Jumat, 13 Oktober 2017

TERNYATA DN. AIDID TIDAK SETEGAR YANG DIHARAPKAN TEMAN-TEMANNYA


Semestinya seorang pemimpin organisasi masa besar seperti PKI, yang tahun 1960-an merupakan partai komunis nomor tiga terbesar di dunia setelah China dan Uni Soviet. Tentu saja yang berhasil menjadi pimpinannya adalah orang yang mumpuni, cerdas, unggul, berpikir kreatif mencari solusi untuk bisa keluar dari kemelut seberapapun rumitnya, sehingga bisa menjadi tumpuan harapan bagi anggota yang berada di jajaran bawahannya.



Keunggulan seperti inilah yang didambakan oleh pimpinan organisasi-organisasi yang berada di bawah partai komunis Indonesia (PKI) ketika terjadi tekanan terhadap partai atheis tersebut setelah pemberontakan mereka yang gagal tahun 1965. Mereka berharap sang ketua dapat memberikan solusi yang tepat sehingga partai yang telah susah payah mereka bangun itu terhindar dari kehancuran dan pemusnahan terhadap anggotanya.

 Namun mereka yang berharap itu menjadi kecewa dan putus asa setelah berjumpa dan meinta fatwa kepada sang ketua. Pimpinan mereka tidak setangguh yang mereka bayangkan selama ini. Seperti yang dituturkan oleh Salah seorang tokoh PKI, Munir mengatakan, seminggu sebelum Aidit berhasil ditangkap tentara dan ditembak mati, dirinya masih sempat bertemu dengan Aidit. 

Kesannya ketika bertemu Aidit saat itu sangat mengecewakan. Sosok Aidit yang revolusioner sudah berubah menjadi orang yang putus asa. Aidit bahkan tidak bisa memberikan perintah di saat yang sangat genting itu. Dari pertemuannya itu Munir berkesimpulan bahwa Aidit bukan orang yang ahli dalam revolusi. Kesimpulan Munir tepat. Aidit belum pernah memimpin aksi massa. Bahkan memimpin perlawanan buruh tidak pernah. Berarti pemimpin ini jangankan menyelamatkan partai, menyelamatkan dirinya sendiri saja dia tidak berhasil.
Kelemahan  Aidit ini lah yang mengakibatkan malapetaka bagi anggota dan simpatisan PKI yang jumlahnya jutaan orang  itu.

Lebih lanjut lagi Cerita salah seorang tahanan G30S di Jawa Tengah (Jateng) Kolonel Suherman menjadi bukti kelemahan Aidid dalam menghadapi tekanan.  Kolonel ini menceritakan, Setelah G30S meletus Suherman berhasil menghimpun kekuatan militer yang terdiri dari 34-38 Kodim se-Jateng.

Saat Suherman menemui Aidit di Solo untuk meminta petunjuk, sikap yang diberikan Aidit justru kontrarevolusioner dengan meminta Suherman membubarkan kekuatannya sendiri yang berarti mengambil sikap bunuh diri. Sebaliknya, Aidit melempar tanggung jawab penyelesaian G30S kepada Presiden Soekarno yang posisinya saat itu sudah terancam.  

Rupanya penyelesaian politik Presiden Soekarno gagal. Pihak sayap kanan AD terus bergerak menghancurkan G30S dan mulai menyerang PKI dengan sistimatis. Menyadari kesalahannya, tiga hari setelah Suherman membubarkan kekuatan bersenjatanya, Aidit kembali memanggilnya dan meminta kekuatan bersenjata yang ada dikumpulkan kembali. Namun saat Aidit memberikan petunjuk ini semuanya sudah terlambat. PKI sudah diluluh lantakkan, ribuan anggotanya sudah tertangkap dan terbunuh..

Sambil menunggu nasib yang menghadapi mereka,  ribuan bahkan jutaan anggota partai komunis Indonesia mungkin merenung dan menyesali kelemahan dan kebijakan yag diambil oleh pimpinan mereka sehingga menggiring mereka yang tadinya penuh semangat dan revolusioner menuju kehancuran
Sumber

Cerita Pagi

Kesaksian Siauw Giok Tjhan dalam Gestapu 1965

https://daerah.sindonews.com/read/1057848/29/kesaksian-siauw-giok-tjhan-dalam-gestapu-1965-1446312109/39

Semua gambar diambil dari google

Tidak ada komentar:

Posting Komentar