Jumat, 12 Februari 2021

Perang Terdasyat yang Pernah Terjadi di Indonesia (Part II)

 


Pada postingan terdahulu sudah diungkap tiga perangdari 7 perang terdasyat di Indonesia yang dikutip dari IDN TIMES. Berikut ini kelanjutan 4 perang lagi yang tidak kalah dasyatnya yang memakan ribuan nyawa.

4. Perang Diponegoro



Perang Diponegoro dikenal dengan sebutan lain, yakni Perang Jawa. Ini adalah perang besar yang berlangsung selama lima tahun (1825-1830). Sesuai namanya, perang ini dipimpin oleh Pangeran Diponegoro, sementara di pihak musuh dipimpin oleh Jenderal Hendrik Merkus de Kock.

Dengan prinsip "sadumuk bathuk, sanyari bumi ditohi tekan pati" yang artinya sejari kepala sejengkal tanah dibela sampai mati, masyarakat Jawa berperang hingga titik darah penghabisan demi melawan Belanda. Imbas dari perang ini, sekitar 200 ribu penduduk Jawa tewas, sementara pihak Belanda kehilangan 8.000 tentara. Pasukan Jawa banyak yang gugur karena dilemahkan oleh penyakit malaria dan disentri.

5. Penyerbuan Batavia



Mungkin, perang ini tidak "sepopuler" perang lain. Tetapi, penyerbuan Batavia adalah salah satu peristiwa ikonik yang terjadi di tahun 1628-1629. Perang ini dipimpin oleh Sultan Agung dari Kesultanan Mataram yang menyerang Batavia (sekarang Jakarta), pusat VOC di Nusantara pada masa itu.

Serangan pertama terjadi di Benteng Holandia pada Oktober 1628. Meski membawa 10.000 prajurit, pasukan Mataram hancur karena kurang perbekalan. Pihak VOC menemukan 744 mayat orang Jawa, bahkan sebagian ditemukan tanpa kepala!

Lalu, serangan kedua dilakukan dengan membawa 14.000 prajurit. Sebagai antisipasi, mereka membangun lumbung-lumbung beras di Karawang dan Cirebon. Namun, mata-mata VOC menemukan lumbung beras ini dan menghancurkannya.

Pasukan yang lemah akibat kurang perbekalan, menjadi semakin lemah karena wabah malaria dan kolera. Tetapi, Sultan Agung berhasil mengotori Sungai Ciliwung dan membuat Jan Pieterszoon Coen meninggal akibat wabah kolera yang melanda Batavia.

6. Operasi Trikora



Kalau perang-perang sebelumnya melibatkan sipil, Operasi Trikora (Tri Komando Rakyat) melibatkan elemen militer. Tujuannya untuk merebut Irian Barat, karena pihak Belanda masih menganggap wilayah ini sebagai salah satu provinsi Kerajaan Belanda. Panglima perang dalam misi ini adalah Mayor Jenderal Soeharto.

Indonesia membekali dirinya dengan berbagai macam peralatan militer, seperti helikopter, pesawat pembom, kapal penjelajah, pesawat pemburu supersonik, dan lainnya. Pertempuran dahsyat pun terjadi di Laut Aru pada 15 Januari 1962. Dalam pertempuran ini, Komodor Yos Sudarso gugur karena ditembak oleh kapal Belanda.

Konflik ini berakhir dengan Persetujuan New York pada 15 Agustus 1962. Markas Besar PBB di New York menjadi tempat perundingan antara Indonesia dan Belanda. Isi Persetujuan New York adalah Belanda akan menyerahkan pemerintahan Irian Barat kepada pemerintahan Indonesia.

7. Serangan 10 November 1945



Serangan 10 November 1945 atau yang juga dikenal sebagai Pertempuran Surabaya adalah pertempuran dramatis yang akan selalu dikenang. Peristiwa ini didahului oleh insiden perobekan bendera merah putih biru di Hotel Yamato pada 18 September 1945 dan disusul dengan bentrokan bersenjata antara rakyat dan tentara Inggris. Puncaknya adalah tewasnya Brigadir Jenderal Mallaby, pimpinan tentara Inggris untuk Jawa Timur, pada 30 Oktober 1945.

Akibat kematian Mallaby, pihak Inggris mengeluarkan ultimatum 10 November 1945 agar pihak Indonesia menyerahkan persenjataan dan menghentikan perlawanan. Tentu saja, rakyat Surabaya menolak untuk tunduk. Dengan semboyan "merdeka atau mati", rakyat Surabaya terus melawan. Pertempuran berdarah ini menyebabkan 6.000-16.000 pejuang gugur dan 200.000 rakyat sipil mengungsi.

Keberanian arek-arek Suroboyo juga dipengaruhi oleh Bung Tomo yang terus mengobarkan semangat lewat pidatonya yang berapi-api. Tokoh lain yang tak kalah berpengaruh ialah KH. Hasyim Asy'ari, KH. Wahab Hasbullah, dan kyai-kyai pesantren lain. Berkat peristiwa ikonik ini, tanggal 10 November ditetapkan sebagai Hari Pahlawan.

Nah, itulah 7 perang terbesar yang pernah terjadi di Indonesia. Semoga bisa menambah semangat patriotisme dan menumbuhkan nasionalisme pada kita, ya!

Catatan:

Sumber tulisan: https://www.idntimes.com/science/discovery/nena-zakiah-1/perang-besar-yang-pernah-terjadi-di-indonesia/7

Perang Terdasyat yang Pernah Terjadi di Indonesia (Part I)


 Menyimak sejarah Indonesia, kita akan mengetahui kehidupan di nusantara ini tidak selalu melus dan tentram. Berbagai gejolak yang membuat rakyat menderita. Bahkan Bangsa kita pernah juga mengamai genosida seperti tanaman paksa yang membuat rakyat banyak yang meninggal secara perlahan-lahan, pembangunan jalan Daendels dan pembantain rakyat di Banda Neira. Secara garis besar ada 7 perang besar yang terjadi di Nusantara baik semasa zaman penjajahan maupun setelah proklamasi kemerdekan seperti yang dilansir oleh IDN TIMES.

1. Perang Gerilya Jenderal Soedirman



Perang gerilya dipimpin oleh Jenderal Besar Raden Soedirman, perwira tinggi kelahiran 24 Januari 1916. Strategi perang ini merupakan respons atas Agresi Militer Belanda II. Dalam kondisi lemah akibat penyakit TBC, Soedirman tak gentar untuk terus bergerilya melawan penjajah. Bersama sekelompok kecil tentara dan dokter pribadinya, mereka berjalan jauh melewati hutan, gunung, sungai, dan lembah.

Puncak perang ini terjadi pada pagi hari di tanggal 1 Maret 1949. Serangan besar-besaran ini dilakukan di seluruh wilayah Indonesia dengan fokus utama di Yogyakarta, ibu kota Indonesia pada masa itu. Dalam waktu 6 jam, Kota Yogyakarta berhasil dikuasai oleh pasukan Indonesia dan peristiwa ini dikenang sebagai Serangan Umum 1 Maret 1949.

Sedihnya, setelah peristiwa tersebut, Soedirman masih harus berjuang untuk melawan TBC. Ia dirawat berpindah-pindah, dari Panti Rapih, sanatorium di dekat Pakem, hingga pindah ke Magelang di bulan Desember 1949. Soedirman mengembuskan napas terakhirnya di Magelang pada 29 Januari 1950 pukul 18:30 pada usia yang relatif muda, yakni 34 tahun. Selamat jalan, pahlawan!

2. Puputan Margarana



Perang dahsyat juga pernah terjadi di Bali yang dikenal dengan Puputan Margarana, tepatnya pada 20 November 1946. Sang pemimpin perang adalah Kolonel I Gusti Ngurah Rai dan dilakukan untuk mempertahankan desa Marga dari serangan NICA. Masyarakat Bali berprinsip untuk terus melawan, pantang bagi mereka untuk mundur dan menyerah.

Karena prinsip ini, sebanyak 96 orang gugur, termasuk I Gusti Ngurah Rai. Sementara, di pihak Belanda kehilangan 400 orang akibat Puputan Margarana, lebih banyak dari pihak masyarakat Bali. Padahal, Belanda sudah mendatangkan seluruh pasukannya yang berada di Bali plus pesawat pengebom yang didatangkan dari Makassar.

3. Bandung Lautan Api



Bandung Lautan Api adalah peristiwa yang ikonik dan menggetarkan. Pada 24 Maret 1946, 200 ribu penduduk Bandung membakar rumah mereka, lalu menuju ke pegunungan di selatan Bandung. Tujuannya untuk mencegah tentara sekutu dan NICA memakai Bandung sebagai markas strategis militer.

Akibat peristiwa ini, api besar berkobar dan asap hitam mengepul di udara. Strategi ini digunakan karena kekuatan Tentara Rakyat Indonesia (TRI) tak sebanding dengan kekuatan sekutu dan NICA.

Tak tinggal diam, tentara Inggris pun menyerang sehingga terjadi pertempuran sengit di Desa Dayeuhkolot, Bandung. Di sini terdapat gudang amunisi milik tentara sekutu. Lalu, dua anggota milisi BRI (Barisan Rakjat Indonesia) ditugaskan untuk menghancurkan gudang amunisi tersebut. Mereka berdua gugur beserta gudang yang terbakar.

(Bersambung Part II)

Catatan:

Sumber tulisan: https://www.idntimes.com/science/discovery/nena-zakiah-1/perang-besar-yang-pernah-terjadi-di-indonesia/7

Minggu, 07 Februari 2021

Penjara- Penjara yang Pernah Disinggahi Bung Karno dalam Upaya Memerdekakan Bangsanya


 Segenap penduduk Republik Indonesia mungkin tidak ada yang meragukan komitmen perjuangan Proklamator Kemerdekaan RI dalam memperjuangkan bangsanya. Masa muda yang sebenarnya bisa cemerlang dan berkibar namun dihabis kan dengan perjuangan yang tiada henti, dengan susah payah sehingga ia hidup dari penjara  kepenjara. Bayangkan seorang Insinyur ketika itu, seandainya ia mau bekerja biasa saja atau bekerja dengan Belanda tentulah ia sangat kaya raya



Namun tidak, demi bangsanya ia memilih hidup susah untuk memperjuangkan cita-citanya Republik Indonesia yang merdeka dan berdaulat dengan rakyatnya yang tentram dan sehatera yang waktu itu kemungkinan akan terwujut  sangat tipis sekali. Nah inilah penjara yang dilaluinya seperti yang dilansir oleh Idntimes.

1. Lapas Banceuy


Dilansir dari jabar.kemenkumham.go.id, Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Banceuy dibangun oleh arsitek Belanda pada 1877. Lapas ini terletak di Jalan Banceuy No. 8 Kota Bandung. Penjara Banceuy yang dibangun Pemerintah Belanda ini awalnya untuk tahanan politik tingkat rendah dan kriminal.

Di penjara ini ada 2 macam sel, yaitu sel untuk tahanan politik di lantai atas dan sel untuk tahanan rakyat jelata di lantai bawah. Sukarno pernah mendekam di penjara ini. Ia menempati sel nomor 5 yang hanya berukuran 2,5 x 1,5 meter dan berisi kasur lipat juga toilet nonpermanen.

Pada 29 Desember 1929, Sukarno bersama 3 rekan dari Partai Nasionalis Indonesia (PNI), Maskoen, Soepriadinata, dan Gatot Mangkoepraja ditangkap di Yogyakarta. Ia kemudian dijebloskan ke penjara Banceuy selama lebih kurang 8 bulan.

Untuk membela dirinya, Sukarno menyusun pledoi yang sangat terkenal dengan judul Indonesia Menggugat. Pledoi ini dibacakan di sidang pengadilan yang digelar di Gedung Landraad, yang kini menjadi Gedung Indonesia Menggugat di Jalan Perintis Kemerdekaan (dahulu Jalan Gereja) Bandung, setelah sebelumnya sempat menjadi kantor Badan Metrologi.

2. Lapas Sukamiskin

Lapas Sukamiskin dibangun pada 1918. Lapas ini mulai difungsikan pada 1924 sebagai tempat hukuman bagi kaum intelektual yang dianggap melakukan kejahatan politik, karena bertentangan dengan Penguasa Belanda dengan nama “STRAFT GEVANGENIS VOOR INTELECTUELEN”. Lapas ini berlokasi di Jalan AH Nasution, nomor 114 Bandung.

Sukarno pernah menghuni kamar no 1 Blok Timur Atas. Di penjara seluas lebih dari dua hektare ini, Sukarno menjalani hukuman di salah satu sel dari 552 sel Penjara Sukamiskin sejak Desember 1930. Bung Karno kala itu ditahan karena memiliki konflik politik, di mana dia bertentangan dengan penguasa Belanda.

Kini, sel penjara yang pernah ditempati Bung Karno tersebut menjadi sebuah museum dan diberi tulisan “Bekas Kamar Bung Karno”. Lapas ini juga menjadi saksi lahirnya sebuah karya buku berjudul “Indonesia Menggugat” yang ditulis oleh Bung Karno. 

3. Kota Ende



Tempat pengasingan Bung Karno berikutnya adalah Kota Ende, yang terletak di pesisir selatan Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT). Tempat ini dulu dikenal sepi dan sunyi. Bung Karno diasingkan di Kota Ende selama empat tahun pada 14 Januari 1934 hingga 18 Oktober 1938.

Bung Karno diasingkan sebagai tahanan politik bersama keluarga kecilnya. Dia diasingkan ke Kota Ende setelah menempuh perjalanan laut selama delapan hari. Dia ditangkap oleh Pemerintah Belanda karena bergabung dengan Partai Indonesia (Partindo).

Lokasi rumah pengasingan ini berada di Jalan Perwira. Rumahnya mungil yang terdiri dari beberapa kamar, yang di dalamnya terpajang beberapa peninggalan benda-benda Bung Karno selama diasingkan.

Terbiasa berada di lingkungan yang ramai dan berinteraksi dengan banyak orang, membuat Sukarno frustasi karena harus diasingkan di tempat yang sunyi. Selama menjalani pengasingan, Sukarno diawasi super ketat oleh Pemerintah Hindia Belanda.

Meski dilanda rasa frustrasi, Sukarno tidak pernah menyerah. Dia bangkit dan mulai menjalin komunikasi dengan warga sekitar. Semua kalangan diajaknya berkomunikasi, termasuk dari berbagai agama. Selain itu, Sukarno juga banyak menghabiskan waktu untuk membaca dan berdialog dengan banyak misionaris.



4. Bengkulu



Setelah empat tahun mendekam di rumah pengasingan di Ende, Sukarno dipindahkan ke rumah pengasingan di Bengkulu. Sukarno menempati rumah pengasingan di Bengkulu pada 1938 hingga 1942.

Siapa sangka, pengasingan ini menjadi tempat berseminya cinta Bung Karno dengan Fatmawati. Di sana jugalah, Sukarno mempersunting Fatmawati menjadi istri yang memberinya lima orang anak.

Rumah pengasingan di Bengkulu memiliki satu ruang kerja yang terletak di bagian depan, satu ruang tamu, dan dua kamar tidur keluarga. Rumah pengasingan tersebut berada di jantung kota Bengkulu. Rumah pengasingan di Bengkulu ini menjadi salah satu destinasi wisata yang banyak dikenal masyarakat.

5. Berastagi




Berastagi juga menjadi tempat pengasingan Sukarno selanjutnya. Berastagi terletak di Kabupaten Karo, Sumatera Utara. Pada 1948, Berastagi menjadi tempat pengasingan Sukarno saat Belanda melakukan Agresi Militer II.

Tidak hanya Sukarno, Sutan Sjahrir, dan Haji Agus Salim juga turut diasingkan bersama Sukarno. Tetapi mereka hanya diasingkan 12 hari. Dengan alasan keamanan, ketiganya dipindahkan ke pinggir Danau Toba.

6. Pulau Bangka



Setelah Berastagi, tempat pengasingan Sukarno selanjurnya adalah Pulau Bangka, yaitu di Kota Muntok atau Mentok. Sukarno dipindahkan ke Bangka pada 1949. Ia pun menyusul jejak Hatta (Wakil Presiden Pertama Indonesia) yang lebih dulu diasingkan di kota ini.

Keduanya ditempatkan di sebuah wisma di Bukit Menumbing. Mobil Ford berpelat BN 10 menjadi salah satu peninggalan Hatta yang masih dikenang hingga sekarang.

7. Boven Digoel




Lokasi selanjutnya adalah rumah pengasingan Boven Digoel. Boven Digoel adalah penjara alam yang didirikan Pemerintah Hindia Belanda di Papua. Kondisinya cukup miris. Lokasi Boven Digoel paling terpencil, sehingga kecil kemungkinan bisa kabur dari tempat tersebut.

Selain itu, para tahanan yang ada di Boven Digoel juga terancam penyakit malaria yang kapan saja bisa merenggut dan menyerang mereka. Tempat pengasingan ini menjadi salah satu lokasi yang paling ditakuti para pejuang.

Meski begitu, kabar Sukarno yang diasingkan di Boven Digoel sempat dikatakan tidak benar. Sehingga belum dapat dipastikan apakah benar Sukarno ikut diasingkan ke tempat ini. Selain Sukarno, Hatta dan Sutan Sjahrir juga pernah diasingkan di tempat ini.

Catatan:

Tulisan diambil dari https://www.idntimes.com/news/indonesia/axel-harianja/kisah-sukarno-dan-7-penjara-tempat-pengasingannya/7












Kamis, 04 Februari 2021

Cut Nyak Meutia Pahlawan Wanita dari Aceh


Dalam usaha mengusir Belanda dari Nusantara, Aceh melahirkan banyak pejuang, tidak hanya kaum pria tapi juga kaum wanita. Yang paling terkenal adalah Cut Nyak Dien.Setelah Cut Nyak Dien adalah Cut Nyak Meutia yang tidak kalah heroiknya. Untuk lebih dekat mari kita simak kisah seperti yang dipublish di IDN Times.

1. Cut Nyak Meutia dan pasangan



Cut Meutia lahir di Perlak, Aceh, pada 1870. Ia bersama sang suami, Teuku Cik Tunong, memimpin perang di daerah Pasai. Pasangan ini menggunakan taktik gerilya untuk menghadapi Belanda.

Perjuangan mereka membuat kerugian bagi Belanda. Namun, Teuku Cik Tunong ditangkap oleh Belanda dan mendapat hukuman tembak. Setelahnya, Cut Meutia menikah kembali dengan Pang Nangru yang merupakan orang kepercayaan suaminya terdahulu.

Keduanya lalu kembali melanjutkan perjuangan Teuku Cik Tunong.

2. Berjuang hingga ke rimba



Namun, perjuangan Cut Meutia dan Pang Nangru semakin berat. Mereka semakin terdesak dan akhirnya Pang Nangru tewas. Perjuangan Cut Meutia tidak surut, ketika diminta menyerahkan diri, ia memilih hidup berpindah-pindah di hutan bersama anaknya.

Hingga akhirnya, ia tersudut di persembunyian dan dengan sebilah rencong di tangan, pada 24 Oktober 1910, Cut Meutia mencoba melakukan perlawanan, namun ia gugur karena tertembak

3. Jadi pahlawan nasional dan muncul di uang kertas



Atas jasanya, pemerintah memberikan Gelar Pahlawan Nasional pada Cut Meutia lewat SK Nomor 107 Tahun 1964. Dirinya juga menjadi pahlawan perempuan yang paling sering muncul dalam lembaran rupiah.

Cut Nyak Meutia pertama kali muncul di uang kertas rupiah tahun 1992 di nominal Rp1.000 dan Rp5.000, dalam bentuk tanda air (watermark). Kedua nominal tersebut ditarik pada 2006.

Lalu, Cut Meutia juga terlihat di nominal yang sama pada 2000, 2001, dan 2006 sebagai tanda air. Pada 2006, sosoknya baru dimunculkan sebagai gambar depan di uang nominal Rp1.000.



Catatan:

1. Naskah asli dari https://www.idntimes.com/news/indonesia/lia-hutasoit-1/biografi-cut-nyak-meutia-lawan-penjajah-di-tanah-aceh/3

2. Gambar diambil dari google