Selasa, 11 Januari 2022

Peristiwa Gerbong Maut Bondowoso Bukti Kekejaman Belanda Kepada Rakyat Indonesia

Perang perjuangan kemerdekaan Indonesia berlansung setelah proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945. Banyak peristiwa menyedihkan dan menyayat perasaan yang dialami pejuang kemerdekaan Indonesia karena perlakuan Belanda yang diluar pri  kemanusiaan.  Ada yang berupa pembantaia, penyiksaan yang membuat rakyat sangat menderita.



Salah satu kekejaman Belanda itu adalah apa yang disebut Peristiwa Gerbang Maut Bondowoso. Peristiwa gerbong maut merupakan suatu peristiwa kemanusiaan yang terjadi di Bondowoso pada saat pemindahan tahanan dari penjara Bondowoso menuju penjara Surabaya dengan menggunakan sarana kereta api (gerbong kereta barang yang atapnya terbuat dari plat besi dan tidak berventilasi) sehingga memakan banyak korban jiwa. Peristiwa itu terjadi pada 23 November 1947 atau beberapa bulan setelah Agresi Militer Belanda I, sebanyak 116 pejuang Indonesia ditangkap Belanda.

 Pada pukul 01.30, para tawanan tersebut dibangunkan dan diperintahkan untuk berbaris. Pada pukul 05.30 barulah tawanan yang berjumlah 100 orang dipindahkan dari Penjara Bondowoso ke Stasiun Bondowoso.

Sesampainya mereka di Stasiun Bondowoso, terdapat tiga buah gerbong barang yang menunggu para tawanan. Para tawanan segera dimasukkan ke dalam gerbong. 36 tawanan dimasukkan ke gerbong pertama GR5769, 34 tawanan di gerbong kedua GR4416, dan 30 orang lainnya berada di gerbong ketiga GR10152.

Para tawanan yang berdesakan di dalam gerbong barang yang tertutup rapat tersebut tidak kemudian berangkat. Mereka masih harus menunggu dua jam hingga sekitar jam 7.30 untuk berangkat karena masih menunggu kereta dari arah Situbondo. Siksaan tersebut tidak berhenti begitu saja, setibanya mereka di Stasiun Kalisat terdapat bunyi ledakan granat dari arah rel. Ledakan tersebut merupakan upaya sabotase yang dilakukan untuk menggagalkan pemindahan, namun naas karena ledakan tersebut tidak memberikan kerusakan pada gerbong kereta, maka kereta tetap berjalan dengan pengawasan yang lebih ketat.



Gerbong yang sesak, tanpa udara membuat para tawanan tersiksa. Ketika mereka menggedor gerbong untuk meminta air, pengawal yang bertugas hanya menjawab "Air dan angin tidak ada, yang ada hanya peluru". Mereka harus menahan panas dan haus selama kurang lebih tiga jam karena kereta masih harus berhenti di Stasiun Jember.

Lega dirasa oleh para tawanan ketika terjadi hujan lebat saat memasuki Stasiun Klakah, para tawanan yang masih hidup berusaha untuk menjilat tetesan air yang masuk melalui lubang kecil di gerbong barang yang tertutup rapat tersebut. Tetapi hal itu tidak berlaku bagi gerbong ketiga GR10152 yang merupakan gerbong baru, sehingga masih belum ada lubang yang dapat sedikit mengurangi haus para tawanan di dalam gerbong.



Memasuki Stasiun Probolinggo, terdengar keras para tawanan yang memukul gerbong. disebutkan bahwa tahanan yang berada dalam gerbong berteriak kepanasan. Selanjutnya diceritakan terdengar jeritan yang mengatakan bahwa 30 orang tawanan telah mati, namun Belanda menjawab dengan tenang "Biar mati semua, saya lebih senang daripada ada yang masih hidup". Pertolongan yang mereka harapkan tidak akan pernah datang dari para pengawal yang kejam.

Setelah menempuh perjalanan panjang, kereta tiba di Stasiun Wonokromo pada pukul 22.00 yang merupakan pemberhentian terakhir mereka. Ketika tiga gerbong tersebut dibuka, tidak seorang pun keluar dari gerbong sebab tidak sanggup berdiri. Boerhanuddin dan Karsono (almarhum) merangkak keluar dengan sisa tenaga dan mulai berteriak bahwa semua orang telah tewas.

Korban Gerbong Maut


Boerhanuddin bercerita dalam buku Monumen Perjuangan Jawa Timur (1986) bahwa beliau berlari mencari air untuk diberikan kepada tawanan yang masih hidup. Kemudian tawanan yang masih hidup tersebut diperintahkan untuk mengumpulkan korban yang telah gugur.

Tercatat terdapat 46 orang meninggal dunia, 12 orang sakit parah, 30 orang yang lemas tak berdaya, serta 12 orang saja yang dapat dikatakan sehat. Dari 46 orang yang meninggal dunia tersebut, terdapat 30 orang atau seluruh tawanan yang berada di dalam gerbong ketiga GR10152 yang tewas, sebab gerbong baru tersebut tidak memiliki lubang yang dapat menjadi celah bagi masuknya air maupun udara.



Para tawanan yang masih hidup harus berhati-hati mengangkat korban yang tewas ke truk yang berada di luar peron sebab daging korban tersebut dapat mengelupas akibat mati matang. Korban-korban tersebut dibawa ke Rumah Sakit Karang Menjangan Surabaya serta tawanan yang masih hidup kembali di tahan di Penjara Bubutan Surabaya pada los khusus nomor enam.

Selama kurang lebih setengah bulan Singgih beserta para pejuang lainnya dijaga keras dan dilarang untuk berkumpul dengan tawanan lainnya. Korban yang tewas tidak diketahui dengan pasti dimana mereka dimakamkan, beberapa mengatakan bahwa mayat mereka dibuang di Sungai Wonokromo serta beberapa lainnya menyebutkan bahwa para korban dimakamkan di Sidoarjo.



Orang Belanda yang bertanggungjawab pada peristiwa maut ini adalah J. van den Dorpe adalah komandan Veiligheids Dienst Mariniers Brigade berpangkat letnan dua mariner. Penjahat kemanusiaan ini tidak pernah mempertanggungjawabkan perbuatannya ini yang tidak jauh berbeda dengan Schutzstaffel (SS) Nazi Jerman saat mengirimkan orang-orang Yahudi ke kamp konsentrasi.

 


Untuk mengenang peristiwa penuh duka ini, dibangun Monumen Gerbong Maut diresmikan oleh Pangdam VIII Brawijaya Mayjen Witarmin. Fungsi dari monumen perjuangan Gerbong Maut ini ialah untuk pendidikan yang memupuk rasa percaya diri serta suatu bukti kemenangan pejuang Indonesia walaupun hanya menggunakan senjata yang sangat sederhana. Fungsi lainnya ialah fungsi pariwisata untuk mengenang perjuangan para pahlawan tentara Republik Indonesia.



Peristiwa gerbang maut ditetapkan sebagai peristiwa sejarah agar generasi sekarang dapat mengetahui betapa penderitaan rakyat kita khususnya para pejuang dalam merebut kemerdekaan Indonesia. Dengan mengenang peristiwa sejarah semoga para pemimpin kita menyadari betapa rakyat Indonesia punya harapan yang sangat tinggi pada kemerdekaan yaitu rakyat adl dan makmur. Semoga Indonesia jaya selalu dan tidak gontok-gontokan.

 

Catatan:

1.      Naskah dikutip dari berbagai sumber diantaranya https://retizen.republika.co.id/posts/11973/peristiwa-gerbong-maut-bondowoso-1947-sejarah-pilu-yang-mulai-terlupakan

2.      Gambar diambil dari google.