PASCA
OPERASI MILITER
Jenderal Spoor menilai bahwa keadaan darurat di Sulawesi Selatan
telah dapat diatasi, maka dia menyatakan mulai 21 Februari 1947 diberlakukan
kembali Voorschrift voor de uitoefening
van de Politiek-Politionele Taak van het Leger – VPTL (Pedoman
Pelaksanaan bagi Tentara untuk Tugas di bidang Politik dan Polisional), dan
Pasukan DST ditarik kembali ke Jawa.
Dengan keberhasilan
menumpas para ekstrimis, istilah Belanda untuk para pejuang. Di kalangan
Belanda baik militer mau pun sipil reputasi Pasukan Khusus DST dan komandannya,
Westerling melambung tinggi. Media massa Belanda memberitakan secara
besar-besaran penuh dengan pujian. Ketika pasukan DST tiba kembali ke Markas
DST pada 23 Maret 1947, mingguan militer Het Militair Weekblad menyanjung
dengan berita: “Pasukan si Turki kembali.” Berita pers Belanda sendiri yang
kritis mengenai pembantaian di Sulawesi Selatan baru muncul untuk pertama kali
pada bulan Juli 1947.
Kamp DST kemudian dipindahkan ke Kalibata,
dan setelah itu, karena dianggap sudah terlalu sempit, selanjutnya dipindahkan
ke Batujajar dekat Cimahi. Pada bulan Oktober 1947 dilakukan reorganisasi
di tubuh DST dan komposisi Pasukan Khusus tersebut kemudian terdiri dari 2
perwira dari KNIL, 3 perwira dari KL (Koninklijke Leger), 24 bintara KNIL, 13
bintara KL, 245 serdadu KNIL dan 59 serdadu KL. Pada tanggal 5 Januari 1948,
nama DST diubah menjadi Korps Speciale Troepen –
KST (Korps Pasukan Khusus) dan kemudian juga memiliki unit parasutis.
Westerling memegang komando pasukan yang lebih besar dan lebih hebat dan
pangkatnya menjadi Kapten.
Sumber :
https://sejarahsemarang.wordpress.com/zaman-belanda/raymond-westerling/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar