Sabtu, 18 April 2020

Genosida Dilakukan Belanda Terhadap Pribumi di Nusantara



Genosida atau genosid adalah sebuah pembantaian besar-besaran secara sistematis terhadap satu suku bangsa atau sekelompok suku bangsa dengan maksud memusnahkan atau bangsa tersebut. Kata ini pertama kali digunakan oleh seorang ahli hukum Polandia, Raphael Lemkin, pada tahun 1944 dalam bukunya Axis Rule in Occupied Europe yang diterbitkan di Amerika Serikat. Kata ini diambil dari bahasa Yunani  yang artinya 'pembunuhan. 

Ada pula istilah genosida budaya yang berarti pembunuhan peradaban dengan melarang penggunaan bahasa dari suatu kelompok atau suku, mengubah atau menghancurkan sejarahnya atau menghancurkan simbol-simbol peradabannya. 

Selama menjajah Indonesia, Belanda melakukan genosida secara sadis dan tidak berperi kemanuisan  berulang kali terhadap penduduk nusantara. Mereka menganggap nyawa pribumi sangat tidak beharga sehingga mereka tidak memperhitungkan berapa yang meninggal dan bahkan mereka tidak peduli meskipun penduduk suatu tempat itu musnah seluruhnya.

Menurut Pramoedya Ananta Toer dalam bukunya Jalan Raya Pos, Jalan Raya Daendels genosida yang dilakukan belanda di bumi Nusantara adalah sebagai berikut:

1.    Dilakukan oleh Jan Pietersz Coen di Bandaneira

Pada 1621, Coen memimpin sendiri pendudukan Pulau Banda. Berangkatlah armada berkekuatan 13 kapal besar, sejumlah kapal pengintai, dan 40 jungku dan sekoci. Ia membawa 1.600 orang Belanda, 300 narapidana Jawa, 100 samurai Jepang, serta sejumlah bekas budak belian. Begitu sampai di Benteng Nassau, Coen dan pasukannya menyerang Pulau Lontor dan berhasil menguasai seluruh pulau.  Kemudian Belanda mengadakan pembantaian besar-besaran terhadap penduduk. . Tak kurang dari 2.500 orang meninggal, karena ditembak, dianiaya, atau kelaparan. Dari 14.000 orang rakyat Banda, jumlah penduduk asli kepulauan Banda tinggal 480 orang setelah peristiwa pembantaian itu.


2.    Genosida yang dilakukan Daendels
 

Jalan Raya Pos itu diarsiteki gubernur jenderal Willem Herman Daendels. Karenanya, lebih dikenal dengan sebutan Jalan Daendels. Ia satu-satunya gubernur jenderal yang tidak diangkat Ratu Belanda. Tapi oleh Lodewijk Bonaparte, adik Napoleon pada tahun 1808. Ketika itu Belanda berada dalam cengkeraman Prancis, dan Napoleon mengangkat adiknya sebagai raja Belanda.

Untuk membangun jalan raya sepanjang itu, Daendels dengan kekerasan yang tiada tara mengharuskan para sultan dan bupati agar mengerahkan beribu-ribu pekerja rodi, tanpa imbalan sepeser pun. Semua batu untuk peninggian dan pengerasan dibebankan kepada para petani. Sangat berat dan sulit para petani saat mengangkut bahan-bahan untuk jalan raya itu. Apalagi kala belum ada alat-alat berat. Tenaga manusialah yang digunakan untuk mengangkutnya melalui gerobak yang ditarik sapi. Pramoedya Ananta Toer menyebutkan pembangunan jalan itu merupakan genosida atau pembunuhan secara besar-besaran. 
 
Setiap meter dari jalan yang menghubungkan dari ujung barat sampai ke ujung timur Jawa itu menelan korban ribuan rakyat. Daendels tidak memperdulikan jumlah nyawa yang melayang dalam setiap jengkal jalan itu, karena bagi penjajah nyawa rakyat pribumi tidaklah berharga. Menurut data dari Inggris beberapa tahun kemudian nyawa yang melayang membangun jalan sepanjang 1000 km yang dilaksanakan hanya satu tahun saja dan ini merupakan record tercepat dalam membangun jalan adalah 12 ribu nyawa melayang. Tapi berapa angka pastinya tidak ada yang tahu, mungkin lebih besar lagi karena tidak ada komisi khusus yang menuyelidikinya.

3.    Genosida ketika tanaman Paksa
 
Diantara genosida yang dilakukan penjajah Belanda selama menghisap pribumi Nusantara ini tanaman paksa  adalah genosida yang paling kejam dan terlama jangka waktunya. Sedangkan  pencetus dari kekejaman ini adalah Van den Bosch  Sebaliknya  Ekonomi negeri Belanda jadi membaik dan sehat. Kemakmuran rakyat Belanda dengan cepat meningkat. Setiap tahun berjuta-juta gulden mengalir dari Indonesia yang kaya raya ke negeri Belanda. Bahkan pada 1832 dan 1867 keuntungan yang diperoleh Belanda mencapai 967 juta gulden. Kala itu nilai gulden sangat tinggi, sementara dolar belum merajai perbankan seperti sekarang.

Tapi, kemakmuran negeri Belanda ini tercipta dengan korban nyawa, keringat, darah, dan air mata rakyat Indonesia. Sistem tanam paksa telah mengakibatkan terjadinya bahaya kelaparan yang merenggut nyawa ribuan orang. Pada 1844 di daerah Cirebon terjadi bahaya kelaparan yang merenggut ribuan nyawa orang dan pada 1848 daerah Demak diserang wabah kelaparan.
Demikian pula bencana kelaparan di daerah Grobogan, Jawa Tengah, pada 1849 yang dikabarkan menelang korban jiwa sebanyak 9/10 dari jumlah penduduk yang ada. Penduduk Demak yang kala itu berjumlah 336 ribu jiwa tinggal 120 ribu jiwa.

Begitu besarnya jumlah korban, hingga sistem tanam paksa ini mendapat tantangan dari sejumlah orang Belanda sendiri yang tidak tega melihat kekejaman bangsanya terhadap rakyat. Di antaranya Douwes Dekker, asisten residen Lebak, Banten, yang menggunakan nama samaran Multatuli. Karyanya Max Havelaar mengkritik pedas kekejaman bangsanya saat itu.

4.    Pembantaian yang di Pimpin Westerling Sulawesi Selatan.
 
Bagi rakyat Indonesia Raymond Pierre Paul Westerling bukan nama  yang asing, hampir seluruh rakyat Indonesia yang pernah belajar di SD mendengar dan membaca pada pelajaran sejarah bahwa pria ini adalah seorang  serdadu belanda yang memimpin pasukannya untuk membantai pejuang kemerdekaan dan rakyat Indonesia. Bahkan di Sulawesi selatan jumlah total yang dibunuhnya mencapai 40.000 nyawa. Suatu angka yang fantastis (walaupun ada yang meragukan angka ini).  Suatu tragedi pedih yang dialami generasi pejuang kemerdekaan.


Meskipun genocida yang dialami bangsa Indonesia ini sudah berlalu, namun  kita tidak boleh melupakan begitu saja peristiwa-peristiwa ini. Betapa pedihnya penderitaan rakyat kita selama dijajah oleh Belanda.  Dan generasi  Belanda sekarang ini sudah mulai berlagak suci, seperti manusia tidak berdosa saja, seolah melupakan bahwa generasi bangsa mereka pernah menjadi manusia barbar yang membunuh manusia seperti membunuh hewan saja. Dan ini tidak bisa dengan hanya meminta maaf seperti pernah dilakukan oleh  pemerintah Belanda baru-baru ini. Setidaknya ada kompensasi dari kekejaman mereka demi mengeruk keuntungan yang sangat besar dari negeri kita.
 Catatan : Naskah ini dilengkapi dari berbagai sumber antara lain:
-    https://www.konfrontasi.com/content/budaya/bukti-kekejaman-belanda-dari-tanam-paksa-sampai-kerja-rodi
-    https://republika.co.id/berita/pskdng282/12-ribu-pekerja-meninggal-saat-membuat-jalan-daendels
-    https://historia.id/politik/articles/genosida-voc-di-pulau-banda-DE0w6
-    https://id.wikipedia.org/wiki/Genosida
Gambar diambil dari google
-