Sabtu, 11 Juli 2020

Detik-Detik Bung Karno dan Bung Hatta Beserta Beberapa Pemimpin Republik lainnya Ditawan Belanda Pada Agresi militer ke 2 (Part II)


Sama halnya dengan Jenderal Sudirman, Letnan Sukoco begitu kecewa dengan keputusan Bung Karno  yang memutuskan menyerah padahal ia yakin bisa menyelamatkan Bung Karno dan pemimpin lainnya. Namun ida hanyalah komandan kompi dan tidak bisa berbuat apa-apa. Sedih namun darahnya mendidih, sudah 4 tahun berjuang kok dengan mudahnya presiden dan mentri-mentri menyerah kepada Belanda.


Bendera Putih Dikibarkan.
 
Bung Karno kemudian memerintahkan Letnan I Susatio menghentikan perlawanan. Sekitar 80 pucuk senapan Lee Enfield beserta seluruh persenjataan kompi II Polisi Militer, diletakkan di halaman rumput depan istana. Dengan kedua tangan di atas kepala seluruh anggota polisi militer  keluar dari halaman istana, berbelok kekanan berbaris kea rah simpang empat ujung Malioboro. Kemudian sekali lagi belok ke kanan, masuk ke jalan Kauman.

Oleh seorang Sersan mayor KST, Susatio dan Sukoco yang semula berjalan paling belakang, diperintahkan maju mendahului anak buah mereka. Kedua perwira polisi militer tersebut juga dipesan, agar memerintahkan pasukan Republik lainnya untuk menyerahkan diri.
Setelah mulai terpisah terpisah agak jauh dari rombongan, Sukoco segera berbisik, “ Pak …Ayo melayu wae (Ayo kita lari)
Susatio mengangguk. Sekejap kemudian , mereka berdua berlari.

Menurut Sukoco, “ . . . . terdengar teriakan, kemudian bunyi tembakan, semuanya sudah saya hiraukan. Saya segera berlari Sipat kuping (Berlari kencang sekali), menghindar ke kiri masuk ke Kauman, lansung kea rah barat daya. Menyelinap dari kampung ke kampung. Akhirnya sampai ke pojok Beteng Kulon jalan besar menuju Bantul.

Nyaris bersama-sama, Susatio juga menghambur lewat kauman. Tetapi agar sulit dikejar, mereka berdua lantas berpisah. Susatio menuju arah tenggara lewat gading. Tiga hari kemudian, Komandan Polisi Militer Pengawal Istana Presiden tersebut melapor kepada Mayor CPM Sakri Sunarto, Komandan Batalyon Mobil II CPM, di markas darurat mereka, Desa Ngoto, Kabupaten Bantul.

Sukoco baru sampai di kota Bantul pada minggu malam. Selama dalam perjalanan di bertemu Letnan II Ramelan bersama 16 anggota polisi militer yang semula menjaga  kediaman wakil presiden. Mereka ikut kabur sewaktu di istana berlansung proses penyerahan diri rekan-rekannya. Sukoco, Ramelan dan anggota polisi militer itu kemudian bergabung dengan Batalyon Mobil II Corps Polisi Militer di Ngoto. Bahkan sejak akhir bulan Desember 1948 pasukan tersebut sudah mulai mengganggu pertahanan Belanda, dengan menyelinap kedalam kota pada malam hari.

Suasana yang saat itu sedang terjadi dalam istana dilukiskan oleh Bung Karno, “ . . .keadaan waktu itu sangat tegang. Tetapai justru keaadaan ku tenang sekali. Tuhan telah memberikan kepada ku kekebalan perasaan, di dalam detik-detikdi mana aku dikuasai oleh tekanan yang sangat berat. Pukul 01.30 tentara colonial mulai mengambil posisi di depan istana. Kekuatan pengawal istana yang kecil, yang kekuatannya kurang dari 1 pleton mencoba bertahan dengan gagah berani. Namun karena yang mereka hadapai kekuatan yang jauh lebih besar maka aku kemudian memerintahkan mereka untuk meletakkan senjata…”

“Lewat tengah hari aku menyuruh seorang pengawal ke luar dengan membawa bendera putih. Agar lebih meyakini dirinya, tentara belanda kemudian menembaki ruang depan istana dengan senapan mesin. Sedang bagian dalam istana sudah dikeung dengan sangat rapat sehingga aku pun secara leluasa bisa mendengar percakapan radio dari colonel Van Langen yang bertugas menyerbu. Dia melaporkan lewat radio kepada atasannya “ Jenderal kami telah menangkap  Sukarno dan menahannya di sini.

 Menurut Bung Karno “Aku katakana kepada diriku sendiri. Baiklah, kalau jadinya seperti ini. Tuhanlah yang telah menghendakinya begitu. Aku sudah tidak perlu takut …”
Pembawa bendera putih ternyata LetnanI Kemal Toping. Komandan Peleton I batalyon II Polisi Militer yang sedang tugas kawal di istana.

Satuan terdepan pasukan baret hijau KST mendekati istana dari arah Pasar Bringharjo dan kantor Pos. Letnan Kemal Toping mulai kewalahan menghadapi tembakan lawan dari dua jurusan. Dia terpaksa  memerintahkan pasukannya mundur masuk ke halaman istana. Letnan Toping juga masuk dan mengganti pakaiannya dengan pakaian preman. Dia kemudian diperintahkan membawa bendera putih ke depan istana, berjalan sampai  di kantor pos. Kesatuan-kesatuan Belanda mulai memasuki istana.
(Bersambung Part III)

Catatan:
1.    Bahan diambil dari  Julius Pour “Doorstoot Naar Djokja” Pertikaian Pemimpin Sipil Militer, Penerbit Kompas Jakarta 2010
2.    Gambar diambil dari Google

Tidak ada komentar:

Posting Komentar