Minggu, 10 Januari 2016

TAN MALAKA PEJUANG YANG MALANG

Tan Malaka, salah seorang pahlawan kemerdekaan Indonesia, yang jarang di kenal dan disebut-sebut namanya dalam sejarah. Sosok pejuang beraliran sosialis kemudian bergeser ke komunis memperjuangkan nasib rakyat kecil yang tertindas.

Meskipun Indonesia di Jajah oleh Belanda dan rakyat Indonesia merasakan penderitaan yang amat sangat di kuras habis-habisan oleh penjajah, namun sebenarnya Tan Malaka tidak termasuk orang yang tertindas dan menderita. Karena kecerdasannya, ia mendapat keistimewaan. Sekolahnya saja dapat bea siswa dari penjajah, sekolah guru lansung di Belanda. Suatu keistimewahan yang jarang di dapat oleh kelompok pribumi. Setelah tamat sekolah, ia menjadi guru dengan gaji yang cukup besar bagi ukuran rakyat Indonesia dan Belanda sendiri saat itu. Dengan kata lain ia termasuk golongan pribumi yang tidak tertindas oleh penjajah. Namun, hatinya tidak tega melihat penderitaan rakyat di sekitar tempat ia bekerja. Inilah catatannya tentang penderitaan rakyat.

”Inilah kelas yang memeras keringat dari pagi sampai malam; kelas yang diberi gaji cukup hanya untuk mengisi perutnya; kelas yang tinggal di gubuk seperti kambing di kandang; yang setiap saat dapat dipukul atau dimaki-maki dengan godverdome; kelas yang setiap saat harus melepaskan istri atau anak perempuan mereka kalau ada seorang kulit putih(Belanda) yang menyukainya ... Inilah kelas masyarakat yang dikenal dengan kuli kontrak. Kuli-kuli perkebunan biasanya harus bangun pukul 4 pagi, karena tempat pekerjaan mereka yang jauh letaknya. Baru pukul 7 atau 8 malam baru boleh pulang. Bayarannya menurut kontrak hanya berjumlah 40 sen setiap hari. Makanannya biasanya tidak cukup untuk melakukakan pekerjaan yang berat selama 8 sampai 12 jam setiap  hari di bawah terik panas matahari. Pakaian mereka cepat menjadi compang camping karena sering bekerja di hutan.
Karena kekurangan dalam segala-galanya, timbullah di dalam diri mereka suatu nafsu yang tidak terkendali untuk mencari nasib baik dengan bermain judi; suatu nafsu yang sengaja dikobarkan oleh perusahaan setelah dilakukan pembayaran. Mereka yang kalah dalam permainan judi-dan biasanya lebih banyak yang kalah dari pada yang menang- boleh pinjam dari perusahaan.. Karena utang ini, maka 90% dari kuli-kuli itu  setelah habis masa kontraknya terpaksa memperbarui kontraknya kembali. Utang itu menimbulkan nafsu untuk berjudi dan berjudi itu memperbesar utang, dan seterusnya, dan seterusnya, dan seterusnya”
Melihat kondisi para buruh di sekitar tempatnya bekerja ini, akhirnya Datuk  Ibrahim  Tan Malaka melepaskan pekerjaan dan gajinya yang sudah mapan untuk berjuang mencapai cita-cita Indonesia merdeka. Penderitaan demi penderitaan dilaluinya, dan semuanya berakhir dengan tragis, tewas di tangan bangsanya sendiri. (Sumber: Paharizal, S. Sos., M.A, Ismantoro Dwi Yuwono, ”Misteri Kematian Tan Malaka)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar