Sabtu, 11 Juni 2022

Harimau Berpartisipasi Mengawal Rombongan PDRI yang Bergerilya di Hutan Sumatra


 Tidak lama setelah ibu kota RI di Yogyakarta dikuasai Belanda dalam Agresi Militer Belanda II, Belanda berulangkali menyiarkan berita bahwa RI sudah bubar. Karena para pemimpinnya, seperti SoekarnoHatta dan Syahrir sudah menyerah dan ditahan.



Mendengar berita bahwa tentara Belanda telah menduduki ibu kota Yogyakarta dan menangkap sebagian besar pimpinan Pemerintahan Republik Indonesia, tanggal 19 Desember sore hari, Mr. Syafruddin Prawiranegara bersama Kol. Hidayat, Panglima Tentara dan Teritorium Sumatra, mengunjungi Mr. Teuku Mohammad Hasan, Gubernur Sumatra/Ketua Komisaris Pemerintah Pusat di kediamannya, untuk mengadakan perundingan. Malam itu juga mereka meninggalkan Bukittinggi menuju Halaban, daerah perkebunan teh, 15 Km di selatan kota Payakumbuh. Hasil pertemuan itulah lahirnya PDRI

Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) adalah penyelenggara pemerintahan Republik Indonesia sejak 22 Desember 1948 hingga 13 Juli 1949, dipimpin oleh Syafruddin Prawiranegara yang disebut juga dengan Kabinet Darurat.[1] Sesaat sebelum pemimpin Indonesia saat itu, Soekarno dan Hatta ditangkap Belanda pada tanggal 19 Desember 1948, mereka sempat mengadakan rapat dan memberikan mandat kepada Syafruddin Prawiranegara untuk membentuk pemerintahan sementara

Semenjak itu mulai lah perjuangan kemedekaan Indonesia secara gerilya. Kalau di Jawa terkenal dengan pimpinannya Panglima Besar Sudirman. Sedangkan di Sumatra Pimpinan PDRI terlibat lansung dalam perjuangan itu.



Perjuangan grilya tentu saja sangat berat dan penuh penderitaan. Namun disamping itu ada juga peristiwa aneh yang terjadi. Sepeti kisah berikut ini yang dikutip dari Langgam.id.

Dalam suatu kejadian Rombongan PDRI sedang menyusuri aliran Batang Hari ke hulu dari Sungai Dareh, rombongan kabinet Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) sampai di Abai Sangir pada 7 Januari 1949. Hari itu, tepat 72 tahun yang lalu dari hari ini, Kamis (7/1/2021).

Berbeda dengan gerilya sebelumnya dari Halaban ke Bangkinang dan selanjutnya ke Sungai Dareh, perjalanan kali ini punya tantangan berbeda. Sejumlah buku mencatat, salah satu rombongan PDRI diikuti seekor harimau Sumatra dalam perjalanan dari Sungai Dareh (kini wilayah Kabupaten Dharmasraya) ke Abai Sangir (kini wilayah Solok Selatan) tersebut.

Sejarawan Mestika Zed dalam Buku “Somewhere in The Jungle: Pemerintah Darurat Republik Indonesia” (1997) menulis, perjalanan menempuh hutan belantara rombongan yang dipimpin Wakil Ketua PDRI Teuku Mohammad Hasan, terasa mencekam.

“Suasana ketakutan juga muncul dari kejadian-kejadian aneh, salah satu diantaranya, selama perjalanan, anggota rombongan PDRI selalu dikuti oleh harimau,” tulis Mestika.

Ajip Rosidi dalam Biografi “Sjafruddin Prawirangegara: Lebih Takut kepada Allah SWT” (1986) menulis, selama perjalanan rombongan Mr. Teuku M. Hasan yang melalui jalur darat diikuti oleh seekor harimau dari jarak kira – kira 20 meter saja. “Harimau itu bertingkah ganjil: dia berjalan kalau rombongan berjalan, tetapi berhenti kalau rombongan berhenti,” tulisnya.

Karena tak menggangu, tulis Ajip, sejumlah anggota rombongan menyimpulkan, harimau itu ingin mengawal dan menjaga keselamatan para pejuang kemerdekaan tersebut. “Di antara anggota rombongan ada yang menganggap bahwa harimau itu tidak lain adalah inyiak (datok) yang mengawal anggota rombongan demi keselamatan mereka dalam perjalanan. Kesimpulan demikian menimbulkan rasa tenteram di hati para anggota rombongan,” kata Mestika.



Medan yang ditempuh oleh rombongan Hasan, menurutnya, juga berat. Para pejuang tersebut menghindari jalan kampung yang terbuka, karena khawatir kembali ditembaki “cocor merah” Belanda seperti dalam perjalanan sebelumnya.



Lebih dua pekan sebelumnya, Bukittinggi, Sumatra Barat dibom pesawat-pesawat Belanda dalam Agresi Militer II pada 19 Desember 1948. Hal yang membuat para tokoh tersebut mendirikan PDRI dan mundur ke Halaban, Kabupaten Limapuluh Kota, pada 21 Desember.

Peristiwa pengawalan oleh harimau ini menurut Edison Datuak Pucuak, salah satu guru Silek (Silat) Pangean Sungai Dareh dalam seminar “Dharmasraya di Lintasan PDRI” yang digelar Pemkab Dharmasraya pada Kamis (2/1/2020) menyebut, fenomena harimau yang mengawal rombongan pejuang, merupakan bagian dari kearifan lokal masyarakat setempat.

Menurutnya, jalur yang dilalui rombongan PDRI tersebut memang lintasan harimau Sumatra. Bila berniat baik, menurutnya, harimau tak akan mengganggu, malah akan membantu menunjukkan jalan bila tersesat. Ia percaya, rombongan PDRI kala itu, dibantu oleh para tetua silek Pangean.

Catatan :

1.    Sumber tulisan https://langgam.id/kisah-harimau-kawal-gerilya-pdri-dari-sungai-dareh-ke-abai-sangir/

2.     Tulisan juga dilengkapi  dari https://id.wikipedia.org/wiki/Pemerintahan_Darurat_Republik_Indonesia

3.     Gambar diambil dari google.