Jumat, 31 Juli 2020

Detik-Detik Bung Karno dan Bung Hatta Beserta Beberapa Pemimpin Republik lainnya Ditawan Belanda Pada Agresi militer ke 2 (Part IV)



Bung Hatta dalam Memoir menulis sebagai berikut: Kira-kira pukul 12 .00 tengah hari, sesudah pulang dari siding cabinet,  aku merasa lapar dan kami sekeluarga kemudian  makan
bersama-sama. Sedang kami sibuk makan, Soerjadanna datang, maka segera saja dia saya ajak makan..Setelah selesai, aku bertanya kepada Soerjadarma, mengapa tidak ikut bergerilyai Dia menjawab, bahwa sejak beberapa waktu, dia sudah diganikan sementara sebagai pimpinan Angkatan Udara, sebab ia.akan ikut mendampingi Bung Karno melawat ke New Delhi.

Tetapi sampai hari itu pesawat terbang  yang dikirim Nehru  untuk menjenput Bung Karno belum juga tiba di Djokja.  Oleh lkarena itu , , dia pikir  lebih  baik kaJau menyertai diriku saja, sebagaimana sudnh biasa dia lakukan ..."

"Scki1ar pukul 15.00 sore, datang Mr. Gafar Pringgodigdo, Sckrctaris Negara, dikawal dua orang tentara KNIL, untuk menjeinput. diriku. Katanya ada perintah dari Panglima Belanda
yang menyerbu Djokja; saat itu dia sudah di Istana Presiden, agar aku bersama keluarga, sekretaris serta ajudan, segera datang, sambil 1nembawa pakaian. Langsung terpikir olehku,
bahwa kami akan di-internir di sana..."

"...yang diminta datang ke Istana Presiden; aku, istriku Rachmi, putriku Meutia yang baru berumur satu tahun, kedua orang mertuaku Bapak dan Ibu Rachim, sekretaris pribadi
.Idang Wangsa Widjaja dan ajudanku, Batangtaris. Soerjadarma juga ikut. Kami berjalan beriringan menyeberang jalan, menyebrang jalan menuju ke Istana Presiden. Beberapa orang pengawal dan pelayan, aku minta tetap tinggal untuk menjaga rumah:'

Selain kelompok dari rumah Bung Hatta, pada saat itu yang  ikut terkena huisarrest di Istana antara lain Ny. Fatmawati, Gunturr, Megawati, Soetan Sjahrir, Agoes Salim, Assaat,
Leimena, Moetahar, Ichsan, Soegandhi, Mangil, Pringgodigdo, Permadipoera serta pembantu rumah tangga Istana, Toekimin bersama keluarga
Bersambung Part V
Catatan:
1.      Bahan diambil dari  Julius Pour “Doorstoot Naar Djokja” Pertikaian Pemimpin Sipil Militer, Penerbit Kompas Jakarta 2010
2.      Gambar diambil dari Google








Detik-Detik Bung Karno dan Bung Hatta Beserta Beberapa Pemimpin Republik lainnya Ditawan Belanda Pada Agresi militer ke 2

'
'



Jumat, 17 Juli 2020

Detik-Detik Bung Karno dan Bung Hatta Beserta Beberapa Pemimpin Republik lainnya Ditawan Belanda Pada Agresi militer ke 2 (Part III)


Meski kompleks Istana Presiden sudah dikosongkan dan pengawa1an Polisi Militer, pasukan baret hijau Belanda masih tetap belum berani masuk Mereka tetap saja bertahan, dengan melakukan stelingdi selokan depan Kantor Pos serta parit-parit di Benteng Vredeburg.

Beberapa menit telah berlalu, suasana masih tetap sepi. Tiba-tiba lewat pengeras suara, terdengar perintah, meminta Komandan Pasukan Pengawa1 Istana keluar. Mangil Martowidjojo, pengawa pribaili Bung Kamo melukiskan kejadian saat itu, ,,Sesudah diizinkan Bapak, saya sendirian berjalan kaki, lewat halaman rumput Di teras saya melihat sebuah bendera putih, diikatkan pada pilar teras depari Istana. Saya tidak pernah tahu., siapa telah memasang, tetapi pasti bukan anggota saya ... " 
"Saya terus berjalan mendekati kedudukan tentara Belanda, tampak kepala mereka, saling bermunculan di atas tembok pagar Istana, yang hanya setinggi kurang lebih satu seperempat meter. Saya hanya melihat sedikit saja orang bule. Selebihnya, tampang-tampang Melayu. Mereka semua memakai pakaian tempur loreng-loreng mirip macan dengan bbaret warna hijau dan senapan otomatis . . .”

“Waktu itu saya masih ragu. apakah rnrreka tidak akan menembak? Saya  hanya bisa berdoa  memohon kepada Tuhan, untuk mcrnbcrikan perlindungan. Saya sudah bertekad, kalau kalau sampai ditembakl pasti akan saya balas dengan pistol Colt yang masih terselip di pinggang saya:” bcgitu jalan pikiran saya. 

 Rencana tersebut berantakan.
Dia tiba-tiba, digertak, “Lepaskan pistol mu .. _” ''Saya berhenti, melepaskan pistol ke halaman rumput Istana. Ketnudian saya berjalan menuju pojok depan sebelah kanan Istana bekas gedung pertemuan di zaman Belanda ... "  ,,Siapa kower tanya Letnan Kolonel Van Beek, sambil berdiri, berkacak pinggang. “Saya Inspektur Polisi Mangil, Komandan Polisi Pengawal Presiden”

       “Soekarno masih belum lari ke India?
       “Belum ... “
       “Awas, jangan bohong. Apa dia masih di Istana?"
       “Untuk apa saya berbohong?"
    ,”Suruh dia kemari”
'     “Tuan saja yang pergi ke sana”
    "Jangan cerewet. Aku tembak kowe, pasti langsung mati di sini.  Suruh Soekarno datang ke sini, ... cepat”

 Mangil kembali ke Istana, melapor kepada Bung Karno. Akhirnya, Presiden memutuskan keluar, diiringi Mangil, Soegandhi, Ichsan dan seorang petugas Istana, Permadipoera, membawa jas hujan untuk Bung Karno, oleh karena cuaca sedang mendung tebal, bahkan gerimis sudah mulai datang.
Van Beek mendekati Bung Karno, memberi hormat, sambil berkata, ,, U staat onder huisarrest (Anda sekarang menjadi seorang tahanan rumah “

' Bung Karna kembali ke Istana, diiringi Van Beek. Sejumlah prajurit KST mulai bermunculan, saling berdiri di halaman Istana. Sambil berjalan, Bung Karno minta Soegandhi agar secepatnya menjemput Bung Hatta. Mangil melukiskan, “,Pak Gandhi segera minta izin untuk ke Reksobajan, menjemput Bung Hatta.


Sesaat kemudian saya melihat Bung Hatta bersama rombonganpya tiba lewat pintu utara Istana. Beliau diiringi Ny. Rahmi sambil "membopong" Moetia, diikuti Komodor Soerjadarma, Wakil Kepala Kepolisian  negara Sumarto, PoerboJo Kolopaking Batangtaris   serta dua anggota polisi pengawal, Soehardja dan Soemaria”

(Bersambung Part IV)

Catatan:
1.      Bahan diambil dari  Julius Pour “Doorstoot Naar Djokja” Pertikaian Pemimpin Sipil Militer, Penerbit Kompas Jakarta 2010
2.      Gambar diambil dari Google


Sabtu, 11 Juli 2020

Detik-Detik Bung Karno dan Bung Hatta Beserta Beberapa Pemimpin Republik lainnya Ditawan Belanda Pada Agresi militer ke 2 (Part II)


Sama halnya dengan Jenderal Sudirman, Letnan Sukoco begitu kecewa dengan keputusan Bung Karno  yang memutuskan menyerah padahal ia yakin bisa menyelamatkan Bung Karno dan pemimpin lainnya. Namun ida hanyalah komandan kompi dan tidak bisa berbuat apa-apa. Sedih namun darahnya mendidih, sudah 4 tahun berjuang kok dengan mudahnya presiden dan mentri-mentri menyerah kepada Belanda.


Bendera Putih Dikibarkan.
 
Bung Karno kemudian memerintahkan Letnan I Susatio menghentikan perlawanan. Sekitar 80 pucuk senapan Lee Enfield beserta seluruh persenjataan kompi II Polisi Militer, diletakkan di halaman rumput depan istana. Dengan kedua tangan di atas kepala seluruh anggota polisi militer  keluar dari halaman istana, berbelok kekanan berbaris kea rah simpang empat ujung Malioboro. Kemudian sekali lagi belok ke kanan, masuk ke jalan Kauman.

Oleh seorang Sersan mayor KST, Susatio dan Sukoco yang semula berjalan paling belakang, diperintahkan maju mendahului anak buah mereka. Kedua perwira polisi militer tersebut juga dipesan, agar memerintahkan pasukan Republik lainnya untuk menyerahkan diri.
Setelah mulai terpisah terpisah agak jauh dari rombongan, Sukoco segera berbisik, “ Pak …Ayo melayu wae (Ayo kita lari)
Susatio mengangguk. Sekejap kemudian , mereka berdua berlari.

Menurut Sukoco, “ . . . . terdengar teriakan, kemudian bunyi tembakan, semuanya sudah saya hiraukan. Saya segera berlari Sipat kuping (Berlari kencang sekali), menghindar ke kiri masuk ke Kauman, lansung kea rah barat daya. Menyelinap dari kampung ke kampung. Akhirnya sampai ke pojok Beteng Kulon jalan besar menuju Bantul.

Nyaris bersama-sama, Susatio juga menghambur lewat kauman. Tetapi agar sulit dikejar, mereka berdua lantas berpisah. Susatio menuju arah tenggara lewat gading. Tiga hari kemudian, Komandan Polisi Militer Pengawal Istana Presiden tersebut melapor kepada Mayor CPM Sakri Sunarto, Komandan Batalyon Mobil II CPM, di markas darurat mereka, Desa Ngoto, Kabupaten Bantul.

Sukoco baru sampai di kota Bantul pada minggu malam. Selama dalam perjalanan di bertemu Letnan II Ramelan bersama 16 anggota polisi militer yang semula menjaga  kediaman wakil presiden. Mereka ikut kabur sewaktu di istana berlansung proses penyerahan diri rekan-rekannya. Sukoco, Ramelan dan anggota polisi militer itu kemudian bergabung dengan Batalyon Mobil II Corps Polisi Militer di Ngoto. Bahkan sejak akhir bulan Desember 1948 pasukan tersebut sudah mulai mengganggu pertahanan Belanda, dengan menyelinap kedalam kota pada malam hari.

Suasana yang saat itu sedang terjadi dalam istana dilukiskan oleh Bung Karno, “ . . .keadaan waktu itu sangat tegang. Tetapai justru keaadaan ku tenang sekali. Tuhan telah memberikan kepada ku kekebalan perasaan, di dalam detik-detikdi mana aku dikuasai oleh tekanan yang sangat berat. Pukul 01.30 tentara colonial mulai mengambil posisi di depan istana. Kekuatan pengawal istana yang kecil, yang kekuatannya kurang dari 1 pleton mencoba bertahan dengan gagah berani. Namun karena yang mereka hadapai kekuatan yang jauh lebih besar maka aku kemudian memerintahkan mereka untuk meletakkan senjata…”

“Lewat tengah hari aku menyuruh seorang pengawal ke luar dengan membawa bendera putih. Agar lebih meyakini dirinya, tentara belanda kemudian menembaki ruang depan istana dengan senapan mesin. Sedang bagian dalam istana sudah dikeung dengan sangat rapat sehingga aku pun secara leluasa bisa mendengar percakapan radio dari colonel Van Langen yang bertugas menyerbu. Dia melaporkan lewat radio kepada atasannya “ Jenderal kami telah menangkap  Sukarno dan menahannya di sini.

 Menurut Bung Karno “Aku katakana kepada diriku sendiri. Baiklah, kalau jadinya seperti ini. Tuhanlah yang telah menghendakinya begitu. Aku sudah tidak perlu takut …”
Pembawa bendera putih ternyata LetnanI Kemal Toping. Komandan Peleton I batalyon II Polisi Militer yang sedang tugas kawal di istana.

Satuan terdepan pasukan baret hijau KST mendekati istana dari arah Pasar Bringharjo dan kantor Pos. Letnan Kemal Toping mulai kewalahan menghadapi tembakan lawan dari dua jurusan. Dia terpaksa  memerintahkan pasukannya mundur masuk ke halaman istana. Letnan Toping juga masuk dan mengganti pakaiannya dengan pakaian preman. Dia kemudian diperintahkan membawa bendera putih ke depan istana, berjalan sampai  di kantor pos. Kesatuan-kesatuan Belanda mulai memasuki istana.
(Bersambung Part III)

Catatan:
1.    Bahan diambil dari  Julius Pour “Doorstoot Naar Djokja” Pertikaian Pemimpin Sipil Militer, Penerbit Kompas Jakarta 2010
2.    Gambar diambil dari Google

Rabu, 08 Juli 2020

Detik-Detik Bung Karno dan Bung Hatta Beserta Beberapa Pemimpin Republik lainnya Ditawan Belanda Pada Agresi militer ke 2 (Part I)



Pada hari Minggu 19 Desember 1948 Belanda menyerang Yogyakarta yang kala itu pusat pemerintahan Republik Indonesia. Belanda dengan Panglima Perangnya Jenderal Spoor memang sudah bertekat untuk melenyapkan Republik Indonesia yang diprolamirkan 4 tahun sebelumnya. Dan Belanda sukses dalam serangannya. Pemerintah Republik Indonesia dalam sidaing kabinetnya memutuskan untuk menyerah sesuatu yang sangat tidak disetujui oleh kalangan militer yang bertekat untuk terus mengadakan perlawanan



Berikut ini adalah detik-detik akhir Bung Karno dan  pemimpin lainnya ditawan Belanda? Sekitar pukul 15.15 minggu sorenya Kolone A dan Kalone B pasukan baret hijau KST Belanda dibawah pimpinan  colonel Van Beek telah sampai di depan istana presiden, pusat pemerintahan republic dan juga sekaligus kediaman resmi Bung karno. Saat itu istana dipertahankan Kompi II polisi militer di bawah komando Letnan I Susatio dengan anak buah sekitar seratus orang. Melihat  situasi semakin kritis Letnan II Sukoco Cokroatmojo komandan Peleton II mengusulkan, “Pak tinggalkan saya bersama sebagian anak-anak. Komandan selamatkan Presiden lewat pintu belakang istana …”
Setelah mempelajari situasinya, Susatio setuju kemudian menanyakan Mayor Sugandi ajudan peresiden dan penanggungjawab keamanan presiden. Rupanya Sugandi tidak berani memutuskan dan bersama-sama menghadap presiden.

Di serambi belakang istana, Presiden Sukarno sedang duduk bersama Mentri Luar Negeri Agus Salim, komodor Udara Surya Darma, Sekretaris Negara Ichsan. Suara Tembakan semakin riuh dan sudah mendekati istana. Sementara itu suara pesawat terbang yang terbang rendah membikin suasana bertambah mencekam.

“Ono op Co?” sapa Bung Karno melihat Sukoco menghadap dengan pestol di pinggang kanan dan kelewang panjang di sisi kiri. Sebenarnya tidak tidak dibolehkan siapaun menghadap Bung Karno membawa senjata. Biasanya Mangil meminta senjata diserahkan padanya. Ini mungkin karena keadaan kritis ia tidak melakukannya. Namun pengakuaannya ia sudah bersiap sedia, seandainya ada gerakan yang mencurigakan, letnan Koco lansung ia tembak.

Dengan lantang Letnan Sukoco melapor, “ Situasi semakin kritis, istana sudah hampir dikepung, sedangkan bantuan pasukan tidak mungkin kita harapkan . . .” Kemudian dengan tambah semangat ia melanjutkan kalimatnya, “Bapak sebaiknya menyelamatkan diri ke arah barat, lewat pintu belakang, dikawal Pak Susatio bersma anak-anak. Saya sendiri akan tetap di siani mempertahankan istana.
Bung Karno diam memandang tajam kea rah Sukoco. Sejenak kemudian dia menjawab dengan mengacungkan tangan kanannya ke atas, “ Begini Co, merah putih tidak akan pernah menyerah”. Dengan nada  kalimat berubah datar Bung Karno melanjutkan kalimatnya, “ Tapi kita akan serahkan saja rumah ini,. . . . istana ini”

Sukoco ketika itu  usianya baru 21 tahun (Terakhir dia Mayor Jenderal Purnawirawan ketua Legiun Veteran. “ Air mata saya tanpa sadar meleleh, tapi darah saya justru mendidih mendengar penjelasan Bung Karno. Darah muda saya tentu saja dengan keras menolak. Sudah 4 tahun kita berjuang, kok kemudian malah gampang saja memutuskan untuk menyerah? Ada apa ini?

Waktu itu Sukoco hanya komandan  kompi. Dengan demikian dia belum memperoleh informasi bahwa siding cabinet baru saja memutuskan, Presiden dan seluruh pemimpin public yang masih tinggal di istana akan tetap berada di sana untuk mencoba meneruskan tahap baru perjuangan. Tidak lagi dengan bertempur tetapi akan mencoba sebuah cara lain, jalan diplomasi.
(Bersambung Part II)
Catatan:
1.      Bahan diambil dari  Julius Pour “Doorstoot Naar Djokja” Pertikaian Pemimpin Sipil Militer, Penerbit Kompas Jakarta 2010
2.      Gambar diambil dari Google