Senin, 04 November 2019

Simon Spoor Jenderal Belanda yang Sangat Yakin Bisa Menguasai Indonesia Kembali Setelah Proklamasi Kemerdekaan (Bagian Pertama)


Belanda yang dalam sejarah tidak pernah menang berperang dengan negara yang berdaulat.   Ketika diserbu Jerman pada perang dunia ke-2,  dalam hitungan minggu keok dan takluk. Ratu yangmenjadi symbol kerajaan mereka melarikan diri ke Inggris. Demikian juga negeri jajahannya Indonesia,  ketika diserbu Jepang terpaksa mereka lepaskan. Belanda hanya bisa menang perang dengan rakyat yang hanya bersenjata tombak, golok atau senjata seadanya saja. Dan itupun Belanda terkenal licik dan tidak satria.



Berdasarkan fakta sejarah tersebut kita yakin setelah kita memproklamirkan kemerdekaan  tanggal 17 Agustus 1945, kalau Belanda datang lagi ke Indonesia dengan gampang para pejuang kita menguburnya di laut. Apalagi ketika itu semangat kemerdekaan rakyat Indonesia sedang menyala-nyala. Entah menyadari itu maka Belanda datang dengan licik membonceng tentara Inggris.
Mereka berniat kembali untuk menikmati hidup sebagai bos yang memeras negeri jajahan tanpa memperdulikan Indonesia sudah merdeka. Tersebutlah seorang jenderal mereka Simon Spoor yakin seyakin yakinnya bahwa Indonesia bisa dikuasia kembali dengan mudah. Dalam pandangannya sebagian besar rakyat Indonesia masih mengharapkan Belanda yang berkuasa.

Segera setelah dipercaya memimpin pasukan, Spoor yang lahir tanggal 12 Januari 1902 ini langsung menyiapkan strategi untuk menguasai seluruh Indonesia dengan cara militer. Di sela persiapan itu dia masih sempat membuat gebrakan lain, yaitu menggugat eks perwira KNIL, terutama yang lulusan KMA Breda, seperti Didi Kartasasmita (Komandan pertama Komandemen Siliwangi) dan Suryadi Suryadarma (KSAU pertama). Bagi Spoor, mereka tak lebih adalah “pengkhianat”
Karena dengan keluar dari KNIL dan bergabung dengan TNI, artinya mereka telah melanggar sumpah setia pada raja atau ratu Belanda. Karenanya Spoor memerintahkan pada jajarannya, bila suatu saat harus berunding dengan orang-orang seperti itu, agar meninggalkan meja perundingan atau memboikot. Memang TKR kita sebagai besar terdiri dari bekas KNIL dan Peta bentukan Jepang.

Namun kemudian kenyataan yang dihadapi oleh jenderal tamatan Koninklijke Militaire Academie ini jauh berbeda. Menaklukkan TNI tidak semudah yang diperkirakannya. Dari perhitungan di atas kertas, Jawa akan takluk dalam dua minggu,  namun setelah berbulan-bulan belum juga membuahkan hasil. Maka dilancarkan serangan gencar yang kita kenal dengan agresi. Agresi pertama, hasil tidak seperti yang diharapkan. Pada agresi ke-dua yang mereka lancarkan pada akhir tahun tanggal 19 Desember 1948 mereka berhasil dengan gemilang. Presiden Republik Indonesa beserta wakil Sukarno – Hatta berhasil mereka tawan. Bukan main bangganya Belanda ketika  terutama tentu Jenderal mereka Simon Spoor. Republik Indonesia telah lenyap terkubur dari permukaan bumi. Bangsa Belanda betul-betul bahagia Mendapatkan  kembali tanah jajahan yang luasnya ratusan  kali dari negeri mereka dan sangat kaya sumber alamnya.

Namun kegembiraan  itu tidak berlansung lama. Tidak lama setelah  itu melalui radio mereka mendengarkan siaran dari Pemerintah Darurat Republik Indonesia(PDRI) di Sumatra yang merupakan kelanjutan Pemerintah Negara Republik Indonesia yang sudah mereka umumkan ke seluruh dunia sudah berakhir.

Dengan penasaran dan jengkel menggunakan segala fasilitasyang ada mereka memburu keberadaan  PDRI tersebut. Berbagai daerah di sekitar Bukittinggi yang merupakan pusat pemerintahan darurat itu diserbu dan dibombardir dari udara. Namun jangankan berhasil mereka selalu seperti menemukan ruang yang hampa. Mereka tidak pernah berhasil menemukan dimana kedudukan pemerintahan darurat itu.

Kejengkelan mereka  makin meningkat ketika  di Pulau Jawa pasukan grilya yang dipimpin oleh Jenderal Sudirman mulai mengganggu ketenangan tentara pendudukan Belanda di manapun berada. Dan kemenangan –kemenagan kecil dan juga aktifitas melawan Belanda ini disiarkan oleh radio PDRI keseluruh penjuru dunia. Jenderal Spoor kesal sekali mendapati semua itu. Ia sangat benci dengan sosok Jenderal Sudirman.

Spoor tidak pernah bertemu langsung dengan Soedirman, bahkan di medan perang. Namun, kejengkelan pria Belanda ini kepada tentara Indonesia benar-benar sudah di ubun-ubun. Menurut Spoor, seperti yang ditulis dalam buku "Jenderal Spoor, Kejayaan dan Tragedi Panglima Tentara Belanda Terakhir di Indonesia" (2015), sebagian besar masyarakat Indonesia masih menginginkan Belanda tetap memerintah. Hanya segelintir kecil kelompok yang terus-menerus mengumandangkan kemerdekaan. Kelompok kecil ini, Spoor menegaskan, harus diberangus, termasuk militer Indonesia.


"Tuan-tuan itu," demikian Spoor biasa menamakan para juru runding Republik, harus mengakui "dengan terus terang" bahwa mereka tidak menguasai pasukannya. Ia menyatakan ketidakpuasannya tentang para militer Republik di meja rapat yang menurut dia tanpa kecuali merupakan "mitra bicara yang sepenuhnya tidak kompeten", yang keistimewaan utamanya adalah "kesombongan tak terkira". Namun, apalah yang dapat diharapkan dari "seorang bintara, juru tulis, dan kepala sekolah yang dipromosikan sebagai jenderal," tambahnya sinis. Memang Sudirman sebelum menjadi tentara adalah seorang guru.





Hampir  setiap hari Spoor memerintahkan pasukannya memburu keberadaan Jenderal Sudirman. Namun sama halnya dengan memburu keberadaan pantolan PDRI mereka selalu gagal menyergap dan menangkap jenderal sederhana yang karena sakit ditandu keman-mana. Sementara itu pasukan TNI menyerang secara seporadis pos-pos pasukan Belanda. (Bersambung ke bagiaan dua)

Catatan :
1.    Bahan di olah dari
-http://www.indeksberita.com/jenderal-spoor-panglima-terlalu-percaya-diri/
-https://republika.co.id/berita/selarung/suluh/plzrae354/seteru-seru-jenderal-soedirman-vs-jenderal-spoor
- Seri Buku Tempo, Soedirman: Seorang Panglima, Seorang Martir, Pt. Gramedia Jakarta
2.    Gambar diambil dari google


Tidak ada komentar:

Posting Komentar