Sabtu, 04 Juli 2015

MENYIMAK SEPAK TERJANG SI JAGAL WESTERLING DI INDONESIA (8)

MENGULTIMATUM  REPUBLIK INDONESIA SERIKAT


Pada hari Kamis tanggal 5 Januari 1950, Westerling mengirim surat kepada pemerintah RIS yang isinya adalah suatu ultimatum. Ia menuntut agar Pemerintah RIS menghargai negara-negara bagian, terutama Negara Pasundan serta Pemerintah RIS harus mengakui APRA sebagai tentara Pasundan. Pemerintah RIS harus memberikan jawaban positif dalm waktu 7 hari dan apabila ditolak, maka akan timbul perang besar. 




Ultimatum Westerling ini tentu menimbulkan kegelisahan tidak saja di kalangan RIS, namun juga di pihak Belanda dan dr. H.M. Hirschfeld (kelahiran Jerman), Nederlandse Hoge Commissaris (Komisaris Tinggi Belanda) yang baru tiba di Indonesia. Kabinet RIS menghujani Hirschfeld dengan berbagai pertanyaan yang membuatnya menjadi sangat tidak nyaman. Menteri Dalam Negeri Belanda, Stikker menginstruksikan kepada Hirschfeld untuk menindak semua pejabat sipil dan militer Belanda yang bekerjasama dengan Westerling.

Beberapa hari kemudian, Hatta menyampaikan kepada Hirschfeld, bahwa pihak Indonesia telah mengeluarkan perintah penangkapan terhadap Westerling. Sebelum itu, ketika A.H.J. Lovink masih menjabat sebagai Wakil Tinggi Mahkota Kerajaan Belanda, dia telah menyarankan Hatta untuk mengenakan pasal exorbitante rechten terhadap Westerling. Namun demikian Westerling sulit tertangkap karena dia memiliki banyak koneksi politik-militer di wilayah Jakarta dan Bandung, bahkan patut diduga aksi Westerling ini juga didukung oleh sebagian unsur perwakilan Belanda di Indonesia.

Pada tanggal 22 Januari 1950, Komandan KST/RST di Batujajar Jawa Barat, Letnan Kolonel Borghouts, melaporkan bahwa sejumlah anak buahnya telah melakukan desersi. Mayor KNIL G.H. Christian dan Kapten KNIL J.H.W. Nix juga melaporkan, bahwa kompi "Erik" yang berada di Kampemenstraat, juga telah melakukan desersi serta bergabung dengan APRA untuk ikut dalam kudeta. Dari kepolisian Belanda Inspektur van Beelden memimpin anak buahnya membantu aksi Westerling.

Operasi militer yang dilakukan oleh Westerling bertujuan menguasai dua kota vital di Republik, Jakarta dan Bandung. Titik temu gerombolan APRA dipusatkan di Cimahi dan Padalarang yang mana kemudian pasukan dibagi dua, sekitar 800 tentara menyerbu ke kota Bandung dan sisanya menuju Jakarta. Operasi APRA dimulai sekitar pukul 04.30 WIB tanggal 23 Januari 1950. 




Dalam serangan ke Bandung, pihak APRA memakan korban sekitar 79 anggota tentara Indonesia termasuk beberapa perwira menengah diantaranya Letnan Kolonel Lembong dan 6 orang penduduk sipil (Antara, 25-1-1950). Sedangkan serangan ke ibukota Republik batal dilaksanakan karena kekurangan amunisi. Truk-truk yang mengangkut persenjataan yang digunakan untuk bertempur di Jakarta tidak pernah sampai di Padalarang.


Ketika peristiwa APRA meletus, tanggung jawab keamanan kota Bandung masih berada di tangan tentara Belanda, dan sementara itu pusat kekuatan Divisi Siliwangi yang dipimpin oleh Kolonel Sadikin berada di kota Subang. Hal inilah yang memudahkan tentara APRA menguasai Bandung. Kepala Staf Angkatan Perang, Kolonel T.B. Simatupang yang berada di Jakarta memerintahkan Divisi Siliwangi untuk melakukan serangan balasan.

Karena kota Bandung masih berada dalam pengawasan KNIL, maka sebelum dilakukan serangan balasan Divisi Siliwangi mengutus wakilnya, Letkol Ery Sudewo, untuk berunding dengan Mayor Jenderal Engels, Komandan KNIL di Bandung, agar ketika dilakukan penyerangan Divisi Siliwangi tidak salah sasaran. Namun demikian dari perundingan tersebut diperoleh kesepakatan yaitu Mayjend Engels menjamin kalau gerombolan APRA akan mundur dari kota Bandung pada sore hari tanggal 23 Januari 1950. 


Setelah gerombolan APRA mundur dari Bandung, mereka dikejar-kejar oleh Divisi Siliwangi, sehingga terjadi pertempuran di beberapa tempat seperti di Cirandang, Mande, Cikalong, Pacet, Cipeuyeum, Cisokan, Cianjur dan lainnya sekitar tanggal 24 hingga 27 Januari 1950. Hasilnya Divisi Siliwangi berhasil menangkap 300 orang gerombolan APRA. Tentara yang tergabung dalam APRA kemudian diserahkan ke pengadilan militer Belanda. Westerling sendiri bagaikan belut berhasil menghilang dan muncul di Belanda sekitar bulan Agustus 1950.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar