau kita baca sejarah, pertempuran Ambarawa ini merupakan suatu kebanggaan kita sebagai bangsa yang baru merdeka berhasil memukul tentara Inggris yang masih dalam suasana eforia sebagai pemenang perang dunia ke 2 melawan Jerman. Semoga tulisan ini dibaca oleh generasi sekarang yang sudah banyak melupakan sejarah

Catatan:

:1. Sumber tulisan https://www.kompas.com/stori/read/2021/05/22/161749679/pertempuran-ambarawa-latar-belakang-tokoh-akibat-dan-akhir?page=all

2. Gambar diambil dari google.

 

Selasa, 12 Oktober 2021

Perang Karansebes, Perang Terkonyol Dalam Sejarah

 


Perang Karansebes adalah peperangan antara Turki Usmaniah dengan koalisi Negara-negara Eropa yang terdiri Austria, Jerman dan Perancis di daerah Rumania Karansebes pada tanggal 21 -22 September tahun 1788. Perang ini diktakan perang terkonyol karena Turki memenangkan pertempuran tanpa korban satu orangpun sedangkan koalisi Eropa yang berjumlah 100 ribu orang kehilangan 10 ribu pasukan yang tewas dan luka-luka



Konyolnya hilangnya nyawa  sepuluh ribu prajurit itu bukan karena dihajar pasukan Turki lawan mereka, tapi karena mereka saling berbunuhan akibat mabuk minuman keras.

Kejadiannya bermula ketika Pasukan  Austria, Jerman dan Perancis mendirikan kemah untuk bermalam dalam rangka memperisiapkan perang melawan pasukan Turki.  Sedangkan beberapa pasukan pengintai ditugaskan untuk jaga malam dan memeriksa pedesaan terdekat untuk mengecek kehadiran pasukan Turki.



Pasukan yang berpatroli  tidak menemukan  pasukan  Turki, melainkan sekelompok kaum gipsi yang menawarkan pada mereka  minuman beralkohol. Tawaran mereka terima dengan senang hati. Alih-alih mengintai keberadaan pasukan Turki mereka mabuk-mabukan berpesta minukan keras. Kemudian  muncul pasukan infanteri gabungan Austria, Jerman dan Perancis,  menemukan kelompok pengintai yang sedang berpesta tersebut. Pasukan gabungan yang juga  ditugaskan untuk mengintai itu ikut pula  minum alkohol bersama-sama. Entah apa penyebabnya diantara pasukan yang mabuk ini  terjadi  pertengkaran diatara mereka. Salah seorang dari yang bertengkar ini melepaskan tembakan.


Kemudian, kemudian prajurit yang mabuk ini mulai saling menyerang satu sama lain. Selama pertikaian, beberapa tentara mulai berteriak, "Turci! Turci!" ("Turki! Turki!"). Mendengar ini  para prajurit berkuda melarikan diri dari tempat kejadian, mengira tentara Turki sudah ada di depan mata. Sebagian besar infanteri juga ikut kabur; tentara itu terdiri dari orang-orang Austria, Serbia, Kroasia, orang Italia dari Lombardia serta etnis minoritas lainnya, di mana banyak dari mereka tidak dapat memahami bahasa satu sama lain. Para tentara yang bertikai kemudian lari ketakutan. Situasi menjadi makin genting ketika petugas yang berniat melerai berteriak, "Halt! Halt!" (Hentikan! Hentikan!) yang disalahpahami oleh tentara yang tidak bisa bahasa Jerman sebagai "Allah! Allah!

Ketika prajurit berkuda melarikan diri ke arah kamp, seorang komandan korps, Jenderal Artileri Colloredo, mengira bahwa itu adalah serangan kavaleri oleh tentara Ottoman dan mulai menembakkan artileri. Sementara itu, seisi kamp terbangun karena suara baku tembak dan segera melarikan diri. Pasukan menembaki hampir semua orang, mengira tentara Turki sudah ada di mana-mana; kenyataannya, mereka menembak sesama tentara Austria. Insiden itu memuncak di mana seluruh pasukan mundur dari tempat mereka, dan Kaisar Joseph II mendorong kudanya ke sungai kecil.



Esoknya   ketika  pasukan Turki Utsmani baru tiba mereka menemukan hal yang diluar dugaan mereka. Mereka yang semula mebayangkan akan menghadapi pertempuran yang dasyat  kini  melihat ribuan tentara  musuh yang terluka beserta mayat bergelimpangan di hadapan mereka . Dengan tidak melalui pertempuran dan tanpa satupun nyawa melayang pasukan Turki dengan mudahnya dapat menguasai CaransebeÈ™.

 

Catatan:

1.      Naskah duktip dari berbagai sumber salah satunya https://id.wikipedia.org/wiki/Pertempuran_Kar%C3%A1nsebes

2.      Gambar diambil dari google

 

 

Rabu, 06 Oktober 2021

5 versi Pelaku Pemberontakan G 30 S PKI

 


Akhir-akhir ini masalah PKI mencuat dalam perbincangan dan berita baik di media social dan dalam perbincangan umum di negeri kita. Banyak kalangan dengan indicator tertentu menyatakan PKI atau paham komunis akan bangkit lagi. Malah Jendral Purnawiran Gatot Nurmantio bekas panglima Abri mensyanyilir kaum komunis sudah menyusup ke tubuh TNI. Namun berbagai kalangan menyatakan ketakutan akan kebangkitan komunis suatu yang berlebihan dan jauh panggang dari api.



Diskusi lain yang tak kalah menariknya tentang Pemberontakan G 30 S PKI itu sendiri. Bahwa pemberontakan itu merupakan rekayasa Pak Harto dalam mengkudeta Presiden pertama RI Bapak Sukarno. Banyak argument-argumen yang tidak didukung oleh data yang kuat menyalahkan orde baru dan pihak PKI adalah sebagai korban. Yang mencemaskan dalam hal ini karena kebebasan berbicara sekarang ini orang yang tidak punya pengetahuan sejarah (berdasarkan pernyataan mereka) ikut-ikut pula berbicara yang ujung-ujungnya memojokkan Pak Harto atau rezim orde baru.

Nah sebenarnya siapa dalang pemberontakan G 30 S PKI itu? Ini sangat menarik. Untuk menjawab itu maka saya tampilkan tulisan ini yang saya kutip lansung dari  LIPUTAN 6 .COM

Versi 1

    1. Partai Komunis Indonesia (PKI)


PKI sebagai dalang sempat menjadi versi resmi sejarah Indonesia. Skenario ini merupakan versi paling populer dan melekat dalam ingatan rakyat Indonesia.

Versi yang berpendapat PKI secara sistematis telah membangun kekuatannya itu dituangkan dalam sebuah buku berjudul Gerakan 30 September. Buku tersebut dikeluarkan oleh pemerintah pada 1994.

Pada buku Palu Arit di Ladang Tebu susunan Hermawan Sulistyo diungkapkan sejumlah tokoh terkemuka, seperti jurnalis dan penulis asal Amerika, Arnold Brackman juga meyakini versi ini. Dia berpendapat Gerakan 30 September didalangi oleh PKI dan biro khususnya di bawah pimpinan Aidit dalang pembantaian itu.

Versi ini didukung bukti berlimpah dalam sidang Mahkamah Militer Luar Biasa, seperti transkrip interogasi jaksa militer khusus.

Versi 2

 Masalah Internal Angkatan Darat



Masalah internal AD sebagai penyebab gerakan 30 September bertolak belakang dengan versi pertama. Teori ini pertama kali tercetus pada tajuk rencana surat kabar PKI, Harian Rakjat yang terbit 2 Oktober 1965.

Hermawan Sulistyo dalam bukunya Palu Arit di Ladang Tebu menyebut ada beberapa fakta kunci yang dianggap mendukung versi ini.

Pertama, para Pahlawan Revolusi itu diculik oleh anggota AD. Tak ada sipil yang terlibat peristiwa tersebut.

Kedua, tidak masuk akal bila PKI berjudi dengan menyingkirkan para jenderal melalui jalan kekerasan, sementara partai itu menikmati perkembangan dan kekuasaan yang sangat menuntungkan.

Sumber lain menyebut gerakan ini muncul karena kesenjangan dalam internal AD.

Versi 3

Tanggung Jawab Sukarno



Sejarawan Amerika Serikat, Anthony Dake, percaya Presiden pertama Sukarno lah yang menyusun skenario peristiwa gerakan 30 September. Hal itu diungkapkan dalam sebuah tesis dan diterbitkan pada 1974.

Dake percaya Sukarno terlibat dalam peristiwa ini untuk menyingkirkan pimpinan puncak Angkatan Darat. Kepercayaannya tersebut berasal dari laporan interogasi mendalam terhadap ajudan Sukarno, Kolonel Bambang Widjanarko.

Indonesianis, Harold Crouch meragukan pendapat Dake. Dia menilai tesis itu lemah. Memang, keterangan Widjanarko diduga menunjukkan Sukarno cenderung mendukung gerakan yang bertujuan melawan pimpinan AD. Namun, bukti ini tidak cukup untuk menunjukkan Sukarno mendalangi gerakan 30 September.

Versi 4

Ulah Soeharto



Versi Soeharto sebagai dalang kudeta tersebut muncul dari kecurigaan nama Panglima Kostrad itu tidak masuk dalam daftar anggota AD yang diculik. Terlebih, Soeharto adalah jenderal yang biasa mewakili Panglima AD dalam sejumlah kesempatan.

Teori ini mengemuka dari pendapat Willem Frederik Wertheim, seorang profesor dari Municipal University of Amsterdam. Hal itu dituangkannya dalam artikel berjudul Soeharto and the Untung Coup-The Missing Link (1970).

Spekulasi mengenai peran Soeharto dalam merencanakan aksi ini muncul ketika dia membuat cerita tidak konsisten mengenai perjumpaannya dengan Kolonel Latief.
Versi 5

Jaringan Intelijen



Versi ini meyakini jaringan intelijen AD sendirilah yang memprakarsai Gerakan 30 September. Baik atas usaha sendiri maupun bantuan agen intelijen asing. Hal ini diungkap dalam buku Palu Arit di Ladang Tebu.

Teori tersebut menyimpulkan tidak ada bukti konkrit dan independen yang menunjukkan adanya hubungan rahasia antara Aidit dengan G 30 S.

Keterlibatan negara-negara asing, khususnya dinas intelijen mereka, juga dipakai untuk mendukung versi ini.

Sumber lain mengatakan Amerika lah membujuk AD untuk mengambil kekuasaan dari tangan Sukarno yang prokomunis dengan membentuk Dewan Jenderal. Penculikan yang kemudian diembuskan sebagai tindakan pemberontakan inilah yang kemudian dijadikan dasar tentara untuk membubarkan PKI dan memburu kader-kadernya sampai habis.



Nah itulah 5 versi tentang dalang pemberontakan G 30 S PKI. Namun mencuat akhir-akhir kecendrungan adalah versi 1 dan versi  4.  Versi pertama yang menyatakan PKI dalang dari bencana Nasional. Kalau kita baca buku-buku dan wawancara  nya di youtube Salim Said dan generasi yang menjadi saksi ketika kejadian itu cendrung menbenarkan versi 1 ini. Sebaliknya trah Bung Karno seperti Sukmawati dan partai tertentu serta generasi yang tidak punya pengetahun tentang sejarah cendrung versi 4 yaitu pemberontakan G #) S yang gagal adalah ulah dan rekayasa Pak Harto.

Pembaca, silakan simpulkan sendiri berdasarkan referensi bacaan masing-masing

Catatan :

1.    1.Teks bersumber dari https://www.liputan6.com/news/read/2615743/5-skenario-dalang-gerakan-30-september

2.    2. Gambar diambil dari google