Asal Usul
Bagi rakyat Indonesia Raymond Pierre Paul Westerling bukan nama yang asing, hampir seluruh rakyat Indonesia
yang pernah belajar di SD mendengar dan membaca pada pelajaran sejarah bahwa pria
ini adalah seorang serdadu belanda yang
memimpin pasukannya untuk membantai pejuang kemerdekaan dan rakyat Indonesia.
Bahkan di Sulawesi selatan jumlah total yang dibunuhnya mencapai 40.000, nyawa.
Suatu angka yang fantastis (walaupun ada yang meragukan angka ini). Suatu tragedi pedih yang dialami generasi
pejuang kemerdekaan. Kita tidak boleh melupakan begitu saja peristiwa ini
meskipun sudah berlalu sekian puluh tahun. Dan generasi Belanda sekarang ini sudah mulai berlagak
suci, seperti manusia tidak berdosa saja, seolah melupakan bahwa generasi
bangsa mereka pernah menjadi manusia barbar yang membunuh manusia seperti
membunuh hewan saja.
Untuk itulah, secara bersambung dalam blog MARI MENENGOK SEJARAH ini
dimuat kisah si penjagal itu.
Westerling lahir di Istanbul Turki pada 31 Agustus 1919. Masa kecilnya tak
banyak terungkap, sebagian besar tertutup rapat. Dalam stambuk tentara KNIL,
namanya hanya tertera sebagai Kapten Westerling. Orangtuanya adalah pasangan
pedagang karpet. Ayahnya seorang Belanda, ibunya keturunan Yunani.
Ketika berusia 5 tahun, kedua orang tuanya meninggalkan
Westerling. Anak tak bahagia itu lalu hidup di panti asuhan. Tempat itulah
mungkin yang membentuk dirinya menjadi orang yang tidak bergantung dan terikat
pada siapa pun.
Westerling yang sudah tertarik pada buku-buku perang sejak masih
belia. Dan ia menemukan kesempatan untuk jadi tentara ketika Perang Dunia II
pecah. Desember 1940, ia datang ke Konsulat Belanda di Istanbul. Westerling
menawarkan diri menjadi sukarelawan. Ia diterima. Tapi untuk itu, sebelumnya ia
harus bergabung dengan pasukan Australia.
Bersama kesatuannya, Westerling ikut angkat senjata di Mesir dan
Palestina. Dua bulan kemudian ia dikirim ke Inggris dengan kapal. Di sini
kesewenang-wenangannya mulai muncul. Ia menyelinap menuju Kanada, melaporkan
diri ke Tangsi Ratu Juliana, di Sratford, Ontario. Di situlah ia belajar
berbahasa Belanda.
Westerling lalu dikirim ke Inggris. Ia bergabung dalam Brigade
Putri Irene. Di Skotlandia, ia memeroleh baret hijaunya. Ia juga mendapat
didikan sebagai pasukan komando. Spesialisasinya adalah sabotase dan peledakan.
Ia pun mendapat baret merah dari SAS (The Special Air Service), pasukan khusus
Inggris yang terkenal. Dan yang membanggakannya, ia pernah bekerja di dinas rahasia
Belanda di London, pernah menjadi pengawal pribadi Lord Mountbatten, dan
menjadi instruktur pasukan Belanda—untuk latihan bertempur tanpa senjata dan
membunuh tanpa bersuara. Tapi ia pun pernah dipekerjakan di dapur sebagai
pengupas kentang.
Ternyata, hidup di barak bagi seorang Westerling menjemukan. Ia
ingin mencium bau mesiu dan ramai pertempuran sebenarnya, bukan cuma latihan.
Cita-citanya kesampaian pada 1944, Inggris menerjunkannya ke Belgia. Dari situ
ia bergerak ke Belanda Selatan. Menurut buku De Zuid-Celebes Affairs, di Belgia
itulah ia kali pertama merasakan perang sesungguhnya. Tapi, menurut Westerling
sendiri, dalam Westerling, ‘De Eenling’ (Westerling, Si Penyendiri), perkenalan
pertamanya dengan perang terjadi di hutan-hutan Burma.
Berkilau agaknya prestasi militer Westerling. Tapi entah mengapa
ia meninggalkan satuannya, pasukan elit Inggris, dan masuk menjadi anggota
KNIL. Ia lalu terpilih masuk dalam pasukan gabungan Belanda-Inggris di Kolombo.
Pada September 1945, bersama beberapa pasukan, Westerling diterjunkan ke Medan,
Sumatera Utara.
Tujuannya, menyerbu kamp konsentrasi Jepang Siringo-ringo di
Deli, dan membebaskan pasukan pro-Belanda yang ditawan. Ia berhasil.
Sebulan kemudian tentara Inggris mendarat di Sumatera Utara, dan
entah bagaimana Westerling bergabung dengan pasukan ini. Tugasnya, melakukan
kontraspionase, demikian kata buku Westerling, De Eenling. Di Medan ia
mengkoordinir orang-orang Cina, membentuk pasukan teror Poh An Tui (PAT).
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar