Kamis, 24 Januari 2019

Mengenang Tragedi Perjuangan Peristiwa Situjuh Batur yang Menyedihkan


15 Januari 1949 masih dalam suasana perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia terjadi suatu tragedy yang menyedihkan yang dialami oleh pejuang kemerdekaan Indonesia. Di sebuah desa kecil  Situjuh Batur kecamatan Situjuah Limo Nagari 15 km dari Payakumbuh Sumatra Barat Para petinggi  Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) yang seusai rapat, pada subuh hari disergap pasukan Belanda sehingga mengakibatkan 69 Pejuang gugur. 

Dapatkan Rp.800 Juta,- dengan modal hanya 25 ribu rupiqh Dari Bisnis Iklan
Silahkanklik :
https://muslimpromo.com/?ref=8099
Diantara yng gugur itu terdapat tokoh-tokoh penting PDRI seperti, Chatib Sulaiman ketua Markas pertahanan Rakyat Daerah( MPRD), Arisun St. Alamsyah Bupati 50 Kota, Komandan milter dar Painan Letkol Munir Latif, Mayor Zainudin, Kapten Tantowi, Letnan Alizar.

Tragedi memilukan yang terjadi di Sumatra Barat ini tidak terlepas dari peristiwa diserbunya Yogyakarta ibu kota Republik Indonesia ketika itu oleh Belanda tanggal 19 Desember 1948. Dalam peristiwa itu Presiden Republik Indonesia Bung Karno dan wakilnya Mohammad Hata serta beberapa mentri lainnya ditawan oleh Belanda. Namun beberapa saat sebelum ditawan dalm sidang cabinet di istana Kepresidenan, Presiden memberi mandat kepada Mr Syafrudin Prawiranegara yang sedang berada di Bukittinggi untuk membentuk Pemerintah Darurat Republik  Indonesia.

Menindak lanjuti mandat tersebut maka pada tanggal 22 Desember 1948 di deklarasikanlah Pemerintahan Darurat Republik Indonesia dari sebuah desa Halaban yang berjarak sekitar 15 kilometer dari Payahkumbuh. Pemerintahan baru ini tidak memakai istilah presiden untuk pucuk pimpinan. Tapi pimpinan tertingginya adalah ketua yang dijabat sendiri oleh Mr. Syafrudin Prawiranegara.

Mulai sejak itu Belanda menggempur Bukittinggi dan Payahkumbuh habis-habisan dari darat dan udara. Untuk mengatasi serangan Belanda ini para petinggi militer PDRI mengadakan rapat di desa Situjuh Batur. Desa ini dipilih karena ketika itu daerah itu masuk daerah terpencil yang tidak mudah didatanga serdadu Belanda.

Rapat berlansung hingga dinihari. Selesai rapat para pejuang saling berangkulan edan bersalaman. Beberapa orang  ada yang lansung meninggalkan lokasi dan sebagian besar beristirahat di  tempat yang sudah disediakan. Ketika istirahat inilah tanpa mereka duga terjadi penyergapan oleh pasukan Belanda yang menimbulkan tragedy yang menyedihkan itu.

Saya datang ke desa Situju Batur tempat terjadinya kisah memilukan itu pada akhir tahun 2015. Enam puluh enam tahun setelah kejadian. Jalan kesana sudah diaspal, namun tidak terlalu lebar sehingga untuk berselisih mobil roda empat kita perlu berhenti. Kami masuk dari Bukittinggi arah ke Payahkumbuh dan belok kekanan. Mengharukan menemukan kuburan para syuhada yang sudah berjuang untuk kemerdekaan yang kita nikmati sekarang ini. 

Rumah tempat pejuang menginap masih ada. Pada pondok tempat mereka rapat dibuat seperti prasasti dari batu yang mengukir nama-nama mereka yang gugur. Dan tidak jauh dari lokasi kejadian dibangun sebuah tugu perjuangan. Namun ada sebersit pertanyaan muncul di kepala saya.

Ketika itu tahun 1949 belum ada jalan kesana yang bisa dilewati mobil. Yang ada hanya jalan setapak. Kondisi dari jalan lintas kesana tentu masih hutan lebat, Jarak antara jalan lintas dan desa tempat kejadian sekitar 7 kilometer. Tentara Belanda datang kesana tentu berjalan kaki. Kalau berjalan kaki di jalan aspal mungkin membutuhkan waktu paling cepat satu jam. Kalau di semak belukar tentu lebih lam lagi. Tentara sebanyak itu berjalan,kaki  kenapa tidak ada satu orang pun yang tahu. Kenapa tidak ada regu-regu pengintai atau sniper untuk mencegah mereka, setidak dapat dideteksi secara dini sehingga pejuang-pejuang yang beristirahat bisa menyelamatkan diri. 

Gunung Sago yang berdiri kukuh mengawal desa Situjuh Batur berdiri kokoh membisu seperti halnya pusara para pejuang yang menjadi saksi bisu peristiwa yang menyedihkan itu. Seharusnya para pemimpin Indonesia baik nasional dan local dibawa ketempat kejadian seperti ini agar mereka mengetahui betapa beratnya perjuangan rakyat untuk mengejar cita-cita kemerdekaan Indonesia yang adil dan makmur.
Catatan:


- Bahan dilengkapi dari: Fajar Rillah Veski “ Tambiluak Tentang PDRI dan Peristiwa Situjuh” Citra Budaya Indonesia Padang dan Luhak Limapuluh Press Club.
- Dua buah gambar diambil dari google