Jumat, 12 Februari 2016

MISTERI PERJANJIAN DAMAI KAUM PADERI DENGAN BELANDA

Di Bukittinggi, pada pertigaan jalan Merapi dan Jalan Setia Budi berdiri dengan anggun monument perjuangan Tuanku Imam bonjol, Sang pejuang dari atas kudanya mengacungkan keris dengan penuh semangat.
Melihat monument ini saya kembali teringat pelajaran sejarah di SD dan SMP. Ada suatu misteri dalam peperangan Kaum Paderi melawan Belanda yang tidak bisa dimengerti oleh pikiran sehat kita. Yaitu ketika Kaum paderi berada diatas angin dan mendapat kemenangan di segala front, mereka bersedia mengadakan perdamaian dengan Belanda. Sedangkan  waktu itu, Belanda di Pulau Jawa sedang klabakan menghadapi pemberontakan Pangeran Diponegoro.

Dengan perdamaian ini Belanda dengan leluasa menarik pasukannya di Sumatera Barat dan memfokuskan kekuatannya untuk menghadapi pemberontakan di pulau jawa. Kondisi perang Paderi saat itu adalah seperti ini yang dipaparkan oleh buku Sjafnir Aboe Nain “TUANKU IMAM BONJOL, 1988:

Tuanku Nan Renceh memimpin rakyat Koto baru dengan semangat perang sabil pada saat Belanda menyerang negeri itu. Mereka melakukan perlawanan keras, sehingga Belanda tidak berani menyerang karena banyak korban di pihak mereka.Hal ini memaksa Belanda mundur ke Bukittingi. Penyerangan Belanda ke Kapau juga banyak menelan korban pada serdadu belanda. Beberapa pucuk meriam belanda jatuh ketangan barisan rakyat.


Dimana mana PasukanBonjol mendapat kemenangan. Pada tanggal 12 April 1823 pasukan belanda bergerak dari Pagaruyung menyerang Bukit Marapalam dengan kekuatan 8 pucuk meriam. Pasukan Belanda dipukul mundur oleh barisan Lintau sampai desa Tanjung, mereka kehilangan 4 pucuk meriam yang dirampas oleh barisan Lintau. Empat hari kemudian Belanda menyeang bukit Marapalam dari desa Tanjung. Hulubalang Bonjol datang membantu dari arah utara. Tanggal 16 April dikenal sebagai hari keprajuritan bagi pasukan Lintau karena dapat menguasai medan pertempuran. Pada peretempuran ini 3 orang perwira dan 45 serdadu Belanda mati: 9 orang perwira dan 178 prajurit menderita luka. Kekalahan di Marapalam ini merupakan kekalahan belanda yang ketiga.
Belanda tidak mempunyai kekuatan untuk menyerang kaum Paderi  yang bersemangat tinggi mempertahankan negerinya masing-masing. Walaupun begitu Tuanku Nan Barampek di Bonjol membuat perjanjian dengan Belanda di Masang pada tanggal 24 Januari 1824, yang ditanda tangani oleh Tuanku Imam, Tuanku  Nan Hitam dan tuanku nanGapuk.
Belanda meminta agar tuanku-tuanku di Bonjol mengajak para pemimpin Paderi di Ampek Koto, sebagian Agam, lima puluh dan lintau yang masih bermusuhan dengan Belanda untuk hidup damai dengan pemerintah belanda.

Perang  Diponegoro berlansung tahun 1825 sampai 1830. Setelah perang usai, Belanda kembali memfokuskan pasukannya menghajar pasukan Paderi.
Seandainya kaum Paderi tidak mau menerima tawaran Belanda untuk berdamai mungkin sejarah Indonesia akan berubah. Belanda menghadapi dua peperangan dalam waktu yang sama. Hasilnya bisa saja  kaum Paderi berhasil mengusir Belanda dari bumi Minang Kabau dan Pangeran Diponegoro mengusir Belanda dari Jawa. Namun begitulah, pejuang kita waktu itu tidak bisa membaca strategi Belanda yang culas. Sehingga generasi berikutnya membutuhkan waktu lebih dari seratus tahun untuk mengusir penjajah yang culas dan tidak pernah menang berperang jika melawan Negara modern seperti Perancis, Jerman dan Belanda.

Beberapa gambara diambil dari Google:https://www.google.com/search?hl=id&site=imghp&tbm=isch&source=hp&biw=1024&bih=475&q=perang+paderi+di+sumatera+barat&oq=Perang+Paderi&gs_l=img.1.1.0i10j0i30j0i5i30j0i10i24l4j0i24l2j0i10i24.3408.13925.0.18628.13.13.0.0.0.0.1104.2988.2-6j1j7-1.8.0....0...1.1.64.img..5.8.2980.cWCoySiu6M0#imgrc=_

Tidak ada komentar:

Posting Komentar