Rabu, 11 September 2019

Perang Candu di China, Liliput Mengalahkan Raksasa

(Bagian 2)

  Setelah kekalahan telak China pada perang candu I oleh Inggris, Negara-negara Eropa lainnya termasuk Amerika melihat kesempatan untuk menekan raksasa yang sudah letoi ini. Maka Setelah perjanjian Nanjing tercetus, Amerika Serikat juga menuntut hak yang sama dengan Inggris. Amerika mengirimkan utusan bernama Caleb Cushing untuk merundingkan hal itu dengan pemerintah Cina. Usaha Cushing berhasil, Cina dan Amerika menyepakati perjanjian bilateral pada tahun 1844. Perjanjian tersebut membuat Amerika mendapatkan pula seluruh hak istimewa yang didapatkan Inggris.

 Namanya perundingan namun sebenarnya Amerika mendiktekan kemaunannya kepada China yang lemah ini. Amerika di dalam perjanjian bilateral ini menekankan  hakim-hakim Cina tidak memiliki wewenang untuk mengadili warga Amerika yang melakukan pelanggaran hukum dan harus menyerahkannya pada pengadilan konsulat Amerika.
Selain Amerika, Prancis juga mengambil kesempatan pula menekan China  dengan memaksakan   perjanjian bilateral dengan Cina pada tahun yang sama guna memperoleh hak-hak istimewa. Sebagai hasilnya, Cina mengizinkan penyebaran agama Katolik dan mengembalikan hak milik gereja yang telah dilarang seabad sebelumnya.

Perang Candu II (1856-1860 M)

 

Perang Candu II dapat dianggap sebagai kelanjutan dari ambisi imperialisme Eropa di Cina. Pihak Eropa yang telah mendapatkan hak-hak dagang khusus di Cina, masih berambisi untuk memperluas kekuasaannya. Karena raksasa sudah lumpuh maka Negara eropa dan Amerika bisa berbuat sesuka mereka.

Pihak Inggris ingin memperkuat pengaruhnya di Cina dengan memaksa Dinasti Qing memperluas wilayah perjanjian Nanjing. Pada tahun 1854, mereka menuntut seluruh Cina dijadikan wilayah dagang terbuka bagi East India Company, perdagangan candu dilegalkan, dan diperbolehkannya duta besar Inggris ditempatkan di Beijing.
Tuntutan serupa juga datang dari Amerika Serikat dan Prancis. Akan tetapi, pemerintah Dinasti Qing menolak semua tuntutan tersebut, sehingga hubungan Cina dan Barat menjadi memanas.


Meskipun demikian, Perang Candu II secara khusus dipicu oleh tindakan pejabat Dinasti Qing yang menghentikan kapal bernama Arrow, kapal Cina yag telah diregistrasi di Hongkong (kapal tersebut dikapteni orang Inggris dan seluruh awaknya merupakan warga Cina). Telah menjadi kebiasaan, jika kapalTiongkok hendak menyelundupkan sesuatu, mereka meregistrasikan terlebih dulu kapalnya di Hongkong, sehingga dapat berlayar di bawah bendera Inggris dan terhindar dari jeratan hukum Cina.


Pada tanggal 8 Oktober 1856 kapal tersebut berlabuh di Kanton. Pada pagi harinya, mereka dihentikan oleh 4 pejabat dan 60 pasukan bersenjata. Mereka mencurigai Arrow hendak menyelundupkan sesuatu ke wilayah Cina.
Kapten kapal mendatangi konsulat Inggris untuk melaporkan penahanan yang dilakukan pejabat Cina. Konsul Inggris, Harry Parkes, segera meresponnya dengan mendatangi pejabat Cina yang melakukan penahanan serta memprotes tindakan mreka.
Meskipun telah diprotes, 12 orang di antara awak kapal itu tetap ditahan karena dianggap melakukan tindak kriminal penyelundupan. Pihak Inggris ngotot, bahwa kapal itu telah diregistrasi di Hongkong, oleh karena itu hukum khusus berlaku terhadap mereka, dan meminta agar kapal dan awaknya dibebaskan.


Pihak Cina menolak permintaan Parker, karena gagal membebaskan para awak Konsul Inggris kembali ke kantornya dan menyurati Gubernur Ye Mingchen. Ia membuat tuduhan bahwa para pejabat Cina telah menghina bendera Inggris. Selain itu, ia juga menuduh pihak Cina telah melanggar perjanjian ekstrateritorial dengan Inggris.
Parker juga mengirimkan surat kepada Gubernur Sir John Bowring dan Admiral Sir Michael Seymour di Hongkong, meminta Inggris menuntut permintaan maaf Cina. Mungkin Parker melihat peristiwa ini sebagai salah satu kesempatan untuk memperluas imperialisme Inggris di Cina.


Dari hasil penyelidikan pejabat Cina yang berwenang mendapati bahwa sembilan di antara dua belas orang yang ditangkap tidak bersalah. Gubernur Ye dengan tenang dan sopan menjawab tuntutan sepihak Inggris. Dijelaskannya alasan penangkapan serta penyesalan terhadap kesalah-pahaman yang terjadi.
Ia juga mengatakan tidak ada sedikit pun keinginan untuk menghina bendera Inggris. Gubernur Ye lalu menawarkan untuk menyerahkan 12 orang yang di tahan itu pada tanggal 12 Oktober 1856.


Akan tetapi, Parker menolak tawaran tersebut meskipun pihak Cina telah menyampaikan rasa penyesalan. Ia tetap bersikeras agar Gubernur Ye mengeluarkan permintaan maaf secara tertulis serta pembebasan awak kapal yang tidak bersalah dengan segera. Ye merespon kesombongan pihak Inggris dengan menyatakan bahwa hukum ekstrateritorial hanya berlaku bagi kapal Inggris, sedangkan Arrow adalah kapal Tiongkok. Ia juga mempertanyakan kewenangan pihak Inggris untuk ikut campur urusan penangkapan warga negara Cina oleh pejabat berwenangan Cina, apalagi saat itu kapal juga berada di perairan Cina. Gubernur menyimpulkan insiden tersebut bukan lah merupakan pelanggaran perjanjian apa pun.


Pihak Inggris menolak penjelasan pihak Cina di aas, meskipun bukti-bukti dan saksi menguatkan pembelaan Ye. Mereka tetap ngotot bahwa kapal itu tetap kapal Inggris dan warga negara mana pun yang berada di atas kapal Inggris berada di bawah naungan hukum Inggris.
Polemik ini terus berlanjut hingga tanggal 21 Oktober 1856, di mana sekali lagi Parker menuntut permintaan maf Cina. Keesokan harinya, Gubernur Ye mengirim para tahanan itu ke konsulat Inggris, termasuk yang terbukti bersalah melakukan penyelundupan, namun pihak Inggris menanggapi dingin usaha tersebut. Gubernur Ye tetap bersikeras tidak perlu mengeluarkan permintaan maaf, karena tidak ada pelanggaran yang dilakukan.


Setelah Cina tidak kunjung meminta maaf, arogansi Inggris pun semakin menjadi. Mereka mengerahkan angkatan perangnya pada tahun 1857 untuk menggempur Kanton. Prancis ikut bergabung dengan Inggris setelah hukuman mati yang dijatuhkan terhadap seorang misionaris Prancis bernama August Chapdelaine.

Kanton berhasil direbut dan mereka bergerak menuju Beijing. Sementara itu, Kaisar Xianfeng (1851-1860) yang ketakutan melarikan diri ke Jehol. Perang Candu II baru berakhir setelah pihak Cina bersedia menandatangani Perjanjian Tianjin pada bulan

 Juni 1858. Berikut isi dari perjanjian Tianjin:


1.    Inggris, Prancis, Amerika, dan Rusia diizinkan membuka kedutaan di Beijing, yang saat itu merupakan kota tertutup bagi orang asing.
2.    Sepuluh pelabuhan baru dibuka bagi bangsa Barat, termasuk Danshui, Hankou, Niuzhuang, dan Nanjing.
3.    Pemberian izin kunjungan orang asing ke pedalaman Cina, baik untuk urusan dagang atau kegiatan misionaris.
4.    Cina harus membayar kerugian perang sebesar 4 juta tail perak pada Inggris dan 2 jut apada Prancis.
5.    Pelarangan menyebut bangsa Barat sebagai yi (barbar).
Walaupun perjanjian telah ditandatangani, kerajaan tetap tidak mengizinkan pendirian kedutaan di Beijing. Oleh karena itu, pada tahun 1860, kekuatan gabungan Inggris dan Prancis kembali melancarkan serangan, dan berhasil menaklukan  Beijing pada tanggal 6 Oktober 1860.
Kaisar Xiangfeng kembali melarikan diri ke istananya di Chengde, di mana sebelumnya ia telah memerintahkan Pangerang Gong untuk bernegosiasi dengan bangsa Barat.


Di saat yang bersamaan, bangsa Barat membakar istana kekaisaran dan menjarahnya. Untuk meredam kekejaman bangsa Barat, pangeran Gong menyampaikan kembali kesediaan Dinasti Qing untuk menjalankan seluruh isi perjanjian Tianjin dalam wujud Konvensi Beijing yang diratifikasi pada tanggal 18 Oktober 1860. Adapun isi dari ratifikasi adalah sebagai berikut:
1.    Cina mengakui kembali Perjanjian Tianjin.
2.    Menjadikan Tianjin sebagai pelabuhan terbuka.
3.    Kerugian yang harus diganti Cina kepada Inggris dan Prancis ditingkatkan menjadi 8 juta nail perak.
4.    Perdagangan candu dilegalkan.
Dengan keluarnya ratifikasi ini sekaligus mengakhiri sepenuhnya Perang Candu dan menjadikan candu sebagai barang yang legal di dataran Cina.


Semoga dengan kisah sejarah ini bangsa kita mewaspadai pengiriman narkotika yang besar-besaran ke negeri kita ini. Samahalnya seperti di China kalau kita sudah lemah negara asing sekehendak hatinya saja mendiktekan kemaunannya kepada kita dan menjadikan bangsa kita budak yang melayani kepentingan mereka.

Catatan:

1. bahan diambil dari https://wawasansejarah.com/perang-candu-di-cina/

2. Gambar diambil dari google





 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar