Gerakan
30 September atau G30S PKI merupakan salah satu peristiwa kelam dalam sejarah
Indonesia. Pemberontakan ini melibatkan berbagai tokoh militer dan sipil,
termasuk Brigadir Jenderal (Brigjen) Suparjo. Karir militer Suparjo yang
cemerlang harus berakhir tragis karena keterlibatannya dalam peristiwa
tersebut. Artikel ini akan mengulas akhir karir Brigjen Suparjo akibat perannya
dalam Gerakan 30 September 1965.
Latar Belakang Brigjen Suparjo
Brigjen Suparjo adalah salah satu
perwira tinggi di Angkatan Darat Republik Indonesia yang memiliki reputasi baik
sebelum terlibat dalam G30S PKI. Ia lahir pada 24 September 1923 di Purwokerto,
Jawa Tengah. Setelah menempuh pendidikan militer di Akademi Militer Yogyakarta,
Suparjo terlibat dalam berbagai operasi militer pasca kemerdekaan, termasuk
dalam pertempuran melawan pasukan Belanda pada masa agresi militer.
Suparjo dikenal sebagai perwira yang
berpengalaman, dan ia memiliki karir yang cukup cemerlang di Angkatan Darat.
Sebelum terlibat dalam G30S PKI, Suparjo pernah menduduki berbagai posisi
strategis, termasuk sebagai komandan militer di beberapa daerah. Namun,
kedekatannya dengan berbagai kelompok radikal, termasuk Partai Komunis
Indonesia (PKI), menjadi titik balik yang membawa kehancuran karir dan
kehidupannya.
Keterlibatan dalam G30S PKI
Peran Brigjen Suparjo dalam G30S PKI
sebenarnya cukup signifikan. Ia menjadi salah satu tokoh militer yang dipercaya
oleh kelompok ini untuk memimpin operasi militer dalam kudeta yang
direncanakan. Suparjo dilaporkan ikut serta dalam perencanaan pemberontakan
yang bertujuan untuk menggulingkan para jenderal senior Angkatan Darat yang
dianggap anti-komunis dan menggantikan mereka dengan perwira-perwira yang lebih
bersimpati pada PKI.
Pada malam 30 September 1965, sekelompok
tentara yang loyal kepada G30S PKI menculik dan membunuh beberapa jenderal
penting Angkatan Darat. Jenderal Ahmad Yani, Jenderal Suprapto, dan beberapa
perwira tinggi lainnya menjadi korban dari peristiwa ini. Suparjo, meskipun
tidak secara langsung terlibat dalam penculikan dan pembunuhan tersebut, tetap
memiliki peran dalam merencanakan dan mengkoordinasikan operasi militer di
balik layar.
Menurut beberapa sumber, Suparjo menjadi
salah satu perwira yang hadir dalam rapat perencanaan gerakan tersebut bersama
dengan tokoh-tokoh PKI lainnya. Ia juga dipercaya sebagai penghubung antara
kelompok militer yang terlibat dalam G30S dan tokoh-tokoh sipil dari PKI.
Keterlibatan Suparjo ini akhirnya diketahui oleh pihak Angkatan Darat yang
setia kepada pemerintah, dan hal ini menjadi dasar bagi kehancuran karirnya.
Dampak dan Akhir Karir
Setelah pemberontakan G30S PKI berhasil
digagalkan oleh Angkatan Darat yang dipimpin oleh Mayor Jenderal Soeharto,
Suparjo seperti gembong-gembong PKI lainnya melarikan diri dan bersembunyi. Ia baru tertangkap 15 bulan setelah G30S terjadi,
tepatnya pada tanggal 12 Januari 1967.
Brigjen
Suparjo adalah salah satu contoh dari perwira militer yang karirnya hancur
akibat terlibat dalam peristiwa politik yang penuh dengan intrik dan kekerasan.
Meski semula memiliki karir militer yang cemerlang, keterlibatannya dalam G30S
PKI menjadi titik balik yang merusak reputasinya. Suparjo tidak hanya
kehilangan pangkat dan jabatannya, tetapi juga nyawanya. Peristiwa ini menjadi
pengingat akan betapa berbahayanya politik yang mencampuri urusan militer dan
bagaimana keputusan-keputusan yang keliru dapat berujung pada akhir tragis.
Catatan :
1. Naskah dibuat dengan bantuan CHAT GPT
2. Informasi tambahan dari https://tirto.id/peran-brigjen-soepardjo-dan-nasibnya-setelah-g30s-1965-gQwa
3. Gambar dari google
Tidak ada komentar:
Posting Komentar