Sabtu, 09 November 2019

Brigadir Jenderal Robert Guy Loder Symonds Jenderal ke 2 yang Tewas Dalam Perang Surabaya 10 November 1945


Berbicara mengenai perang Surabaya tanggal 10 November 1945 yang sekarang diperingati sebagai hari pahlawan, yang banyak diketahui orang jenderal Inggris yang tewas hanya satu yaitu Jenderal Mallaby. Padahal Ingris ketika itu sedang eforianya karena menang perang dunia ke-dua mengorbankan dua orang jenderalnya dalam perang rakyat itu. Sungguh pil pahit bagi orang Inggris.



Siapakah Jenderal Inggris yang malang itu? Dialah : Brigadir Jenderal Robert Guy Loder Symonds Komandan Detasemen Artileri Tentara Inggris di Surabaya. Namanya lumayan panjang sehingga agak payah diingat. Padahal pertempuaran baru berjalan beberapa jam ketika pihak Inggris menerima kabar kematian jenderalnya ini.

Menurut Kantor Berita Reuters, Symonds tewas akibat pesawat Mosquito yang ditumpanginya mengalami kecelakaan di landasan Lapangan Udara Morokrembangan, Surabaya pada Sabtu, 10 November 1945. Ikut tewas bersama sang jenderal seorang pilot RAF (Angkatan Udara Kerajaan Inggris) bernama Letnan Phillip Norman Osborne.

Dalam rilis yang dikeluarkan oleh Mayor Jenderal E.C.Mansergh (Panglima Tentara Inggris di Jawa Timur) dikatakan bahwa Symonds mengalami kecelakaan saat tinggal landas di Lapangan Udara Morokrembangan tepat jam 09.50.
“Pesawat yang ditumpangi oleh Brigadir Jenderal Symonds dan Letnan Osborne langsung terbakar dan menyebabkan keduanya tewas seketika,” ujar Mansergh seperti dikutip oleh Het Dagblad van Batavia pada 13 November 1945.

Namun banyak pihak yang meragukan tewasnya Symonds tewas karena kecelakaan pesawat. Ada yang mengatakan bahwa pesawatnya sengaja ditembak oleh para pejuang. Namun ceritanya gak lucu juga. Katanya seorang pemuda pejuang saat Goemoen dan kawan-kawannya menemukan sepucuk meriam anti pesawat udara yang telah rusak di gudang senjata Don Bosco bekas milik tentara Jepang. Setelah diperbaiki sana-sini, meriam itu kembali dapat digunakan. Saat mereka menyiapkan peluru dan mencari sasaran untuk ditembakan, tetiba di atas Stasiun Wates melayang sebuah Mosquito milik RAF.

“Pesawat nahas itu segera diputuskan untuk dijadikan sasaran percobaan,” tulis Barlan.
Tanpa banyak bicara, Goemoen yang memegang meriam itu mengarahkan bidikan ke pesawat yang tengah baru tinggal landas tersebut. Blaarr! Begitu peluru dilepaskan langsung mengenai sayap pesawat sehingga Mosquito itu langsung oleng dan dalam kondisi terbakar lantas jatuh di landasan pacu Lapangan Udara Morokembangan.



“Saya yakin itulah pesawat Mosquito yang ditumpangi Jenderal Loder Symonds,” ungkap Barlan yang juga merupakan veteran    Pertempuran Surabaya.

Perang Surabaya bagi Inggris mungkin merupakan suatu kemalangan. Perang dunia kedua dengan lawan yang hebat dan sepadan Jerman dan Jepang, menurut beberapa sumber Inggris tidak kehilangan seorang pun Jenderal. Tapi dibumi Indonesia ini dua jenderalnya hanya pulang nama. Dan perang Surabaya sendiri Inggris kehilangan antara 1500 sampai 2000 tentaranya. Sungguh jumlah fantastis bagi pemenang perang dunia ke-2. Belum lagi ratusan tentaranya yang keturunan India yang membelot.

Perang yang diperkirakan Inggris bisa selesai dalam waktu singkat rupanya menjadi berkepanjangan. Inggris baru bisa menguasai kota Surabaya tanggal 29 November. Namun mereka melihat dengan dikuasainya Surabaya bukan berarti perang usai. Mereka menyaksikan Secara berbondong-bondong laskar dari daerah terus berdatangan. Akhirnya Inggris hengkang dan menyerahkan daerah yang direbutnya kepada Belanda si penjajah. Dan bangsa Indonesia butuh sekitar 4 tahun untuk mengusir penjajah ini betul-betul keluar dari bumi nusantara yang indah ini.

Catatan:
1.    Bahan tulisan diolah dari https://historia.id/politik/articles/gugurnya-jenderal-kedua-D8eKA dan  http://www.ilmupadi.org/2017/12/symonds-jenderal-inggris-kedua-yang.html
2.    Gambar diambil dari google


Senin, 04 November 2019

Simon Spoor Jenderal Belanda yang Sangat Yakin Bisa Menguasai Indonesia Kembali Setelah Proklamasi Kemerdekaan (Bagian ke-2)


Kebencian Jenderal Simon Spoor kepada Sudirman sebenarnya adalah menunjukkan rasa frustasi yang semula menduga hanya dalam waktu dua minggu pekerjaannya selesai dan tuntas. Indonesia kembali seperti semula menjadi Hindia Belanda jajahan yang siap dikuras. Mereka ingin mengembalikan Indonesia layaknya kondisi sebelum mereka diusir oleh Jepang.

Pada suatu kesempatan ia mengucapkan kekesalannya  terhadap Jenderal Sudirman “Ia tadinya bekerja sebagai guru sekolah. Memang patut dipuji, tetapi sementara itu, ia "sepenuhnya besar kepala", "sombong tak terkira" mengenakan seragam dengan "tanda penghargaan Jepang, epolet berwarna emas yang bintang tiga, serta memakai kopiah".


"… Ia memandang peranannya adalah sebagai seorang "bapak" bagi pasukannya dan melambangkan semangat perjuangan nasional. Urusan organisasi dan taktis ia serahkan kepada para perwira staf yang boleh dikatakan berasal dari KNIL” Memang Jenderal Sudirman memilih stafnya tanpa memandang latar belakang mereka tapi berdasarkan kompetensi mereka. Meskipun ia berasal dari PETA tapi staf utamanya adalah Abdul Haris Nasution dan TB. Simatupang yang berlatar belakang KNIL. Inilah yang dimarahkan Spoor. Selanjutnya  jenderal Belanda ini menyatakan:


"… Ia menentang mati-matian segala bentuk perundingan dengan Belanda. Ia tidak mau menerima satu pun kompromi dan hanya puas dengan 100 persen merdeka."
"… Tindakan keras diperlukan untuk memaksa orang Indonesia mengumumkan gencatan senjata. Bertentangan dengan janji yang berulang-ulang mereka berikan kepada otoritas Belanda. Jenderal Soedirman dan tentara Republik menyabot setiap kemajuan diplomasi, ‘Klan militer mencengkeram Pemerintah Republik,"


Kepada Soedirman dan kawan-kawan, Spoor merumuskan empat syarat, TRI harus dibersihkan dari segala anasir yang tidak diinginkan, TRI hanya berlaku sebagai polisi militer untuk memerangi banditisme dan terorisme di daerah-daerah tertentu, Pasukan Belanda bertindak selaku sandaran belakang apabila ternyata TRI tidak mampu melaksanakan pekerjaannya, TRI dan pasukan Belanda berada di bawah satu komando tunggal Belanda.


Namun, Soedirman tentu saja menolak mentah-mentah syarat Belanda tersebut. TRI terus-menerus melakukan perlawanan sporadis dan sistematis terhadap tentara Belanda yang membuat Spoor makin jengkel dan kesal. Dan berita perlawanan rakyat Indonesia selalu dikumandangkan oleh radio PDRI yang Belanda tidak tahu di mana mereka berada.

Puncaknya dalah ketika pasukanTNI berhasil merebut kembali Yogyakarta meskipun hanya selama 6 Jam. Namun gaungnya terdengar kemana-mana. Mendengar berita-berita ini PBB mulai yakin bahwa Republic Indonesia masih exist, tidak seperti klaim Belanda yang menyatakan Repblik Indonesia sudah terkubur dari permukaan bumi. Karenanya PBB mendesak kedua belah pihak untuk maju ke meja perundingan. Meskipun sebenarnya dua jenderal yang bermusuhan ini Sudirman dan Spoor tidak setuju dengan perundingan.




Di meja perundingan diplomat Indonesia  Mohammad Roem menunjukkan kelasnya, memperdaya utusan Belanda Royen yang menghasilkan Konfrensi Meja Bundar yang berujung penyerahan kedaulatan Indonesia.



Jenderal Simon Spoor sangat kecewa dengan hasil perundingan ini. Namun pihal sipil Belanda juga menyalahkannya karena tidak berhasil menaklukkan TNI dalam kurun waktu tertentu. Kekecewaannya ini membuat dia jantungan dan berujung pada kematiannya pada tanggal 25 1949. Meskipun kemudian ada rumor yang menyatakan ia tewas disergap Tentara Nasional Indonesia pimpinan Maraden Pangabean di Sumatra Utara. Begitulah nasib seorang Jenderal Belanda yang sangat percaya diri dan sekarang terkubur di di Menteng Pulo, Jakarta Selatan.


Kegagalan Jendeal Spoor ini karena ia tidak memperhitungkan faktor Soedirman dan rasa nasionalisme rakyat Indonesia. Ia terlalu percaya diri dengan kemampuan tempur anak buahnya. Rasa frustrasinya ini terus dibawanya hingga hari kematiannya tiba

Catatan :
1.    Bahan di olah dari
-http://www.indeksberita.com/jenderal-spoor-panglima-terlalu-percaya-diri/
-https://republika.co.id/berita/selarung/suluh/plzrae354/seteru-seru-jenderal-soedirman-vs-jenderal-spoor
- Seri Buku Tempo, Soedirman: Seorang Panglima, Seorang Martir, Pt. Gramedia Jakarta
2.    Gambar diambil dari google

Simon Spoor Jenderal Belanda yang Sangat Yakin Bisa Menguasai Indonesia Kembali Setelah Proklamasi Kemerdekaan (Bagian Pertama)


Belanda yang dalam sejarah tidak pernah menang berperang dengan negara yang berdaulat.   Ketika diserbu Jerman pada perang dunia ke-2,  dalam hitungan minggu keok dan takluk. Ratu yangmenjadi symbol kerajaan mereka melarikan diri ke Inggris. Demikian juga negeri jajahannya Indonesia,  ketika diserbu Jepang terpaksa mereka lepaskan. Belanda hanya bisa menang perang dengan rakyat yang hanya bersenjata tombak, golok atau senjata seadanya saja. Dan itupun Belanda terkenal licik dan tidak satria.



Berdasarkan fakta sejarah tersebut kita yakin setelah kita memproklamirkan kemerdekaan  tanggal 17 Agustus 1945, kalau Belanda datang lagi ke Indonesia dengan gampang para pejuang kita menguburnya di laut. Apalagi ketika itu semangat kemerdekaan rakyat Indonesia sedang menyala-nyala. Entah menyadari itu maka Belanda datang dengan licik membonceng tentara Inggris.
Mereka berniat kembali untuk menikmati hidup sebagai bos yang memeras negeri jajahan tanpa memperdulikan Indonesia sudah merdeka. Tersebutlah seorang jenderal mereka Simon Spoor yakin seyakin yakinnya bahwa Indonesia bisa dikuasia kembali dengan mudah. Dalam pandangannya sebagian besar rakyat Indonesia masih mengharapkan Belanda yang berkuasa.

Segera setelah dipercaya memimpin pasukan, Spoor yang lahir tanggal 12 Januari 1902 ini langsung menyiapkan strategi untuk menguasai seluruh Indonesia dengan cara militer. Di sela persiapan itu dia masih sempat membuat gebrakan lain, yaitu menggugat eks perwira KNIL, terutama yang lulusan KMA Breda, seperti Didi Kartasasmita (Komandan pertama Komandemen Siliwangi) dan Suryadi Suryadarma (KSAU pertama). Bagi Spoor, mereka tak lebih adalah “pengkhianat”
Karena dengan keluar dari KNIL dan bergabung dengan TNI, artinya mereka telah melanggar sumpah setia pada raja atau ratu Belanda. Karenanya Spoor memerintahkan pada jajarannya, bila suatu saat harus berunding dengan orang-orang seperti itu, agar meninggalkan meja perundingan atau memboikot. Memang TKR kita sebagai besar terdiri dari bekas KNIL dan Peta bentukan Jepang.

Namun kemudian kenyataan yang dihadapi oleh jenderal tamatan Koninklijke Militaire Academie ini jauh berbeda. Menaklukkan TNI tidak semudah yang diperkirakannya. Dari perhitungan di atas kertas, Jawa akan takluk dalam dua minggu,  namun setelah berbulan-bulan belum juga membuahkan hasil. Maka dilancarkan serangan gencar yang kita kenal dengan agresi. Agresi pertama, hasil tidak seperti yang diharapkan. Pada agresi ke-dua yang mereka lancarkan pada akhir tahun tanggal 19 Desember 1948 mereka berhasil dengan gemilang. Presiden Republik Indonesa beserta wakil Sukarno – Hatta berhasil mereka tawan. Bukan main bangganya Belanda ketika  terutama tentu Jenderal mereka Simon Spoor. Republik Indonesia telah lenyap terkubur dari permukaan bumi. Bangsa Belanda betul-betul bahagia Mendapatkan  kembali tanah jajahan yang luasnya ratusan  kali dari negeri mereka dan sangat kaya sumber alamnya.

Namun kegembiraan  itu tidak berlansung lama. Tidak lama setelah  itu melalui radio mereka mendengarkan siaran dari Pemerintah Darurat Republik Indonesia(PDRI) di Sumatra yang merupakan kelanjutan Pemerintah Negara Republik Indonesia yang sudah mereka umumkan ke seluruh dunia sudah berakhir.

Dengan penasaran dan jengkel menggunakan segala fasilitasyang ada mereka memburu keberadaan  PDRI tersebut. Berbagai daerah di sekitar Bukittinggi yang merupakan pusat pemerintahan darurat itu diserbu dan dibombardir dari udara. Namun jangankan berhasil mereka selalu seperti menemukan ruang yang hampa. Mereka tidak pernah berhasil menemukan dimana kedudukan pemerintahan darurat itu.

Kejengkelan mereka  makin meningkat ketika  di Pulau Jawa pasukan grilya yang dipimpin oleh Jenderal Sudirman mulai mengganggu ketenangan tentara pendudukan Belanda di manapun berada. Dan kemenangan –kemenagan kecil dan juga aktifitas melawan Belanda ini disiarkan oleh radio PDRI keseluruh penjuru dunia. Jenderal Spoor kesal sekali mendapati semua itu. Ia sangat benci dengan sosok Jenderal Sudirman.

Spoor tidak pernah bertemu langsung dengan Soedirman, bahkan di medan perang. Namun, kejengkelan pria Belanda ini kepada tentara Indonesia benar-benar sudah di ubun-ubun. Menurut Spoor, seperti yang ditulis dalam buku "Jenderal Spoor, Kejayaan dan Tragedi Panglima Tentara Belanda Terakhir di Indonesia" (2015), sebagian besar masyarakat Indonesia masih menginginkan Belanda tetap memerintah. Hanya segelintir kecil kelompok yang terus-menerus mengumandangkan kemerdekaan. Kelompok kecil ini, Spoor menegaskan, harus diberangus, termasuk militer Indonesia.


"Tuan-tuan itu," demikian Spoor biasa menamakan para juru runding Republik, harus mengakui "dengan terus terang" bahwa mereka tidak menguasai pasukannya. Ia menyatakan ketidakpuasannya tentang para militer Republik di meja rapat yang menurut dia tanpa kecuali merupakan "mitra bicara yang sepenuhnya tidak kompeten", yang keistimewaan utamanya adalah "kesombongan tak terkira". Namun, apalah yang dapat diharapkan dari "seorang bintara, juru tulis, dan kepala sekolah yang dipromosikan sebagai jenderal," tambahnya sinis. Memang Sudirman sebelum menjadi tentara adalah seorang guru.





Hampir  setiap hari Spoor memerintahkan pasukannya memburu keberadaan Jenderal Sudirman. Namun sama halnya dengan memburu keberadaan pantolan PDRI mereka selalu gagal menyergap dan menangkap jenderal sederhana yang karena sakit ditandu keman-mana. Sementara itu pasukan TNI menyerang secara seporadis pos-pos pasukan Belanda. (Bersambung ke bagiaan dua)

Catatan :
1.    Bahan di olah dari
-http://www.indeksberita.com/jenderal-spoor-panglima-terlalu-percaya-diri/
-https://republika.co.id/berita/selarung/suluh/plzrae354/seteru-seru-jenderal-soedirman-vs-jenderal-spoor
- Seri Buku Tempo, Soedirman: Seorang Panglima, Seorang Martir, Pt. Gramedia Jakarta
2.    Gambar diambil dari google


Rabu, 23 Oktober 2019

Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) Apa itu? (Bagian ke-2)


Mengetahui dan mendengar telah dideklerasikan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) Belanda merasa di pencundangi. Mereka  telah mengumumkan keseluruh dinia  menggunakan seluruh media dan alat propaganda yang mereka milki bahwa Repuplik Indonesia telah hapus darimuka bumi. Ini mereka buktikan dengan telah ditangkapnya hampir seluruh tokoh penting Republik termasuk Presiden dan wakil Presiden. Kemudian alangkah malunya mereka  ketika  dunia mendengar melalui radio bahwa pemerintahan Indonesia masih exist.



Belanda tidak tinggal diam. Mereka memburu dan menggempur daerah-daerah yang diperkirakan dimana beradanya PDRI. Mr. T.M Hasan yang menjabat sebagai Wakil Ketua PDRI, merangkap Menteri Dalam Negeri, Agama, Pendidikan dan Kebudayaan, menuturkannya bahwa rombongan mereka kerap tidur di hutan belukar, di pinggir sungai Batanghari, dan sangat kekurangan bahan makanan. Mereka pun harus menggotong radio dan berbagai perlengkapan lain. Kondisi PDRI yang selalu bergerilya keluar masuk hutan itu diejek radio Belanda sebagai Pemerintah Dalam Rimba Indonesia. 

Sjafruddin membalas,
Kami meskipun dalam rimba, masih tetap di wilayah RI, karena itu kami pemerintah yang sah. Tapi, Belanda waktu negerinya diduduki Jerman, pemerintahnya mengungsi ke Inggris. Padahal menurut UUD-nya sendiri menyatakan bahwa kedudukan pemerintah haruslah di wilayah kekuasaannya. Apakah Inggris jadi wilayah kekuasaan Belanda? Yang jelas pemerintah Belanda tidak sah.

Sekitar satu bulan setelah agresi militer Belanda, dapat terjalin komunikasi antara pimpinan PDRI dengan keempat Menteri yang berada di Jawa. Mereka saling bertukar usulan untuk menghilangkan dualisme kepemimpinan di Sumatra dan Jawa.
Setelah berbicara jarak jauh dengan pimpinan Republik di Jawa, maka pada 31 Maret 1949 Prawiranegara mengumumkan penyempurnaan susunan pimpinan Pemerintah Darurat Republik Indonesia sebagai berikut: 

•    Mr. Syafruddin Prawiranegara, Ketua merangkap Menteri Pertahanan dan Penerangan,
•    Mr. Susanto Tirtoprojo, Wakil Ketua merangkap Menteri Kehakiman dan Menteri Pembangunan dan Pemuda,
•    Mr. Alexander Andries Maramis, Menteri Luar Negeri (berkedudukan di New Delhi, India).
•    dr. Sukiman, Menteri Dalam Negeri merangkap Menteri Kesehatan.
•    Mr. Lukman Hakim, Menteri Keuangan.
•    Mr. Ignatius J. Kasimo, Menteri Kemakmuran/Pengawas Makanan Rakyat.
•    Kyai Haji Masykur, Menteri Agama.
•    Mr. T. Moh. Hassan, Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan.
•    Ir. Indracahya, Menteri Perhubungan.
•    Ir. Mananti Sitompul, Menteri Pekerjaan Umum.
•    Mr. Sutan Mohammad Rasjid, Menteri Perburuhan dan Sosial.

Pejabat di bidang militer:
•    Letnan Jenderal Sudirman, Panglima Besar Angkatan Perang RI.
•    Kolonel Abdul Haris Nasution, Panglima Tentara & Teritorium Jawa.
•    Kolonel R. Hidajat Martaatmadja, Panglima Tentara & Teritorium Sumatra.
•    Kolonel Mohammad Nazir, Kepala Staf Angkatan Laut.
•    Komodor Udara Hubertus Suyono, Kepala Staf Angkatan Udara.
•    Komisaris Besar Polisi Umar Said, Kepala Kepolisian Negara.

Kemudian tanggal 16 Mei 1949, dibentuk Komisariat PDRI untuk Jawa yang dikoordinasikan oleh Mr. Susanto Tirtoprojo, dengan susunan sbb.:
•    Mr. Susanto Tirtoprojo, urusan Kehakiman dan Penerangan.
•    Mr. Ignatius J. Kasimo, urusan Persediaan Makanan Rakyat.
•    R. Panji Suroso, urusan Dalam Negeri.

Selain dr. Sudarsono, Wakil RI di India, Mr. Alexander Andries Maramis, Menteri Luar Negeri PDRI yang berkedudukan di New Delhi, India, dan Lambertus N. Palar, Ketua delegasi Republik Indonesia di PBB, adalah tokoh-tokoh yang sangat berperan dalam menyuarakan Republik Indonesia di dunia internasional sejak Belanda melakukan Agresi Militer Belanda II. Dalam situasi ini, secara de facto, Mr. Syafruddin Prawiranegara adalah Kepala Pemerintah Republik Indonesia.
Perlawanan bersenjata dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia serta berbagai laskar di Jawa, Sumatra serta beberapa daerah lain. PDRI menyusun perlawanan di Sumatra. Tanggal 1 Januari 1949, PDRI membentuk 5 wilayah pemerintahan militer di Sumatra: 

•    Aceh, termasuk Langkat dan Tanah Karo.
o    Gubernur Militer: Tgk Daud Beureu'eh di Beureu'eh
o    Wakil Gubernur Militer: Letnan Kolonel Askari
•    Tapanuli dan Sumatra Timur Bagian Selatan.
o    Gubernur Militer: dr. Ferdinand Lumban Tobing
o    Wakil Gubernur Militer: Letnan Kolonel Alex Evert Kawilarang
•    Riau
o    Gubernur Militer: R.M. Utoyo
o    Wakil Gubernur Militer: Letnan Kolonel Hasan Basry
•    Sumatra Barat.
o    Gubernur Militer: Mr. Sutan Mohammad Rasjid
o    Wakil Gubernur Militer: Letnan Kolonel Dahlan Ibrahim
•    Sumatra Selatan.
o    Gubernur Militer: dr. Adnan Kapau Gani
o    Wakil Gubernur Militer: Letnan Kolonel Maludin Simbolon.


Sesungguhnya, sebelum Soekarno dan Hatta menyerah, mereka sempat mengetik dua buah kawat. Pertama, memberi mandat kepada Menteri Kemakmuran Mr. Sjafruddin Prawiranegara untuk membentuk pemerintahan darurat di Sumatra. Kedua, jika ikhtiar Sjafruddin gagal, maka mandat diberikan kepada Mr. A.A.Maramis untuk mendirikan pemerintah dalam pengasingan di New Delhi, India. Tetapi Sjafruddin sendiri tidak pernah menerima kawat itu. Berbulan-bulan kemudian barulah ia mengetahui tentang adanya mandat tersebut. 

Menjelang pertengahan 1949, posisi Belanda makin terjepit. Dunia internasional mengecam agresi militer Belanda. Sedang di Indonesia,pasukannya tidak pernah berhasil berkuasa penuh. Ini memaksa Belanda menghadapi RI di meja perundingan.
Belanda memilih berunding dengan utusan Soekarno-Hatta yang ketika itu statusnya tawanan. Perundingan itu menghasilkan Perjanjian Roem-Royen. Hal ini membuat para tokoh PDRI tidak senang, Jendral Sudirman mengirimkan kawat kepada Sjafruddin, mempertanyakan kelayakan para tahanan maju ke meja perundingan. Tetapi Sjafruddin berpikiran untuk mendukung dilaksanakannya perjanjian Roem-Royen. 

Setelah Perjanjian Roem-Royen, Mohammad Natsir meyakinkan Syafruddin Prawiranegara untuk datang ke Jakarta, menyelesaikan dualisme pemerintahan RI, yaitu PDRI yang dipimpinnya, dan Kabinet Hatta, yang secara resmi tidak dibubarkan.
Setelah Persetujuan Roem-Royen ditandatangani, pada 13 Juli 1949, diadakan sidang antara PDRI dengan Presiden Soekarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta serta sejumlah menteri kedua kabinet. Pada sidang tersebut, Pemerintah Hatta mempertanggungjawabkan peristiwa 19 Desember 1948. Wakil Presiden Hatta menjelaskan 3 soal, yakni hal tidak menggabungkan diri kepada kaum gerilya, hal hubungan Bangka dengan luar negeri dan terjadinya Persetujuan Roem-Royen. 

Sebab utama Soekarno-Hatta tidak ke luar kota pada tanggal 19 Desember sesuai dengan rencana perang gerilya, adalah berdasarkan pertimbangan militer, karena tidak terjamin cukup pengawalan, sedangkan sepanjang yang diketahui dewasa itu, seluruh kota telah dikepung oleh pasukan payung Belanda. Lagi pula pada saat yang genting itu tidak jelas tempat-tempat yang telah diduduki dan arah-arah yang diikuti oleh musuh. Dalam rapat di istana tanggal 19 Desember 1948 antara lain KSAU Soerjadi Soerjadarma mengajukan peringatan pada pemerintah, bahwa pasukan payung biasanya membunuh semua orang yang dijumpai di jalan-jalan, sehingga jika mereka ke luar maka haruslah dengan pengawalan senjata yang kuat. 

Pada sidang tersebut, secara formal Syafruddin Prawiranegara menyerahkan kembali mandatnya, sehingga dengan demikian, M. Hatta, selain sebagai Wakil Presiden, kembali menjadi Perdana Menteri. Setelah serah terima secara resmi pengembalian Mandat dari PDRI, tanggal 14 Juli, Pemerintah RI menyetujui hasil Persetujuan Roem-Royen, sedangkan KNIP baru mengesahkan persetujuan tersebut tanggal 25 Juli 1949. 

Begitulah kisah heroic perjuangan PDRI untuk melanjutkan keberadaan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang nyaris bubar oleh serangan Belanda pada agresi kedua. Seharusnya moment penting dalam sejarah ini menjadi bacaan wajib di sekolah sehingga generasi milenial ini mengetahui betapa berat perjuangan generasi 45 dalam mempertahankan kemerdekaan yang kita  nikmati sekarang

1.Sumber tulisan
-https://id.wikipedia.org/wiki/Pemerintahan_Darurat_Republik_Indonesia
- Fajar Rillah Veski, “ Tambiluak” Tentang PDRI dan Peristiwa Situjuh, Citra Budaya Indonesia, Padang.
2. Gambar diambil dari google



 

Minggu, 20 Oktober 2019

Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) Apa itu? (Bagian Pertama)


Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai pahlawannya. Begitu salah satu ungkapan tentang sejarah. Namun kalau kita bincang-bincang tentang beberapa momen sejarah banyak dari generasi milenial ini seperti merasa asing dan tidak mengetahuinya sama sekali. Salah satunya adalah tentang PDRI, Pemerintahan Darurat Republik Indonesia, banyak yang tidak tahu. Bahkan saya pernah dengar seorang tokoh mengacaukan antara PDRI dan PRRI. Dengan pertimbangan itulah maka tulisan ini dibuat



Dibandingkan dengan Negara-negara di Asia Tenggara ini, bangsa Indonesia adalah bangsa yang merebut kemerdekaannya melalui  perjuangan yang  pengorbanan  nyawa dan harta yang besar. Kita merebutnya dengan revolusi bersenjata yang mengorbankan ribuan  para pejuang untuk mengusir Belanda yang sebelumnya sudah terusir dengan mudah oleh Jepang. Namun dengan bantuan Inggris sebagai Negara  pemenang perang dunia ke 2 Belanda berhasil masuk kembali ke Indonesia. Kalaulah Belanda datang sendiri setelah diusir Jepang itu pastilah Negara Kesatuan Republik Indonesia ketika itu bisa menghalaunya  dengan mudah karena Belanda tidak pernah menang perang melawan suatu Negara yang berdaulat.

Perjuangan merebut kemerdekaan yang ditempuh bangsa Indonesia sungguh luar biasa rintangannya. Belanda yang sudah masuk dengan bantuan Inggris itu memiliki persenjataan lengkap dan tentara yang terlatih. Sehingga ibu kota  Negara Republik Indonesia yang ditetapkan Jakarta itu terpaksa diungsikan ke Yogyakarta. Namun Belanda yang sudah menikmati rampokannya selama hampir tiga setengah abad kekayaan Indonesia itu berjuang mati-matian untuk kembali merebutnya.

Target mereka jelas untuk menghapuskan Negara kesatuan Republik Indonesia agar mereka kembali menikmati kekayaan Indonesia yang luar biasa ini. Dan pemerintah yang telah berpusat di Yogyakarta itu pun diserbu. Dan berhasil, Bahkan mereka berhasil menawan hampir semua pimpinan kunci Republik yang baru berdiri itu, termasuk presiden dan wakil presidennya Sukarno Hatta.
Bangsa Belanda bergembira ria mereka mengumumkan kepada seluruh dunia bahwa Republik Indonesia telah hapus dari permukaan bumi. Belanda merasa sudah berhasil merebut kembali sorga mereka yang hilang.

Sementara itu di Sumatra mendengar berita bahwa tentara Belanda telah menduduki ibu kota Yogyakarta dan menangkap sebagian besar pimpinan Pemerintahan Republik Indonesia, tanggal 19 Desember sore hari, Mr. Syafruddin Prawiranegara bersama Kol. Hidayat, Panglima Tentara dan Teritorium Sumatra, mengunjungi Mr. Teuku Mohammad Hasan, Gubernur Sumatra/Ketua Komisaris Pemerintah Pusat di kediamannya, untuk mengadakan perundingan. Malam itu juga mereka meninggalkan Bukittinggi menuju Halaban, daerah perkebunan teh, 15 Km di selatan kota Payakumbuh. 

Sejumlah tokoh pimpinan republik yang berada di Sumatra Barat dapat berkumpul di Halaban, dan pada 22 Desember 1948 mereka mengadakan rapat yang dihadiri antara lain oleh Mr. Syafruddin Prawiranegara, Mr. T. M. Hassan, Mr. Sutan Mohammad Rasjid, Kolonel Hidayat, Mr. Lukman Hakim, Ir. Indracahya, Ir. Mananti Sitompul, Maryono Danubroto, Direktur BNI Mr. A. Karim, Rusli Rahim dan Mr. Latif. Walaupun secara resmi kawat Presiden Soekarno belum diterima, tanggal 22 Desember 1948, sesuai dengan konsep yang telah disiapkan, maka dalam rapat tersebut diputuskan untuk membentuk Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI), dengan susunan sebagai berikut: 

•    Mr. Syafruddin Prawiranegara, Ketua PDRI/Menteri Pertahanan/ Menteri Penerangan/Menteri Luar Negeri ad interim
•    Mr. T. M. Hassan, Wakil Ketua PDRI/Menteri Dalam Negeri/Menteri PPK/Menteri Agama,
•    Mr. Sutan Mohammad Rasjid, Menteri Keamanan/Menteri Sosial, Pembangunan, Pemuda,
•    Mr. Lukman Hakim, Menteri Keuangan/Menteri Kehakiman,
•    Ir. Mananti Sitompul, Menteri Pekerjaan Umum/Menteri Kesehatan,
•    Ir. Indracaya, Menteri Perhubungan/Menteri Kemakmuran.

 
Keesokan harinya, 23 Desember 1948, Sjafruddin berpidato:
"... Belanda menyerang pada hari Minggu, hari yang biasa dipergunakan oleh kaum Nasrani untuk memuja Tuhan. Mereka menyerang pada saat tidak lama lagi akan merayakan hari Natal Isa AS, hari suci dan perdamaian bagi umat Nasrani. Justru karena itu semuanya, maka lebih-lebih perbuatan Belanda yang mengakui dirinya beragama Kristen, menunjukkan lebih jelas dan nyata sifat dan tabiat bangsa Belanda: Liciknya, curangnya, dan kejamnya.
Karena serangan tiba-tiba itu mereka telah berhasil menawan Presiden, Wakil Presiden, Perdana Menteri, dan beberapa pembesar lain. Dengan demikian, mereka menduga menghadapi suatu keadaan negara republik Indonesia yang dapat disamakan dengan Belanda sendiri pada suatu saat negaranya diduduki Jerman dalam Perang Dunia II, ketika rakyatnya kehilangan akal, pemimpinnya putus asa dan negaranya tidak dapat ditolong lagi.
Tetapi kita membuktikan bahwa perhitungan Belanda itu sama sekali meleset. Belanda mengira bahwa dengan ditawannya pemimpin-pemimpin kita yang tertinggi, pemimpin-pemimpin lain akan putus asa. Negara RI tidak tergantung kepada Sukarno-Hatta, sekalipun kedua pemimpin itu sangat berharga bagi kita. Patah tumbuh hilang berganti.
Kepada seluruh Angkatan Perang Negara RI kami serukan: Bertempurlah, gempurlah Belanda di mana saja dan dengan apa saja mereka dapat dibasmi. Jangan letakkan senjata, menghentikan tembak-menembak kalau belum ada perintah dari pemerintah lisyang kami pimpin. Camkanlah hal ini untuk menghindarkan tipuan-tipuan musuh."


Sejak itu PDRI menjadi musuh nomor satu Belanda. Tokoh-tokoh PDRI harus bergerak terus sambil menyamar untuk menghindari kejaran dan serangan Belanda.  (Bersambung ke bagian ke-2)
Catatan:

1.Sumber tulisan

-https://id.wikipedia.org/wiki/Pemerintahan_Darurat_Republik_Indonesia

- Fajar              - Fajar Rillah Veski, “ Tambiluak” Tentang PDRI dan Peristiwa Situjuh, Citra Budaya Indonesia, Padang.
2. Gam              2. Gambar  diambil dari google