(Bagian 2 dari 4 tulisan)
Sarekat Islam
memiliki pengaruh yang kuat di Silungkang. Sebuah kebijakan pilih kasih
pemerintah kolonial dalam soal pengangkutan beras pernah membuat SI Silungkang
bergerak memboikot kereta api demi membantu rakyat yang mengalami krisis
pasokan beras. Peristiwa ini begitu melekat di benak rakyat sehingga SI
Silungkang mendapat dukungan masyarakat Silungkang.
Pada tahun 1924, SI Silungkang berubah menjadi Sarekat Rakyat. Meski Sarekat Rakyat sebenarnya
secara
struktural adalah organ di bawah PKI, namun rakyat Silungkang tak peduli. Dalam
benak mereka, Sarekat Rakyat adalah Sarekat Islam. Bagi mereka yang terpenting
adalah menolak pemerintah kolonial yang memberatkan dengan segala pajak dan
penindasannya. Di bawah kondisi tertindas inilah, propaganda menuju
pemberontakan menemui lahannya yang subur di Silungkang. Dan meletupnya
pemberontakan hanya soal waktu saja.
Penentuan
nasib pemberontakan pun ditetapkan. Sabtu, malam minggu, 31 Desember 1926,
pemberontakan diputuskan akan berlangsung malam itu juga. Pukul 00.00,
pemberontakan dilakukan. Massa diberikan selendang merah dan senjata tajam.
Sebagian memakai ‘pisau ubi’ (pistol). Massa dibagi menjadi barisan inti dan
barisan cadangan. Barisan inti sebagian terdiri dari anggota garnisun militer
yang membelot, di bawah kendali Mayor Pontoh. Ikut bersama mereka anggota
Sarekat Rakyat.
Mereka
dipersiapkan untuk menyerang gedung-gedung pemerintahan dan Societeit kota
Sawah Lunto. Barisan lain dipersiapkan untuk menyerang Muara Kalaban, sebuah
nagari diantara Sawah Lunto dan Silungkang. Sisanya tetap di Silungkang, untuk
membunuh pejabat pemerintah, kepala nagari dan orang-orang yang dianggap loyal
pada pemerintah.
Catatan:
1.
Sumber
tulisan https://www.kiblat.net/2016/10/03/pemberontakan-kaum-merah-di-silungkang
2.
Gambar
diambil dari google
Tidak ada komentar:
Posting Komentar