Sabtu, 09 November 2019

Brigadir Jenderal Robert Guy Loder Symonds Jenderal ke 2 yang Tewas Dalam Perang Surabaya 10 November 1945


Berbicara mengenai perang Surabaya tanggal 10 November 1945 yang sekarang diperingati sebagai hari pahlawan, yang banyak diketahui orang jenderal Inggris yang tewas hanya satu yaitu Jenderal Mallaby. Padahal Ingris ketika itu sedang eforianya karena menang perang dunia ke-dua mengorbankan dua orang jenderalnya dalam perang rakyat itu. Sungguh pil pahit bagi orang Inggris.



Siapakah Jenderal Inggris yang malang itu? Dialah : Brigadir Jenderal Robert Guy Loder Symonds Komandan Detasemen Artileri Tentara Inggris di Surabaya. Namanya lumayan panjang sehingga agak payah diingat. Padahal pertempuaran baru berjalan beberapa jam ketika pihak Inggris menerima kabar kematian jenderalnya ini.

Menurut Kantor Berita Reuters, Symonds tewas akibat pesawat Mosquito yang ditumpanginya mengalami kecelakaan di landasan Lapangan Udara Morokrembangan, Surabaya pada Sabtu, 10 November 1945. Ikut tewas bersama sang jenderal seorang pilot RAF (Angkatan Udara Kerajaan Inggris) bernama Letnan Phillip Norman Osborne.

Dalam rilis yang dikeluarkan oleh Mayor Jenderal E.C.Mansergh (Panglima Tentara Inggris di Jawa Timur) dikatakan bahwa Symonds mengalami kecelakaan saat tinggal landas di Lapangan Udara Morokrembangan tepat jam 09.50.
“Pesawat yang ditumpangi oleh Brigadir Jenderal Symonds dan Letnan Osborne langsung terbakar dan menyebabkan keduanya tewas seketika,” ujar Mansergh seperti dikutip oleh Het Dagblad van Batavia pada 13 November 1945.

Namun banyak pihak yang meragukan tewasnya Symonds tewas karena kecelakaan pesawat. Ada yang mengatakan bahwa pesawatnya sengaja ditembak oleh para pejuang. Namun ceritanya gak lucu juga. Katanya seorang pemuda pejuang saat Goemoen dan kawan-kawannya menemukan sepucuk meriam anti pesawat udara yang telah rusak di gudang senjata Don Bosco bekas milik tentara Jepang. Setelah diperbaiki sana-sini, meriam itu kembali dapat digunakan. Saat mereka menyiapkan peluru dan mencari sasaran untuk ditembakan, tetiba di atas Stasiun Wates melayang sebuah Mosquito milik RAF.

“Pesawat nahas itu segera diputuskan untuk dijadikan sasaran percobaan,” tulis Barlan.
Tanpa banyak bicara, Goemoen yang memegang meriam itu mengarahkan bidikan ke pesawat yang tengah baru tinggal landas tersebut. Blaarr! Begitu peluru dilepaskan langsung mengenai sayap pesawat sehingga Mosquito itu langsung oleng dan dalam kondisi terbakar lantas jatuh di landasan pacu Lapangan Udara Morokembangan.



“Saya yakin itulah pesawat Mosquito yang ditumpangi Jenderal Loder Symonds,” ungkap Barlan yang juga merupakan veteran    Pertempuran Surabaya.

Perang Surabaya bagi Inggris mungkin merupakan suatu kemalangan. Perang dunia kedua dengan lawan yang hebat dan sepadan Jerman dan Jepang, menurut beberapa sumber Inggris tidak kehilangan seorang pun Jenderal. Tapi dibumi Indonesia ini dua jenderalnya hanya pulang nama. Dan perang Surabaya sendiri Inggris kehilangan antara 1500 sampai 2000 tentaranya. Sungguh jumlah fantastis bagi pemenang perang dunia ke-2. Belum lagi ratusan tentaranya yang keturunan India yang membelot.

Perang yang diperkirakan Inggris bisa selesai dalam waktu singkat rupanya menjadi berkepanjangan. Inggris baru bisa menguasai kota Surabaya tanggal 29 November. Namun mereka melihat dengan dikuasainya Surabaya bukan berarti perang usai. Mereka menyaksikan Secara berbondong-bondong laskar dari daerah terus berdatangan. Akhirnya Inggris hengkang dan menyerahkan daerah yang direbutnya kepada Belanda si penjajah. Dan bangsa Indonesia butuh sekitar 4 tahun untuk mengusir penjajah ini betul-betul keluar dari bumi nusantara yang indah ini.

Catatan:
1.    Bahan tulisan diolah dari https://historia.id/politik/articles/gugurnya-jenderal-kedua-D8eKA dan  http://www.ilmupadi.org/2017/12/symonds-jenderal-inggris-kedua-yang.html
2.    Gambar diambil dari google


Senin, 04 November 2019

Simon Spoor Jenderal Belanda yang Sangat Yakin Bisa Menguasai Indonesia Kembali Setelah Proklamasi Kemerdekaan (Bagian ke-2)


Kebencian Jenderal Simon Spoor kepada Sudirman sebenarnya adalah menunjukkan rasa frustasi yang semula menduga hanya dalam waktu dua minggu pekerjaannya selesai dan tuntas. Indonesia kembali seperti semula menjadi Hindia Belanda jajahan yang siap dikuras. Mereka ingin mengembalikan Indonesia layaknya kondisi sebelum mereka diusir oleh Jepang.

Pada suatu kesempatan ia mengucapkan kekesalannya  terhadap Jenderal Sudirman “Ia tadinya bekerja sebagai guru sekolah. Memang patut dipuji, tetapi sementara itu, ia "sepenuhnya besar kepala", "sombong tak terkira" mengenakan seragam dengan "tanda penghargaan Jepang, epolet berwarna emas yang bintang tiga, serta memakai kopiah".


"… Ia memandang peranannya adalah sebagai seorang "bapak" bagi pasukannya dan melambangkan semangat perjuangan nasional. Urusan organisasi dan taktis ia serahkan kepada para perwira staf yang boleh dikatakan berasal dari KNIL” Memang Jenderal Sudirman memilih stafnya tanpa memandang latar belakang mereka tapi berdasarkan kompetensi mereka. Meskipun ia berasal dari PETA tapi staf utamanya adalah Abdul Haris Nasution dan TB. Simatupang yang berlatar belakang KNIL. Inilah yang dimarahkan Spoor. Selanjutnya  jenderal Belanda ini menyatakan:


"… Ia menentang mati-matian segala bentuk perundingan dengan Belanda. Ia tidak mau menerima satu pun kompromi dan hanya puas dengan 100 persen merdeka."
"… Tindakan keras diperlukan untuk memaksa orang Indonesia mengumumkan gencatan senjata. Bertentangan dengan janji yang berulang-ulang mereka berikan kepada otoritas Belanda. Jenderal Soedirman dan tentara Republik menyabot setiap kemajuan diplomasi, ‘Klan militer mencengkeram Pemerintah Republik,"


Kepada Soedirman dan kawan-kawan, Spoor merumuskan empat syarat, TRI harus dibersihkan dari segala anasir yang tidak diinginkan, TRI hanya berlaku sebagai polisi militer untuk memerangi banditisme dan terorisme di daerah-daerah tertentu, Pasukan Belanda bertindak selaku sandaran belakang apabila ternyata TRI tidak mampu melaksanakan pekerjaannya, TRI dan pasukan Belanda berada di bawah satu komando tunggal Belanda.


Namun, Soedirman tentu saja menolak mentah-mentah syarat Belanda tersebut. TRI terus-menerus melakukan perlawanan sporadis dan sistematis terhadap tentara Belanda yang membuat Spoor makin jengkel dan kesal. Dan berita perlawanan rakyat Indonesia selalu dikumandangkan oleh radio PDRI yang Belanda tidak tahu di mana mereka berada.

Puncaknya dalah ketika pasukanTNI berhasil merebut kembali Yogyakarta meskipun hanya selama 6 Jam. Namun gaungnya terdengar kemana-mana. Mendengar berita-berita ini PBB mulai yakin bahwa Republic Indonesia masih exist, tidak seperti klaim Belanda yang menyatakan Repblik Indonesia sudah terkubur dari permukaan bumi. Karenanya PBB mendesak kedua belah pihak untuk maju ke meja perundingan. Meskipun sebenarnya dua jenderal yang bermusuhan ini Sudirman dan Spoor tidak setuju dengan perundingan.




Di meja perundingan diplomat Indonesia  Mohammad Roem menunjukkan kelasnya, memperdaya utusan Belanda Royen yang menghasilkan Konfrensi Meja Bundar yang berujung penyerahan kedaulatan Indonesia.



Jenderal Simon Spoor sangat kecewa dengan hasil perundingan ini. Namun pihal sipil Belanda juga menyalahkannya karena tidak berhasil menaklukkan TNI dalam kurun waktu tertentu. Kekecewaannya ini membuat dia jantungan dan berujung pada kematiannya pada tanggal 25 1949. Meskipun kemudian ada rumor yang menyatakan ia tewas disergap Tentara Nasional Indonesia pimpinan Maraden Pangabean di Sumatra Utara. Begitulah nasib seorang Jenderal Belanda yang sangat percaya diri dan sekarang terkubur di di Menteng Pulo, Jakarta Selatan.


Kegagalan Jendeal Spoor ini karena ia tidak memperhitungkan faktor Soedirman dan rasa nasionalisme rakyat Indonesia. Ia terlalu percaya diri dengan kemampuan tempur anak buahnya. Rasa frustrasinya ini terus dibawanya hingga hari kematiannya tiba

Catatan :
1.    Bahan di olah dari
-http://www.indeksberita.com/jenderal-spoor-panglima-terlalu-percaya-diri/
-https://republika.co.id/berita/selarung/suluh/plzrae354/seteru-seru-jenderal-soedirman-vs-jenderal-spoor
- Seri Buku Tempo, Soedirman: Seorang Panglima, Seorang Martir, Pt. Gramedia Jakarta
2.    Gambar diambil dari google

Simon Spoor Jenderal Belanda yang Sangat Yakin Bisa Menguasai Indonesia Kembali Setelah Proklamasi Kemerdekaan (Bagian Pertama)


Belanda yang dalam sejarah tidak pernah menang berperang dengan negara yang berdaulat.   Ketika diserbu Jerman pada perang dunia ke-2,  dalam hitungan minggu keok dan takluk. Ratu yangmenjadi symbol kerajaan mereka melarikan diri ke Inggris. Demikian juga negeri jajahannya Indonesia,  ketika diserbu Jepang terpaksa mereka lepaskan. Belanda hanya bisa menang perang dengan rakyat yang hanya bersenjata tombak, golok atau senjata seadanya saja. Dan itupun Belanda terkenal licik dan tidak satria.



Berdasarkan fakta sejarah tersebut kita yakin setelah kita memproklamirkan kemerdekaan  tanggal 17 Agustus 1945, kalau Belanda datang lagi ke Indonesia dengan gampang para pejuang kita menguburnya di laut. Apalagi ketika itu semangat kemerdekaan rakyat Indonesia sedang menyala-nyala. Entah menyadari itu maka Belanda datang dengan licik membonceng tentara Inggris.
Mereka berniat kembali untuk menikmati hidup sebagai bos yang memeras negeri jajahan tanpa memperdulikan Indonesia sudah merdeka. Tersebutlah seorang jenderal mereka Simon Spoor yakin seyakin yakinnya bahwa Indonesia bisa dikuasia kembali dengan mudah. Dalam pandangannya sebagian besar rakyat Indonesia masih mengharapkan Belanda yang berkuasa.

Segera setelah dipercaya memimpin pasukan, Spoor yang lahir tanggal 12 Januari 1902 ini langsung menyiapkan strategi untuk menguasai seluruh Indonesia dengan cara militer. Di sela persiapan itu dia masih sempat membuat gebrakan lain, yaitu menggugat eks perwira KNIL, terutama yang lulusan KMA Breda, seperti Didi Kartasasmita (Komandan pertama Komandemen Siliwangi) dan Suryadi Suryadarma (KSAU pertama). Bagi Spoor, mereka tak lebih adalah “pengkhianat”
Karena dengan keluar dari KNIL dan bergabung dengan TNI, artinya mereka telah melanggar sumpah setia pada raja atau ratu Belanda. Karenanya Spoor memerintahkan pada jajarannya, bila suatu saat harus berunding dengan orang-orang seperti itu, agar meninggalkan meja perundingan atau memboikot. Memang TKR kita sebagai besar terdiri dari bekas KNIL dan Peta bentukan Jepang.

Namun kemudian kenyataan yang dihadapi oleh jenderal tamatan Koninklijke Militaire Academie ini jauh berbeda. Menaklukkan TNI tidak semudah yang diperkirakannya. Dari perhitungan di atas kertas, Jawa akan takluk dalam dua minggu,  namun setelah berbulan-bulan belum juga membuahkan hasil. Maka dilancarkan serangan gencar yang kita kenal dengan agresi. Agresi pertama, hasil tidak seperti yang diharapkan. Pada agresi ke-dua yang mereka lancarkan pada akhir tahun tanggal 19 Desember 1948 mereka berhasil dengan gemilang. Presiden Republik Indonesa beserta wakil Sukarno – Hatta berhasil mereka tawan. Bukan main bangganya Belanda ketika  terutama tentu Jenderal mereka Simon Spoor. Republik Indonesia telah lenyap terkubur dari permukaan bumi. Bangsa Belanda betul-betul bahagia Mendapatkan  kembali tanah jajahan yang luasnya ratusan  kali dari negeri mereka dan sangat kaya sumber alamnya.

Namun kegembiraan  itu tidak berlansung lama. Tidak lama setelah  itu melalui radio mereka mendengarkan siaran dari Pemerintah Darurat Republik Indonesia(PDRI) di Sumatra yang merupakan kelanjutan Pemerintah Negara Republik Indonesia yang sudah mereka umumkan ke seluruh dunia sudah berakhir.

Dengan penasaran dan jengkel menggunakan segala fasilitasyang ada mereka memburu keberadaan  PDRI tersebut. Berbagai daerah di sekitar Bukittinggi yang merupakan pusat pemerintahan darurat itu diserbu dan dibombardir dari udara. Namun jangankan berhasil mereka selalu seperti menemukan ruang yang hampa. Mereka tidak pernah berhasil menemukan dimana kedudukan pemerintahan darurat itu.

Kejengkelan mereka  makin meningkat ketika  di Pulau Jawa pasukan grilya yang dipimpin oleh Jenderal Sudirman mulai mengganggu ketenangan tentara pendudukan Belanda di manapun berada. Dan kemenangan –kemenagan kecil dan juga aktifitas melawan Belanda ini disiarkan oleh radio PDRI keseluruh penjuru dunia. Jenderal Spoor kesal sekali mendapati semua itu. Ia sangat benci dengan sosok Jenderal Sudirman.

Spoor tidak pernah bertemu langsung dengan Soedirman, bahkan di medan perang. Namun, kejengkelan pria Belanda ini kepada tentara Indonesia benar-benar sudah di ubun-ubun. Menurut Spoor, seperti yang ditulis dalam buku "Jenderal Spoor, Kejayaan dan Tragedi Panglima Tentara Belanda Terakhir di Indonesia" (2015), sebagian besar masyarakat Indonesia masih menginginkan Belanda tetap memerintah. Hanya segelintir kecil kelompok yang terus-menerus mengumandangkan kemerdekaan. Kelompok kecil ini, Spoor menegaskan, harus diberangus, termasuk militer Indonesia.


"Tuan-tuan itu," demikian Spoor biasa menamakan para juru runding Republik, harus mengakui "dengan terus terang" bahwa mereka tidak menguasai pasukannya. Ia menyatakan ketidakpuasannya tentang para militer Republik di meja rapat yang menurut dia tanpa kecuali merupakan "mitra bicara yang sepenuhnya tidak kompeten", yang keistimewaan utamanya adalah "kesombongan tak terkira". Namun, apalah yang dapat diharapkan dari "seorang bintara, juru tulis, dan kepala sekolah yang dipromosikan sebagai jenderal," tambahnya sinis. Memang Sudirman sebelum menjadi tentara adalah seorang guru.





Hampir  setiap hari Spoor memerintahkan pasukannya memburu keberadaan Jenderal Sudirman. Namun sama halnya dengan memburu keberadaan pantolan PDRI mereka selalu gagal menyergap dan menangkap jenderal sederhana yang karena sakit ditandu keman-mana. Sementara itu pasukan TNI menyerang secara seporadis pos-pos pasukan Belanda. (Bersambung ke bagiaan dua)

Catatan :
1.    Bahan di olah dari
-http://www.indeksberita.com/jenderal-spoor-panglima-terlalu-percaya-diri/
-https://republika.co.id/berita/selarung/suluh/plzrae354/seteru-seru-jenderal-soedirman-vs-jenderal-spoor
- Seri Buku Tempo, Soedirman: Seorang Panglima, Seorang Martir, Pt. Gramedia Jakarta
2.    Gambar diambil dari google