Kalau kita membirakan perang perlawanan mengusir Belanda di Jawa, ingatan kita pasti pada perang Diponegoro yang berlansung tahun 1825 sampai 1830. Jarang orang membicarakan perang Kedongdong yang terjadi di daerah Cirebon. Perang berlansung lebih dari 20 tahun yang mendatangkan kerugian yang tidak sedikit kepada pemerintah Belanda. Kita tidak tahu kenapa perlawanan rakyat ini seperti dilupakan.
Perang diawali dengan
kebijakan pemerintah kolonial Belanda yang menetapkan pajak dengan nilai tinggi
kepada rakyat, dinilai sebagai kebijakan yang sangat mencekik, karena saat itu
rakyat berada pada kondisi yang miskin dan serba kesulitan.
Kebijakan ini
mendapatkan tentangan yang sangat kuat dari rakyat, khususnya kaum santri. Saat
itu mulailah terjadi perlawanan-perlawanan rakyat terhadap Belanda.
Pergolakan melawan
belanda bertambah hebat, Setelah Pangeran Suryanegara, Putra Mahkota Sultan
Kanoman IV menolak tunduk terhadap perintah kolonial Belanda.
Ia memutuskan untuk
keluar dari keraton dan bergabung bersama rakyat untuk melakukan perlawanan. Di
bawah pimpinan sang pangeran, semangat rakyat semakin membara sehingga
pemberontakan sengit terjadi di mana-mana.
Pasukan Belanda pun
semakin terdesak, mereka mengalami kekalahan perang yang sangat besar, bukan
saja kehilangan ribuan nyawa prajuritnya, tapi juga kerugian sebesar 150.000
Gulden untuk mendanai perang tersebut.
Dalam keadaan putus asa menghadapi perlawanan
rakyat di bawah pimpinan Pangeran Suryanegara, Belanda pun meminta tambahan
pasukan.
Bahkan Belanda pun
meminta bantuan dari pasukan Portugis yang berada di Malaka, untuk membantu
mereka meredam perlawanan rakyat Cirebon.
Kedatangan enam kapal
perang yang mengangkut bala bantuan pasukan Belanda, yang didukung oleh
kekuatan tentara portugis di Pelabuhan Muara Jati, tidak membuat ciut perlawanan
rakyat. Justru sebaliknya semangat perlawanan mereka semakin menjadi.
Pertempuran
besar-besaran terjadi di Desa Kedongdong Kecamatan Susukan. Dalam pertempuran
tersebut ribuan nyawa melayang, baik di pihak rakyat maupun Belanda.
Setelah menjalani
pertempuran selama dua puluh tahun (1753-1773), akhirnya Belanda sadar bahwa
mereka tidak bisa menghadapi perlawanan rakyat secara frontal.
Merekapun mencari cara
untuk melumpuhkan semangat perlawanan rakyat. Salah satu caranya adalah
menangkap Pangeran Kanoman, karena dibawah kepemimpinan sang pangeran semangat
perlawanan rakyat semakin berkobar.
Akhirnya dengan segala
tipu dayanya yang licik, Belanda dapat menangkap Pangeran Kanoman tersebut.
Belanda pun menahannya di Batavia, kemudian mengasingkannya di Benteng Victoria
Ambon.
Bukan itu saja,
Belanda juga mencabut gelar dan hak kebangsawanan Pangeran Kanoman.
Setelah ditangkapnya
sang pangeran, perlawanan rakyat semakin melemah. Sedikit demi sedikit pasukan
Belanda berhasil menguasai pertempuran.
Walaupun luput dari catatan sejarah nasional, Perang Kedongdong ternyata memiliki arti
tersendiri bagi Belanda.
Pertempuran yang
memakan kerugian besar bagi Belanda, baik harta maupun nyawa itu, telah ditulis
dalam sebuah kisah naratif oleh seorang prajurit Belanda bernama Van Der Kamp.
Tulisan asli Van Der Kamp saat ini tersimpan di Perpustakaan Nasional Belanda.
Perlawanan yang diberikan oleh Pangeran Suryanegara beserta rakyat Cirebon dalam Perang Kedongdong, dapat kita setarakan dengan sengitnya perlawanan yang di berikan oleh Pangeran Diponegoro, Tuanku Imam Bonjol maupun Cut Nyak Dien.
Catatan:
1.
Sumber bahan dari https://indocropcircles.wordpress.com/2014/01/04/inilah-perang-terlama-di-indonesia-yang-luput-dari-sejarah/
2.
Gambar diambil dari indocropcircles dan google.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar