Jumat, 07 Agustus 2020

Tragedy Pada Suatu Malam Dalam Perjuangan Tuanku Imam Bonjol Melawan Belanda

 

 Jika disimak dengan saksama perjuangan menguusir penjajah lebih banyak duka dari pada sukanya. Namun para pejuang yang sudah bertekat untuk mengusir penjajah tidak lagi memikirkan penderitaan yang mereka alami. Tujuan mereka jelas mengusir penjajah dengan taruhan nyawa. Silih nerganti penderitaan menimpa mereka namun mereka tetap melanjutkan perjuangan.

 

Demikian juga Tuanku Imam Bonjol dalam usahanya mengusir penjajah pernah mengalami suatu  tragedy yang hampir merenggut nyawanya ini terjadi pada suatu malam. Pada saat itu Pasukan Bonjol sedang berhadapan dengan pasukan Belanda yang berkekuatan 2109 serdadu sedang berusaha untuk merebut Bonjo. Jarak antara pasukan Belanda dan pasukan Bonjol hanya 17,5 meter, berlasnung selama tiga bulan siang dan malam. Setiap hari Belanda hanya bisa maju sekitar  setengah sampai dua setengah meter. Pasukan Bonjol cukup kuat menahan gerak maju pasukan Belanda yang dipimpin oleh  2 orang veteran perang Napeleon yaitu  jenderak Cochius dan Jenderal Michiels.

Namun sayang Pada suatu malam, tatkala penduduk Bonjol tertidur karena letih,  pasukan Belanda dapat memasuki Bonjol melalui parit benteng yang runtuh dan menikam istri Tuanku Imam dan anaknya, Muhammaa Rail. Mendengar pekik mereka, Tuanku Imam mengambil pedangnya dan diikuti anaknya, Umar Ali. Umar Ali kena tembakan peluru dan langsung rebah. Tuanku Imam mengamuk dengan pedangnya . Beberapa orang serdadu Belandan bergelimpangan ditebas pendangnya sebelum ia   rebah kena tusuk sangkur Belanda, tetapi kemudian ia berdiri menghadapi. musuhnya dan mengibaskan pedangnya. Akhimya, Tanku  lmam tiada   sadarkan diri karena kena tusuk: sanglrur 13 Liang. Pasukan belanda melarian diri sambil membawa delapan orang korban pedang  Tuanku  Imam. 



Dua hari kemudian  terjadi peperangan mati-matian antara penduduk Bonjol dan pasukan belanda . Tuanku Imam masih dalam keadaan menderita sakit. Kemudian menyingkir bersama anak dan istrinya serta pengikutnya  ke Koto Marapak, kemudian ke Ladang Rimbo dan terkhir ke Bukit Gadang.


Bersambung ke” Akhir Perjuangan Tuanku Imam Bonjol”

Catatan :
1.    Sumber tulisan: Sjafnir ABoe Nain, Tuanku Imam Bonjol, Sejarah Intelektual Islam di Minang Kabau, 1784-1832, Penerbit  Esa Padang  hal. 80-81
2.    Gambar dari google