Senin, 22 Februari 2016

Culas dan Kejamnya Belanda Menghadapi Kaum Padri


Di media masa  kita sering melihat kebiadaban anggota ISIS terhadap tawanannya. Yaitu memancung kepala mereka yang sudah tidak berdaya. Melihat ini saya ingat buku sejarah, Kebiadaban ini juga dulu dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda kepada rakyat bangsa kita, malahan kepada kaum perempuan  yang sebenarnya tidak terlibat dalam dalam perjuangan, kebetulan keluarga dari pejuang yang memberontak.


Minggu yang lalu dalam Blog ini saya menulis, Misteri Perjanjian Damai Kaum paderi dengan Belanda. Disaat itu kaum Paderi sedang diatas angin, menang dalam setiap pertempuran. Belanda betul-betul terdesak. Pada waktu yang bersamaan di Jawa terjadi pemberontakan Pangeran Diponegoro. Belanda juga kewalahan, karena pasukannya tidak cukup. Aneh diluar nalar kita Kaum Paderi bersedia berdamai dengan Belanda yang sedang terdesak itu. Dengan demikian Belanda dengan leluasa menarik pasukannya dari bumi Minangkabau untuk dihadapkan dengan rakyat Jawa yang sedang memberontak.
Lima tahun lamanya dengan susah payah Belanda memadamkan  pemberontakan pangeran Jawa itu. Dan akhirnya Pangeran Diponegoro kalah, dicurangi dalam suatu perundingan dia ditangkap. Nantinya nasib dicurangi ini juga dialami oleh pimpinan Paderi Tuanku Imam Bonjol.
Selesai mengalahkan Pangeran Diponegoro, pemerintah kolonial Belanda kembali memfokuskan pasukannya untuk melawan kaum Paderi. Pada tahun 1831 pasukan Belanda yang dipimpin oleh Jnderal Michiels menyerang Naras dan Tujuh Koto, Naras, sebuah kampong yang indah habis terbakar oleh tembakan meriam belanda. Tuanku Nan Cadiak, pimpinan pasukan paderi daerah itu bersama pengikutnya mengunsi ke Bonjol melalui danau. Malang, ibu, istri dan putri Tuanku Nan Cadiak tertangkap dan dengan sadis dibantai oleh pasukan Belanda. Kepala istri Pimpinan Paderi ini dipancung, dan dipertontonkan kepada rakyat di Pariaman.
Culasnya lagi, Elout pimpinan pasukan belanda menyandera 2 orang putri Tuanku Nan Cadiak mengancam akan menganiaya mereka, sehingga membuat Tuanku Nan Cadiak terpaksa menyerah. Selanjutnya menyandera perempuan dan anak-anak merupakan pola pemerintah kolonial
Peristiwa inilah yang menurut pendapat saya, Pemerintah Kolonial Belanda jauh lebih sadis dari ISIS. ISIS hanya memancung musuhnya tapi tidak anak dan istri pejuang yang mereka tangkap yang sebenarnya tidak terlibat dalam peperangan.
Daftar kebiadaban Belanda ini mungkin akan sangat panjang kalau kita telusuri kebiadaban yang dilakukan ditempat lain. Dan ini sengaja saya tulis, karena banyak kalangan sekarang ini masih menganggap Belanda adalah Majikan mereka. Menyedihkan lagi mereka menganggap bekas perompak yang terorganisir ini sebagai pembela hak azazi manusia.



Sumber: Sjafnir Aboe Nain “TUANKU IMAM BONJOL, 1988.
Dilengkapi Gambar dari google.

Jumat, 12 Februari 2016

MISTERI PERJANJIAN DAMAI KAUM PADERI DENGAN BELANDA

Di Bukittinggi, pada pertigaan jalan Merapi dan Jalan Setia Budi berdiri dengan anggun monument perjuangan Tuanku Imam bonjol, Sang pejuang dari atas kudanya mengacungkan keris dengan penuh semangat.
Melihat monument ini saya kembali teringat pelajaran sejarah di SD dan SMP. Ada suatu misteri dalam peperangan Kaum Paderi melawan Belanda yang tidak bisa dimengerti oleh pikiran sehat kita. Yaitu ketika Kaum paderi berada diatas angin dan mendapat kemenangan di segala front, mereka bersedia mengadakan perdamaian dengan Belanda. Sedangkan  waktu itu, Belanda di Pulau Jawa sedang klabakan menghadapi pemberontakan Pangeran Diponegoro.

Dengan perdamaian ini Belanda dengan leluasa menarik pasukannya di Sumatera Barat dan memfokuskan kekuatannya untuk menghadapi pemberontakan di pulau jawa. Kondisi perang Paderi saat itu adalah seperti ini yang dipaparkan oleh buku Sjafnir Aboe Nain “TUANKU IMAM BONJOL, 1988:

Tuanku Nan Renceh memimpin rakyat Koto baru dengan semangat perang sabil pada saat Belanda menyerang negeri itu. Mereka melakukan perlawanan keras, sehingga Belanda tidak berani menyerang karena banyak korban di pihak mereka.Hal ini memaksa Belanda mundur ke Bukittingi. Penyerangan Belanda ke Kapau juga banyak menelan korban pada serdadu belanda. Beberapa pucuk meriam belanda jatuh ketangan barisan rakyat.


Dimana mana PasukanBonjol mendapat kemenangan. Pada tanggal 12 April 1823 pasukan belanda bergerak dari Pagaruyung menyerang Bukit Marapalam dengan kekuatan 8 pucuk meriam. Pasukan Belanda dipukul mundur oleh barisan Lintau sampai desa Tanjung, mereka kehilangan 4 pucuk meriam yang dirampas oleh barisan Lintau. Empat hari kemudian Belanda menyeang bukit Marapalam dari desa Tanjung. Hulubalang Bonjol datang membantu dari arah utara. Tanggal 16 April dikenal sebagai hari keprajuritan bagi pasukan Lintau karena dapat menguasai medan pertempuran. Pada peretempuran ini 3 orang perwira dan 45 serdadu Belanda mati: 9 orang perwira dan 178 prajurit menderita luka. Kekalahan di Marapalam ini merupakan kekalahan belanda yang ketiga.
Belanda tidak mempunyai kekuatan untuk menyerang kaum Paderi  yang bersemangat tinggi mempertahankan negerinya masing-masing. Walaupun begitu Tuanku Nan Barampek di Bonjol membuat perjanjian dengan Belanda di Masang pada tanggal 24 Januari 1824, yang ditanda tangani oleh Tuanku Imam, Tuanku  Nan Hitam dan tuanku nanGapuk.
Belanda meminta agar tuanku-tuanku di Bonjol mengajak para pemimpin Paderi di Ampek Koto, sebagian Agam, lima puluh dan lintau yang masih bermusuhan dengan Belanda untuk hidup damai dengan pemerintah belanda.

Perang  Diponegoro berlansung tahun 1825 sampai 1830. Setelah perang usai, Belanda kembali memfokuskan pasukannya menghajar pasukan Paderi.
Seandainya kaum Paderi tidak mau menerima tawaran Belanda untuk berdamai mungkin sejarah Indonesia akan berubah. Belanda menghadapi dua peperangan dalam waktu yang sama. Hasilnya bisa saja  kaum Paderi berhasil mengusir Belanda dari bumi Minang Kabau dan Pangeran Diponegoro mengusir Belanda dari Jawa. Namun begitulah, pejuang kita waktu itu tidak bisa membaca strategi Belanda yang culas. Sehingga generasi berikutnya membutuhkan waktu lebih dari seratus tahun untuk mengusir penjajah yang culas dan tidak pernah menang berperang jika melawan Negara modern seperti Perancis, Jerman dan Belanda.

Beberapa gambara diambil dari Google:https://www.google.com/search?hl=id&site=imghp&tbm=isch&source=hp&biw=1024&bih=475&q=perang+paderi+di+sumatera+barat&oq=Perang+Paderi&gs_l=img.1.1.0i10j0i30j0i5i30j0i10i24l4j0i24l2j0i10i24.3408.13925.0.18628.13.13.0.0.0.0.1104.2988.2-6j1j7-1.8.0....0...1.1.64.img..5.8.2980.cWCoySiu6M0#imgrc=_