Syah
Mohammad Reza Pahlavi, penguasa terakhir dari dinasti Pahlavi di Iran,
menghadapi akhir hidupnya dengan campuran kesedihan, ketidakpastian, dan
perjuangan yang intens. Setelah digulingkan oleh Revolusi Iran pada 1979, Syah
menghabiskan tahun-tahun terakhirnya di pengasingan, berpindah-pindah dari satu
negara ke negara lain dalam mencari tempat berlindung dan perawatan medis.
Perjalanan akhir hidupnya mencerminkan jatuhnya seorang penguasa yang pernah
berkuasa dengan otoritas besar.
Pada 16 Januari 1979, Shah (Raja) Iran Mohammed Reza Pahlevi beserta
sang istri meninggalkan Iran usai gelombang protes terhadap rezimnya berkecamuk
di seluruh negeri selama berbulan-bulan. Ia bersama Permaisuri Farah
meninggalkan Teheran dan terbang ke Aswan, Mesir. tiga anak bungsu Shah Iran
diterbangkan ke Amerika Serikat (AS) sehari sebelumnya. Laporan resmi
mengatakan, Shah pergi untuk liburan dan perawatan medis.
Selama beberapa bulan terakhir, Iran mengalami peningkatan jumlah
bentrokan kekerasan antara pasukan keamanan dan demonstran anti-Shah. Oposisi
terhadap Shah bersatu di bawah gerakan tradisionalis Muslim yang dipimpin oleh
pemimpin spiritual utama Iran, Ayatollah Ruholla Khomeini dari pengasingan di
Prancis. Shah Iran berusaha mati-matian mempertahankan kekusaannya, namun
akhirnya ia terpaksa menyerah karena Sebagian rakyatnya yang rata-rata tidak
ikut mengenyam kemakmuran dari negara kaya akan sumber alamnya itu tidak
menginginkanlagi pemerintah yang abai kepada rakyatnya.
Pengasingan yang Tak Berkesudahan
Setelah meninggalkan Iran pada Januari
1979, Syah dan keluarganya mengembara dari satu negara ke negara lain. Awalnya,
mereka diterima di Mesir oleh Presiden Anwar Sadat. Namun, tekanan politik dan
ketidakstabilan membuat mereka terus berpindah, meliputi Maroko, Bahama,
Meksiko, dan Amerika Serikat. Di setiap tempat, mereka menghadapi tantangan
diplomatik dan kesehatan yang semakin memburuk. Syah menderita kanker limfoma,
yang terus merenggut kesehatannya secara perlahan.
Perawatan di Amerika Serikat
Pada Oktober 1979, Syah tiba di Amerika
Serikat untuk menjalani perawatan medis di New York. Keputusannya untuk berobat
ke Amerika Serikat memicu krisis penyanderaan di Kedutaan Besar Amerika Serikat
di Teheran, di mana 52 diplomat dan warga negara Amerika Serikat ditahan selama
444 hari oleh revolusioner Iran. Peristiwa ini memperburuk hubungan antara
Amerika Serikat dan Iran, serta memperdalam isolasi Syah di panggung
internasional.
Pindah ke Panama dan Kembali ke Mesir
Setelah tinggal beberapa bulan di
Amerika Serikat, tekanan politik dan kesehatan yang memburuk memaksa Syah untuk
pindah ke Panama. Namun, ancaman ekstradisi ke Iran membuat situasi semakin
tegang. Akhirnya, pada Maret 1980, Syah kembali ke Mesir, di mana Presiden
Anwar Sadat kembali menyambutnya dengan tangan terbuka. Mesir menjadi tempat
perlindungan terakhirnya, di mana ia bisa menghabiskan hari-hari terakhirnya
dengan lebih tenang meskipun penyakitnya semakin parah.
Hari-hari Terakhir di Mesir
Di Mesir, Syah Mohammad Reza Pahlavi
menerima perawatan medis yang intensif. Namun, kondisinya terus memburuk. Pada
Juli 1980, kesehatannya semakin menurun, dan ia menghabiskan sebagian besar
waktunya di ranjang. Syah menghabiskan hari-hari terakhirnya dikelilingi oleh
keluarga dan beberapa teman dekat, termasuk istrinya, Farah Pahlavi, yang setia
menemaninya hingga akhir hayat.
Meninggalnya Sang Syah
Syah Mohammad Reza Pahlavi meninggal
pada 27 Juli 1980 di Kairo, Mesir. Kematian Syah menandai berakhirnya era
monarki di Iran yang telah berlangsung selama lebih dari dua setengah milenium.
Jasadnya dimakamkan di Masjid Al-Rifa'i, Kairo, dengan upacara pemakaman yang
dihadiri oleh sejumlah pemimpin dunia dan rakyat Mesir yang memberikan
penghormatan terakhir.
Meskipun
Syah Pahlavi menghadapi banyak kritik selama masa pemerintahannya, termasuk
tuduhan korupsi, pelanggaran hak asasi manusia, dan keterlibatan dalam politik
internasional yang kontroversial, warisannya tetap menjadi topik perdebatan.
Sebagian orang mengingatnya sebagai pemimpin yang berusaha memodernisasi Iran
melalui program reformasi yang dikenal sebagai Revolusi Putih. Namun, yang lain
melihatnya sebagai penguasa otoriter yang bertanggung jawab atas penderitaan
banyak rakyat Iran. Dan kejatuhan Shah Pahlavi ini bagus juga sebagai dan
pelajaran bagi penguasa di negara-negara ketiga yang kaya akan sumber alamnya,
namun rakyat tidak ikut serta menikmatinya.
Catatan :
1. Naskah dibuat dengan bantuan Chat GPT
2. Gambar diambil dari google
Tidak ada komentar:
Posting Komentar