Sabtu, 13 Juli 2024

Hari-hari Terakhir Syah Iran Menjelang Kematiannya



Syah Mohammad Reza Pahlavi, penguasa terakhir dari dinasti Pahlavi di Iran, menghadapi akhir hidupnya dengan campuran kesedihan, ketidakpastian, dan perjuangan yang intens. Setelah digulingkan oleh Revolusi Iran pada 1979, Syah menghabiskan tahun-tahun terakhirnya di pengasingan, berpindah-pindah dari satu negara ke negara lain dalam mencari tempat berlindung dan perawatan medis. Perjalanan akhir hidupnya mencerminkan jatuhnya seorang penguasa yang pernah berkuasa dengan otoritas besar.

 


Pada 16 Januari 1979, Shah (Raja) Iran Mohammed Reza Pahlevi beserta sang istri meninggalkan Iran usai gelombang protes terhadap rezimnya berkecamuk di seluruh negeri selama berbulan-bulan. Ia bersama Permaisuri Farah meninggalkan Teheran dan terbang ke Aswan, Mesir. tiga anak bungsu Shah Iran diterbangkan ke Amerika Serikat (AS) sehari sebelumnya. Laporan resmi mengatakan, Shah pergi untuk liburan dan perawatan medis. 



 

Selama beberapa bulan terakhir, Iran mengalami peningkatan jumlah bentrokan kekerasan antara pasukan keamanan dan demonstran anti-Shah. Oposisi terhadap Shah bersatu di bawah gerakan tradisionalis Muslim yang dipimpin oleh pemimpin spiritual utama Iran, Ayatollah Ruholla Khomeini dari pengasingan di Prancis. Shah Iran berusaha mati-matian mempertahankan kekusaannya, namun akhirnya ia terpaksa menyerah karena Sebagian rakyatnya yang rata-rata tidak ikut mengenyam kemakmuran dari negara kaya akan sumber alamnya itu tidak menginginkanlagi pemerintah yang abai kepada rakyatnya.


Pengasingan yang Tak Berkesudahan



Setelah meninggalkan Iran pada Januari 1979, Syah dan keluarganya mengembara dari satu negara ke negara lain. Awalnya, mereka diterima di Mesir oleh Presiden Anwar Sadat. Namun, tekanan politik dan ketidakstabilan membuat mereka terus berpindah, meliputi Maroko, Bahama, Meksiko, dan Amerika Serikat. Di setiap tempat, mereka menghadapi tantangan diplomatik dan kesehatan yang semakin memburuk. Syah menderita kanker limfoma, yang terus merenggut kesehatannya secara perlahan.


Perawatan di Amerika Serikat



Pada Oktober 1979, Syah tiba di Amerika Serikat untuk menjalani perawatan medis di New York. Keputusannya untuk berobat ke Amerika Serikat memicu krisis penyanderaan di Kedutaan Besar Amerika Serikat di Teheran, di mana 52 diplomat dan warga negara Amerika Serikat ditahan selama 444 hari oleh revolusioner Iran. Peristiwa ini memperburuk hubungan antara Amerika Serikat dan Iran, serta memperdalam isolasi Syah di panggung internasional.


Pindah ke Panama dan Kembali ke Mesir



Setelah tinggal beberapa bulan di Amerika Serikat, tekanan politik dan kesehatan yang memburuk memaksa Syah untuk pindah ke Panama. Namun, ancaman ekstradisi ke Iran membuat situasi semakin tegang. Akhirnya, pada Maret 1980, Syah kembali ke Mesir, di mana Presiden Anwar Sadat kembali menyambutnya dengan tangan terbuka. Mesir menjadi tempat perlindungan terakhirnya, di mana ia bisa menghabiskan hari-hari terakhirnya dengan lebih tenang meskipun penyakitnya semakin parah.


Hari-hari Terakhir di Mesir



Di Mesir, Syah Mohammad Reza Pahlavi menerima perawatan medis yang intensif. Namun, kondisinya terus memburuk. Pada Juli 1980, kesehatannya semakin menurun, dan ia menghabiskan sebagian besar waktunya di ranjang. Syah menghabiskan hari-hari terakhirnya dikelilingi oleh keluarga dan beberapa teman dekat, termasuk istrinya, Farah Pahlavi, yang setia menemaninya hingga akhir hayat.


Meninggalnya Sang Syah



Syah Mohammad Reza Pahlavi meninggal pada 27 Juli 1980 di Kairo, Mesir. Kematian Syah menandai berakhirnya era monarki di Iran yang telah berlangsung selama lebih dari dua setengah milenium. Jasadnya dimakamkan di Masjid Al-Rifa'i, Kairo, dengan upacara pemakaman yang dihadiri oleh sejumlah pemimpin dunia dan rakyat Mesir yang memberikan penghormatan terakhir.




Meskipun Syah Pahlavi menghadapi banyak kritik selama masa pemerintahannya, termasuk tuduhan korupsi, pelanggaran hak asasi manusia, dan keterlibatan dalam politik internasional yang kontroversial, warisannya tetap menjadi topik perdebatan. Sebagian orang mengingatnya sebagai pemimpin yang berusaha memodernisasi Iran melalui program reformasi yang dikenal sebagai Revolusi Putih. Namun, yang lain melihatnya sebagai penguasa otoriter yang bertanggung jawab atas penderitaan banyak rakyat Iran. Dan kejatuhan Shah Pahlavi ini bagus juga sebagai dan pelajaran bagi penguasa di negara-negara ketiga yang kaya akan sumber alamnya, namun rakyat tidak ikut serta menikmatinya.


Catatan :

1. Naskah dibuat dengan bantuan Chat GPT

2. Gambar diambil dari google


Tidak ada komentar:

Posting Komentar