Senin, 31 Mei 2021

Mengenal Lebih Dekat Haji Agus Salim, Diplomat Ulung dan Pahlawan Kemerdekaan RI

 


Kali ini kita membahas lagi seorang pejuang kemerdekaan yang berasal dari pulau Sumatra. Haji Agus Salim. Bagi yang suka sejarah pasti tidak asing lagi dengan tokokh yang satu ini. Kemampuan intelektualnya yang luar biasa diakui oleh Negara-negara barat. Dalam perundingan-perundingan dengan Belanda yang licik ia bisa mengimbangi sehingga Diplomat belanda pun mengakui kecerdasannya.

Untuk mengenal lebih dekat tokoh yang berasal dari Koto Gadang Bukittinggi ini, berikut kami kutipkan artikel dari Idtimes.com.

1. Hidup sederhana, Agus Salim memegang teguh prinsipnya



Memang kehidupan Agus Salim begitu sederhana, tapi di situ justru yang menarik. Dia mencoba memegang teguh prinspinya. Sebenarnya pendidikan dan kemampuan dia bisa membuat hidupnya nyaman jika bekerja untuk pemerintah Hindia Belanda, tapi ia memilih resistan.

Lantaran sikap kritisnya terhadap kebijakan pemerintah kolonial, Agus Salim kesulitan mencari nafkah. Bahkan, saat menemui seorang teman di kantor Belanda, dia mendapat ejekan.

“Coba kalau mau bekerja sama Belanda, tentu kau tidak seperti sekarang, tak punya apa-apa” ujar teman Agus Salim.

Tak berapa lama, datang seorang adviseur Belanda. Ketika melihat Salim, ia datang kepadanya memberi hormat dan mengulurkan tangan. Sesudah adviseur Belanda pergi, Agus Salim berkata, “Coba kalau saya bekerja sama Belanda, tentu seperti kau. Melihat majikanmu datang, engkau merasa ketakutan. Meskipun saya tidak bekerja, dia hormat kepada saya," ucap dia.

2. Agus Salim bukan hanya diplomat ulung, melainkan juga diplomat pertama merintis jalan Indonesia dengan dunia internasional



Mohammad Hatta menilai Agus Salim sebagai tokoh yang tiada tandingannya dalam bersilat lidah, kecerdasannya terlihat lewat lisan dan tulisan, apalagi ketika ia beradu argumentasi.

Bahkan, pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Mesir secara de jure tidak terlepas dari tangan dingin Haji Agus Salim. Karena itulah pengakuan de jure pertama di dunia Internasional.

Solichin Salam, sejarawan dan penulis sejumlah biografi tokoh Indonesia dalam bukunya Hadji Agus Salim: Pahlawan Nasional (1965) menilai, Agus Salim bukan hanya diplomat ulung, melainkan juga diplomat pertama yang merintis jalan bagi Indonesia dalam hubungan maupun kegiatan-kegiatan dengan dunia internasional.

3. Agus Salim menguasai sembilan bahasa dunia



Agus Salim memiliki kemampuan bahasa luar biasa. Ia menguasai sembilan bahasa mulai dari bahasa Belanda, Arab, Inggris, Jerman, Prancis, Latin, China, Jepang, hingga Turki. Selain itu, dia juga menguasai bahasa daerah seperti Minang, Jawa, Sunda membuat dia menjadi diplomat dan penerjemah, konsulat di Jeddah.

Kepiawaian Agus Salim dalam urusan bahasa memang tak dapat diragukan. Ia juga menerjemahkan beberapa buku asing. Dia pernah memimpin redaksi di beberapa surat kabar dan namanya termasuk dalam panitia sembilan dan sebagai perancang hukum dasar.

4. Agus Salim tidak ingin sekolahkan anaknya



Dalam mendidik anak-anaknya di rumah bersama istrinya, pada awal perkawinan, Agus Salim menganjurkan istrinya Zaitun Nahar banyak membaca dan belajar.

“Kalau kita punya anak nanti, tak usah kita sekolahkan mereka ke sekolah Belanda. Kita sendiri yang harus mengajar mereka!” kata dia.

Agus Salim tidak ingin anaknya dicekoki pemikiran dan kebudayaan penjajah. Dia menganggap, pendidikan saat itu sangat diskriminatif, seperti pemberian nilai rendah bagi pribumi meski kemampuan mereka sama atau bahkan melebihi orang Belanda.

Keputusan Agus Salim dianggap aneh oleh kerabat dan tetangga, sebab anaknya tidak bersekolah formal. Padahal dia orang terpelajar berpendidikan tinggi. Dengan model pendidikan homeschooling, anak-anak Agus Salim meraih sukses dalam kehidupannya.

Catatan:

1. Naskah dikutip lansung dari https://www.idntimes.com/news/indonesia/dini-suciatiningrum/biografi-haji-agus-salim-diplomat-ahli-9-bahasa-yang-hidup-sederhana/3

2. Gambar diambil dari google.

Sabtu, 08 Mei 2021

Runtuhnya Kemaharajaan Majapahit

 


Majapahit kerjaan besar yang pernah ada di Nusantara. yang pernah menguasai hampir seluruh bagian yang kini disebut Indonesia, menyisakan penggal sejarah kelam. Terjadi Perang Paregreg sebagai salah satu awal kehancuran kemaharajaan yang berdiri sejak akhir abad ke-13 Masehi ini.

Majapahit membawahi tidak kurang dari 98 kerajaan di Nusantara. Wilayah kekuasaan kerajaan Hindu-Buddha ini mencakup Jawa, Bali, Sumatera, Kalimantan, Nusa Tenggara, Sulawesi, hingga Maluku. Namun kemudian timbul pertanyaan. Kerajaan Sebesar itu bagaimana bisa berakhir dan hanya tinggal dalam sejarah Saja.

Kemunduran ini dimulai dengan dipecatnya Maha Patih Gajah Mada oleh Raja Hayam Wuruk karena peristiwa perang Bubad yang di luar perkiraan. Dalam Novel yang di tulis oleh Langit Kristiadi, Gajah Mada menyesalkan pemecatan ini hanya karena seorang perempuan yaitu Diah Pitaloka dan keluarganya dalam perang Bubat. Diah Pitaloka adalah calon permaisuri Hayam wuruk.

Dengan ketidak hadiran Gajah Mada beransur –ansur satu persatu kerjaan dibawahnya mulai melepaskan diri. Namun yang paling melemahkan adalah perang saudara antara sesame keturunan raja. Diantaranya adalah Perang Paregreg.

Setelah Hayam Wuruk wafat sebagai penerus takhta Majapahit, tampillah Wikramawardhana, menantu Hayam Wuruk alias suami dari Kusumawardhani. Kusumawardhani adalah putri Hayam Wuruk dari permaisuri. Kepemimpinan Wikramawardhana ternyata mendapat guncangan dari kalangan internal kerajaan sendiri. Perlawanan tersebut dikobarkan oleh Bhre Wirabhumi yang merupakan putra Hayam Wuruk dari istri selir.



 Wikramawardhana menguasai bagian keraton barat Majapahit. Sedangkan, Bhre Wirabhumi memimpin keraton bagian timur. Pertikaian ini bersumber pada masalah perebutan kepemimpinan pemerintahan di antara para penguasa daerah atau raja-raja taklukan yang masih merupakan kerabat istana. Tahun 1405, pecahlah polemik antara pihak Wikramawardhana melawan kubu Bhre Wirabhumi yang kemudian disebut sebagai Perang Paregreg. Perang saudara ini dimenangkan oleh Wikramardhana setelah Bhre Wirabhumi tewas pada 1406.



Deretan penerus penguasa Majapahit setelah Wikramawardhana (1389-1429) tidak ada yang mampu membangkitkan kejayaan kerajaan yang pernah digapai pada masa Hayam Wuruk dan Gajah Mada.

Dikutip dari The Name's of Hayam Wuruk Sister's (1978) karya J. Noorduyn, pusat pemerintahan Majapahit dipindahkan dari Trowulan ke Daha (Kediri) pada era kepemimpinan Girindrawardhana atau Brawijaya VI (1478-1489).

 Pindahnya ibu kota tidak membuat kondisi Majapahit membaik, bahkan semakin lemah pengaruhnya. Terlebih dengan kemunculan pusat kekuasaan baru di Jawa, yakni Kesultanan Demak yang didirikan oleh Raden Patah, pangeran Majapahit, putra dari Bhre Kertabumi atau Brawijaya V (1468-1478).



Keruntuhan Majapahit dituntaskan oleh serangan  Kesultanan Demak yang dipimpin oleh Sultan Trenggana (1521-1546). Trenggana adalah penguasa Kesultanan Demak ke-3 setelah Raden Patah dan Pati Unus.

Kesultanan Demak merupakan kerajaan Islam pertama di Jawa. Ajaran Islam kala itu memang sedang berkembang pesat dan kian melemahkan pamor Majapahit yang mayoritas rakyatnya menganut agama Hindu atau Buddha.



Tahun 1527, Sultan Trenggana mengirim pasukan untuk menduduki Majapahit dan mengambil-alih wilayah-wilayah taklukan yang masih tersisa. Kemaharajaan yang pernah amat besar dan perkasa itu pun akhirnya benar-benar musnah.

Catatan:

1.   1.    Naskah diadopssi dari https://tirto.id/sejarah-perang-paregreg-awal-runtuhnya-kerajaan-majapahit-f9CB

2.  2.     Gambar diambil dari google.