Kamis, 19 November 2020

Usaha mengusir Penjajah Belanda oleh Kaum Merah di Silingkang Sumatra Barat

 (Bagian 1 dari 4 tulisan)

Setelah perang di Aceh memudar dan perang Imam Bonjol berakhir usaha anak negeri untuk mengusir penjajah Belanda tidak pernah pupus. Berbagai kelompok dan organisasi rakyat masih memendam tekat untuk mengusir Belanda yang menindas. Di Smatra yang cukup terkenal dalah pemberontan Kaum merah di Silungkang. Namanya kaum merah atau komunis namun mereka rata-rata adalah penganut islam. Dan bahkan banyak diantara mereka bergelar haji.

Seperti dilansir oleh Kiblat.Net  Sebelum Silungkang, pemanasan’ menuju pemberontakan bukan terjadi di Sumatera Barat saja. Tetapi sampai ke Aceh. Di Aceh propaganda komunisme, juga menempuh kisah yang sama.

Marxisme tak banyak diminati masyarakat Aceh kecuali bagi sejumlah orang non Aceh atau yang tak sepenuhnya berdarah Aceh di perkotaan. Namun ketika propaganda komunisme mengawinkan antara komunisme dengan Islam, dengan tujuan membebaskan orang-orang dari pajak dan kerja paksa serta menggelorakan penghancuran kompeni di seluruh Aceh dan Sumatera, oleh Partai Komunis, masyarakat segera menoleh.



Tahun 1924 terjadi pemberontakan Bakongan di satu kecamatan kecil di Selatan Aceh dan menewaskan 119 orang aceh dan 21 serdadu Belanda. Dua Pemimpinnya T. Raja Tampo dan Pang Karim diburu oleh Belanda. Di penghujung tahun 1925, sekitar 18 orang Aceh ditangkap setelah mereka berusaha menyerang transportasi Belanda di Blang Kejeren.

Di bulan Juni 1926, tangsi militer di Blang Kejeren menjadi direncanakan diserang, namun berhasil digagalkan. 62 orang ditangkap. Apa yang terjadi di Aceh segera disusul dengan lebih dahsyat di Minangkabau, tepatnya di Silungkang, tempat propaganda komunisme atau Islam revolusioner tumbuh subur.



Silungkang adalah wilayah di Sumatera Barat yang menjadi penghubung antara Padang dengan Sawah Lunto. Jarak dari Silungkang ke Padang 105 km, sedangkan dari Silungkang ke Sawah Lunto hanya 6 km saja. Sawah Lunto adalah sebuah wilayah pertambangan batubara Ombilin. Sawah Lunto menikmati posisi sebagai wilayah yang dilalui oleh jalur kereta api dari tambang Ombilin ke Teluk Bayur. Penduduk Silungkang sebagian berdagang dan menjadi maju. Para pedagang inilah yang kemudian menjadi orang-orang pertama yang menerima Sarekat Islam dan bergerak di dalamnya.


 Catatan:

1.      Sumber tulisan https://www.kiblat.net/2016/10/03/pemberontakan-kaum-merah-di-silungkang

2.      Gambar diambil dari google

Tidak ada komentar:

Posting Komentar