Jumat, 03 Juli 2020

Mahmud Marzuki Pejuang Kemerdekaan dari Bangkinang Kampar


Setiap kali kita memasuki kota Bangkinang kabupaten Kampar tidak berapa jauh dari Terminal kota, persis di samping jalan menuju Jeembatan megah menyebrangi sungai Kampar menuju Bangkinang seberang kita melihat ada sebuah gedung dengan tulisan “Balai Pemuda Mahmud Marzuki” Namun ketika seuatu waktu saya bertanya kepada salah seorang anak SMA di Bangkinang tentang siapa itu Mahmud Marzuki dia tidak bisa menjelaskan.
Nah siapakah Mahmud Marzuki? Mahmud Marzuki  yang lahir di Bangkinang, tahun 1911 adalah seorang ulama dan tokoh masyarakat di zamannya. Ada tiga hal yang membuat Mahmud Marzuki layak disebut sebagai tokoh pejuang kemerdekaan yaitu:

1.    Mengobarkan rasa patriotism dan anti penjajah kepada masyarakat
Mahmud Marzuki, dan beberapa temannya  melalui dakwah dan ceramah ceramahnya menyebar bibit nasional dan anti penjajahan kepada masyarakat luas di daerah Kampar sekarang .  Dengan dakwah Agama mereka  menghimpun rakyat dan menggerakkan mereka  melawan penjajah Jepang. Gerakan yang dia lalukan adalah dengan memboikot beberapa hasil panen padi. Warga diminta untuk tidak menyerahkan seluruh hasil panennya. Usaha yang dilakukan berjalan dengan baik, padi yang diberikan ke Jepang sebagian diisi dengan gabah

2.    Memastikan dan menyampaikan berita kemerdekaan RI

Kemerdekaan Republik Indonesia yang diproklamirkan oleh Sukarno Hatta pada 17 Agustus 1945,  tidak langsung diketahui masyarakat di daerah, termasuk di Kab Kampar, Riau. Maklum saja komunikasi jauh dari kondisi seperti sekarang ini.
Baru pada 5 September 1945, berita proklamasi tersiar di Air Tiris (Kampar) lewat tempelan pamplet yang ditempelkan orang yang datang dari Bukittinggi. Adanya pamplet itu mendorong Mahmud Marzuki dan Muhamad Amin pergi mengecek atau mencari informasi kebenaran cerita itu. Kedua tokoh masyarakat itu pergi ke Botok, Kepala Kantor Pos dan Telegraf Bangkinang. Rupanya Botok benar telah mendapat berita kemerdekaan tetapi dia tak berani untuk menyebar luaskan karena takut ancaman Jepang.
Pada 6 September 1945, bertepatan Hari Raya Idul Fitri, dilaksanakan salad Id di lapangan tengah sawah Simpang Kubu, Air Tiris saat ini. Marzuki kala itu menyampaikan khotbahnya di hadapan masyarakat.
"Penutup khotbahnya Mahmud Marzuki menyampaikan kepastian kemerdekaan yang telah dibacakan Bung Karno dan Hatta. Rakyat diminta bersedia berkorban mempertahankan kemerdekaan.

3.    Pengibar bendera merah putih pertama di Kampar

Karena sudah yakin Indonesia merdeka, pada Senin 11 September 1945, Mahmud Marzuki mengajak seluruh masyarakat berkumpul di depan Kantor Demang Bangkinang untuk menggelar upacara kemerdekaan. Kabar ini terdengar oleh Jepang, sehingga bala tentaranya dikerahkan di lapangan tersebut.

"Di hadapan  sekitar 2.000 warga Mahmud Marzuki menyampaikan  pidato mengajak agar seluruh rakyat terutama yang hadir bertekad mempertahankan Merah Putih tetap di tiangnya, Kemudian, dua orang temaja datang  menyerahkan bendera merah putih kepadanya.  Dengan beraninya M Marzuki membawa bendera itu di tiang. Saat akan dikibarkan hujan mengguyur deras. Sebagian warga mencari tempat berteduh.
"Selaku pemimpin upacara Mahmud Marzuki tetap di tempat walau hujan deras hingga bendera naik sampai ke puncak tiang.
Belanda dan Jepang kala itu sama-sama berada di tempat. Mereka hanya terdiam menyaksikan peristiwa tersebut tersebut.
Belanda dan Jepang hadir di sana bukan untuk mengganggu pengibaran merah putih, tapi justru merasa heran melihat persatuan penduduk di bawah kepimpinan Marzuki 

Setelah peristiwa pengibaran bendera ini Mahmud Marzuki dan rekan-rekannya sibuk membentuk organisasi pemerintahan sebagai bagian dari wilayah republic Indonesia. Namun stelah itu sering pula terjadi bentrokan antara pemuda pejuang dengan Pasukan Jepang. Suatu kejadian  kelompok pemuda pejuang mencegat bala tentara Jepang yang akan masuk ke kota Bangkinang, dari Pekanbaru. Di tengah jalan, mobil serdadu Jepang dihadang para pemuda. Di saat itu 7 tentara Jepang dibunuh, kecuali Kepala Polisi Jepang di Bangkinang, Yamamoto. Di perbatasan Kampar dengan Sumatera Barat di Rantau Berangin juga ada tiga orang Jepang juga dibunuh

Dengan alasan peristiwa ini Pasukan Jepang menangkap Mahmud Marzuki dan 13 orang lainnya. Dalam penahanan Tokoh-tokoh ini mengalami siksaan yang di luar prikemanusiaan.Mahmud Marzuki ditahan selamaa 21 hari, rekannya M Amin ditahan 51 hari. Selebihnya hanya ditahan beberapa hari saja. Marzuki dan M Amin lama ditahan karena dianggap pentolan penggerak untuk melakukan perlawanan kepada Jepang.
Selama mereka ditahan, rakyat kehilangan pedoman dari pemimpinnya. Setelah mereka dipulangkan, rakyat kembali bersemangat. Dibuat acara penyambutan dengan memotong 200 ekor kambing dan 20 ekor kerbau.


Keluar dari tahanan Jepang, Marzuki masih tetap berdakwah ke sana kemari sembari menggelorakan pengusiran Jepang. Namun kondisi kesehatannya akibat penyiksaan yang dialaminya sudah tidak stabil lagi, akhirnya dia jatuh sakit  dan Pejuang ini  meninggal dunia pada 5 Agustus 1946 di usia 35 tahun.Dia dimakamkan di halaman depan perkarangan sekolah Mu’alimin Muhammadiyah Desa Kumantan, Bangkinang. Dia pergi, sebelum sempat menikmati kemerdekaan bangsa ini. 


 Catatan: Bahan diolah dari berbagai sumber diantaranya:
1.    http://berkasriau.com/2018/08/19/kisah-pejuang-kampar-mahmud-marzuki-meninggal-pasca-disiksa-jepang
2.    https://news.detik.com/berita/d-4172776/mahmud-marzuki-sang-pengibar-merah-putih-di-kampar
3.    https://news.detik.com/berita/d-4172755/mahmud-marzuki-pejuang-dakwah-dari-riau
4.    http://riaupotenza.com/berita/20859/sekilas-tentang-perjuangan-pahlawan-kampar-mahmud-marzuki-bag-1
5.    Gambar diambil dari google

Tidak ada komentar:

Posting Komentar