Selasa, 24 September 2024

Akhir Karir Militer Brigjen Suparjo Karena Terlibat G 30 S PKI


Gerakan 30 September atau G30S PKI merupakan salah satu peristiwa kelam dalam sejarah Indonesia. Pemberontakan ini melibatkan berbagai tokoh militer dan sipil, termasuk Brigadir Jenderal (Brigjen) Suparjo. Karir militer Suparjo yang cemerlang harus berakhir tragis karena keterlibatannya dalam peristiwa tersebut. Artikel ini akan mengulas akhir karir Brigjen Suparjo akibat perannya dalam Gerakan 30 September 1965.


Latar Belakang Brigjen Suparjo



Brigjen Suparjo adalah salah satu perwira tinggi di Angkatan Darat Republik Indonesia yang memiliki reputasi baik sebelum terlibat dalam G30S PKI. Ia lahir pada 24 September 1923 di Purwokerto, Jawa Tengah. Setelah menempuh pendidikan militer di Akademi Militer Yogyakarta, Suparjo terlibat dalam berbagai operasi militer pasca kemerdekaan, termasuk dalam pertempuran melawan pasukan Belanda pada masa agresi militer.



Suparjo dikenal sebagai perwira yang berpengalaman, dan ia memiliki karir yang cukup cemerlang di Angkatan Darat. Sebelum terlibat dalam G30S PKI, Suparjo pernah menduduki berbagai posisi strategis, termasuk sebagai komandan militer di beberapa daerah. Namun, kedekatannya dengan berbagai kelompok radikal, termasuk Partai Komunis Indonesia (PKI), menjadi titik balik yang membawa kehancuran karir dan kehidupannya.


Keterlibatan dalam G30S PKI



Peran Brigjen Suparjo dalam G30S PKI sebenarnya cukup signifikan. Ia menjadi salah satu tokoh militer yang dipercaya oleh kelompok ini untuk memimpin operasi militer dalam kudeta yang direncanakan. Suparjo dilaporkan ikut serta dalam perencanaan pemberontakan yang bertujuan untuk menggulingkan para jenderal senior Angkatan Darat yang dianggap anti-komunis dan menggantikan mereka dengan perwira-perwira yang lebih bersimpati pada PKI.




Pada malam 30 September 1965, sekelompok tentara yang loyal kepada G30S PKI menculik dan membunuh beberapa jenderal penting Angkatan Darat. Jenderal Ahmad Yani, Jenderal Suprapto, dan beberapa perwira tinggi lainnya menjadi korban dari peristiwa ini. Suparjo, meskipun tidak secara langsung terlibat dalam penculikan dan pembunuhan tersebut, tetap memiliki peran dalam merencanakan dan mengkoordinasikan operasi militer di balik layar.




Menurut beberapa sumber, Suparjo menjadi salah satu perwira yang hadir dalam rapat perencanaan gerakan tersebut bersama dengan tokoh-tokoh PKI lainnya. Ia juga dipercaya sebagai penghubung antara kelompok militer yang terlibat dalam G30S dan tokoh-tokoh sipil dari PKI. Keterlibatan Suparjo ini akhirnya diketahui oleh pihak Angkatan Darat yang setia kepada pemerintah, dan hal ini menjadi dasar bagi kehancuran karirnya.

Dampak dan Akhir Karir



Setelah pemberontakan G30S PKI berhasil digagalkan oleh Angkatan Darat yang dipimpin oleh Mayor Jenderal Soeharto, Suparjo seperti gembong-gembong PKI lainnya melarikan diri dan bersembunyi. Ia baru tertangkap 15 bulan setelah G30S terjadi, tepatnya pada tanggal 12 Januari 1967.



Operasi khusus yang ditujukan untuk meringkus Brigjen Supardjo adalah Operasi Kalong yang dipimpin Kapten CPM Suroso bergerak pada malam hari, operasi yang diperkuat pasukan Kompi Raiders Kodam V Jaya itu dinamakan Kalong. Pasukan Operasi Kalong berhasil meringkus Soepardjo pada suatu subuh menjelang Idul Fitri dirayakan, tepatnya 12 Januari 1967. Soepardjo ditangkap saat bersembunyi di atas loteng rumah Kopral Sutarjo di Komplek AURI Halim Perdanakusuma.



 Di pengadilan, Suparjo dianggap bersalah karena terlibat dalam konspirasi yang berujung pada terbunuhnya para jenderal Angkatan Darat. Selain itu, ia juga dinilai bersekongkol dengan PKI dalam merencanakan kudeta terhadap pemerintahan yang sah. Pada tahun 1966, Mahmilub menjatuhkan hukuman mati kepada Brigjen Suparjo. Pada 18 Maret 1967, hukuman tersebut dilaksanakan, dan dengan demikian, berakhir pula karir serta hidup Suparjo.



Brigjen Suparjo adalah salah satu contoh dari perwira militer yang karirnya hancur akibat terlibat dalam peristiwa politik yang penuh dengan intrik dan kekerasan. Meski semula memiliki karir militer yang cemerlang, keterlibatannya dalam G30S PKI menjadi titik balik yang merusak reputasinya. Suparjo tidak hanya kehilangan pangkat dan jabatannya, tetapi juga nyawanya. Peristiwa ini menjadi pengingat akan betapa berbahayanya politik yang mencampuri urusan militer dan bagaimana keputusan-keputusan yang keliru dapat berujung pada akhir tragis.

  Catatan :

1. Naskah dibuat dengan bantuan CHAT GPT

2. Informasi tambahan dari https://tirto.id/peran-brigjen-soepardjo-dan-nasibnya-setelah-g30s-1965-gQwa

3. Gambar dari google

Tidak ada komentar:

Posting Komentar