Pada tahun 1960, Republik Demokratik Kongo (dulunya
dikenal sebagai Kongo Belgia) meraih kemerdekaannya dari Belgia setelah
bertahun-tahun penjajahan. Namun, perjalanan menuju kemerdekaan yang seharusnya
membawa kegembiraan bagi bangsa Kongo ternyata diwarnai oleh intrik politik,
ambisi pribadi, dan campur tangan asing yang merusak. Di tengah pergolakan
politik ini, Patrice Lumumba, seorang figur karismatik yang dipandang sebagai
simbol perjuangan kemerdekaan, naik menjadi Perdana Menteri yang pertama dari Kongo
yang merdeka.
Dalam upaya untuk menegaskan otoritas pemerintah
pusat, Lumumba meminta bantuan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan
negara-negara Barat, termasuk Amerika Serikat. Namun, dukungan asing terhadap pemerintah
Kongo tidak stabil. Terutama, Amerika Serikat dan Belgia melihat Lumumba
sebagai ancaman terhadap kepentingan mereka di Kongo. Mereka mulai mendukung
gerakan separatis di Katanga, bahkan secara diam-diam menyediakan dukungan
militer dan finansial kepada Tshombe.
Pada 5 September 1960, Lumumba dipecat dari
jabatannya sebagai Perdana Menteri oleh Presiden Joseph Kasa-Vubu. Tetapi
Lumumba menolak untuk mundur dan tetap mempertahankan dukungan dari sebagian
besar parlemen. Ini menghasilkan perebutan kekuasaan yang memuncak dalam krisis
konstitusional yang mengguncang Kongo.
Kematian
Lumumba tidak hanya merupakan tragedi bagi Kongo, tetapi juga mencerminkan
tragedi yang lebih besar dalam perjuangan bangsa-bangsa Afrika untuk
kemerdekaan dan kedaulatan. Itu menyoroti campur tangan asing yang merusak dan
intrik politik yang melibatkan kepentingan asing dalam urusan dalam negeri
Afrika. Lumumba meninggalkan warisan perjuangan untuk kemerdekaan, dan
pengorbanannya menjadi simbol perlawanan terhadap penjajahan dan intervensi
asing di Afrika.
Note : Gambar diambil dari google