Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai pahlawannya. Begitu salah satu ungkapan tentang sejarah. Namun kalau kita bincang-bincang tentang beberapa momen sejarah banyak dari generasi milenial ini seperti merasa asing dan tidak mengetahuinya sama sekali. Salah satunya adalah tentang PDRI, Pemerintahan Darurat Republik Indonesia, banyak yang tidak tahu. Bahkan saya pernah dengar seorang tokoh mengacaukan antara PDRI dan PRRI. Dengan pertimbangan itulah maka tulisan ini dibuat
Dibandingkan dengan Negara-negara di Asia Tenggara ini, bangsa Indonesia adalah bangsa yang merebut kemerdekaannya melalui perjuangan yang pengorbanan nyawa dan harta yang besar. Kita merebutnya dengan revolusi bersenjata yang mengorbankan ribuan para pejuang untuk mengusir Belanda yang sebelumnya sudah terusir dengan mudah oleh Jepang. Namun dengan bantuan Inggris sebagai Negara pemenang perang dunia ke 2 Belanda berhasil masuk kembali ke Indonesia. Kalaulah Belanda datang sendiri setelah diusir Jepang itu pastilah Negara Kesatuan Republik Indonesia ketika itu bisa menghalaunya dengan mudah karena Belanda tidak pernah menang perang melawan suatu Negara yang berdaulat.
Perjuangan merebut kemerdekaan yang ditempuh bangsa Indonesia sungguh luar biasa rintangannya. Belanda yang sudah masuk dengan bantuan Inggris itu memiliki persenjataan lengkap dan tentara yang terlatih. Sehingga ibu kota Negara Republik Indonesia yang ditetapkan Jakarta itu terpaksa diungsikan ke Yogyakarta. Namun Belanda yang sudah menikmati rampokannya selama hampir tiga setengah abad kekayaan Indonesia itu berjuang mati-matian untuk kembali merebutnya.
Target mereka jelas untuk menghapuskan Negara kesatuan Republik Indonesia agar mereka kembali menikmati kekayaan Indonesia yang luar biasa ini. Dan pemerintah yang telah berpusat di Yogyakarta itu pun diserbu. Dan berhasil, Bahkan mereka berhasil menawan hampir semua pimpinan kunci Republik yang baru berdiri itu, termasuk presiden dan wakil presidennya Sukarno Hatta.
Bangsa Belanda bergembira ria mereka mengumumkan kepada seluruh dunia bahwa Republik Indonesia telah hapus dari permukaan bumi. Belanda merasa sudah berhasil merebut kembali sorga mereka yang hilang.
Sementara itu di Sumatra mendengar berita bahwa tentara Belanda telah menduduki ibu kota Yogyakarta dan menangkap sebagian besar pimpinan Pemerintahan Republik Indonesia, tanggal 19 Desember sore hari, Mr. Syafruddin Prawiranegara bersama Kol. Hidayat, Panglima Tentara dan Teritorium Sumatra, mengunjungi Mr. Teuku Mohammad Hasan, Gubernur Sumatra/Ketua Komisaris Pemerintah Pusat di kediamannya, untuk mengadakan perundingan. Malam itu juga mereka meninggalkan Bukittinggi menuju Halaban, daerah perkebunan teh, 15 Km di selatan kota Payakumbuh.
Sejumlah tokoh pimpinan republik yang berada di Sumatra Barat dapat berkumpul di Halaban, dan pada 22 Desember 1948 mereka mengadakan rapat yang dihadiri antara lain oleh Mr. Syafruddin Prawiranegara, Mr. T. M. Hassan, Mr. Sutan Mohammad Rasjid, Kolonel Hidayat, Mr. Lukman Hakim, Ir. Indracahya, Ir. Mananti Sitompul, Maryono Danubroto, Direktur BNI Mr. A. Karim, Rusli Rahim dan Mr. Latif. Walaupun secara resmi kawat Presiden Soekarno belum diterima, tanggal 22 Desember 1948, sesuai dengan konsep yang telah disiapkan, maka dalam rapat tersebut diputuskan untuk membentuk Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI), dengan susunan sebagai berikut:
• Mr. Syafruddin Prawiranegara, Ketua PDRI/Menteri Pertahanan/ Menteri Penerangan/Menteri Luar Negeri ad interim
• Mr. T. M. Hassan, Wakil Ketua PDRI/Menteri Dalam Negeri/Menteri PPK/Menteri Agama,
• Mr. Sutan Mohammad Rasjid, Menteri Keamanan/Menteri Sosial, Pembangunan, Pemuda,
• Mr. Lukman Hakim, Menteri Keuangan/Menteri Kehakiman,
• Ir. Mananti Sitompul, Menteri Pekerjaan Umum/Menteri Kesehatan,
• Ir. Indracaya, Menteri Perhubungan/Menteri Kemakmuran.
"...
Belanda menyerang pada hari Minggu, hari yang biasa dipergunakan oleh kaum
Nasrani untuk memuja Tuhan. Mereka menyerang pada saat tidak lama lagi akan
merayakan hari Natal Isa AS, hari suci dan perdamaian bagi umat Nasrani. Justru
karena itu semuanya, maka lebih-lebih perbuatan Belanda yang mengakui dirinya
beragama Kristen, menunjukkan lebih jelas dan nyata sifat dan tabiat bangsa
Belanda: Liciknya, curangnya, dan kejamnya.
Karena serangan
tiba-tiba itu mereka telah berhasil menawan Presiden, Wakil
Presiden, Perdana Menteri, dan beberapa pembesar lain. Dengan
demikian, mereka menduga menghadapi suatu keadaan negara republik Indonesia
yang dapat disamakan dengan Belanda sendiri pada suatu saat negaranya diduduki
Jerman dalam Perang Dunia II, ketika rakyatnya kehilangan akal,
pemimpinnya putus asa dan negaranya tidak dapat ditolong lagi.
Tetapi kita
membuktikan bahwa perhitungan Belanda itu sama sekali meleset. Belanda mengira
bahwa dengan ditawannya pemimpin-pemimpin kita yang tertinggi,
pemimpin-pemimpin lain akan putus asa. Negara RI tidak tergantung kepada
Sukarno-Hatta, sekalipun kedua pemimpin itu sangat berharga bagi kita. Patah
tumbuh hilang berganti.
Kepada seluruh Angkatan Perang
Negara RI kami serukan: Bertempurlah, gempurlah Belanda di mana saja dan
dengan apa saja mereka dapat dibasmi. Jangan letakkan senjata, menghentikan
tembak-menembak kalau belum ada perintah dari pemerintah lisyang kami pimpin.
Camkanlah hal ini untuk menghindarkan tipuan-tipuan musuh."
Sejak itu PDRI menjadi musuh nomor satu Belanda. Tokoh-tokoh
PDRI harus bergerak terus sambil menyamar untuk menghindari kejaran dan
serangan Belanda. (Bersambung ke bagian ke-2)
Catatan:
1.Sumber tulisan
-https://id.wikipedia.org/wiki/Pemerintahan_Darurat_Republik_Indonesia
- Fajar - Fajar Rillah Veski, “ Tambiluak” Tentang PDRI dan
Peristiwa Situjuh, Citra Budaya Indonesia, Padang.
2. Gam 2. Gambar diambil dari google
Tidak ada komentar:
Posting Komentar