Kamis, 19 November 2020

Usaha mengusir Penjajah Belanda oleh Kaum Merah di Silingkang Sumatra Barat(Part 2)

 (Bagian 2 dari 4 tulisan)

Sarekat Islam memiliki pengaruh yang kuat di Silungkang. Sebuah kebijakan pilih kasih pemerintah kolonial dalam soal pengangkutan beras pernah membuat SI Silungkang bergerak memboikot kereta api demi membantu rakyat yang mengalami krisis pasokan beras. Peristiwa ini begitu melekat di benak rakyat sehingga SI Silungkang mendapat dukungan masyarakat Silungkang.



Pada tahun 1924, SI Silungkang berubah menjadi Sarekat Rakyat. Meski Sarekat Rakyat sebenarnya 

secara struktural adalah organ di bawah PKI, namun rakyat Silungkang tak peduli. Dalam benak mereka, Sarekat Rakyat adalah Sarekat Islam. Bagi mereka yang terpenting adalah menolak pemerintah kolonial yang memberatkan dengan segala pajak dan penindasannya. Di bawah kondisi tertindas inilah, propaganda menuju pemberontakan menemui lahannya yang subur di Silungkang. Dan meletupnya pemberontakan hanya soal waktu saja.

Sabtu, 31 Desember 1926. Pasar Silungkang ramai. Salah satu rumah orangi terkaya di Silungkang, Muhammad Yusuf Gelar Sampono Kayo sedang menggelar hajatan. Tamu-tamu memenuhi sekitar rumah tersebut. Namun ada yang berbeda. Semua tamu adalah laki-laki. Yang memasak pun laki-laki. Dan banyak tamu membawa parang, kelewang, kapak, dan linggis. Hari itu massa sudah berkumpul. Di dalam rumah, pemimpin sedang berembuk. Mereka menunggu kabar dari kerabat mereka, Limin, yang sejak kemarin sore diutus untuk bertemu Arif Fadhilah, tak jelas rimbanya.



Penentuan nasib pemberontakan pun ditetapkan. Sabtu, malam minggu, 31 Desember 1926, pemberontakan diputuskan akan berlangsung malam itu juga. Pukul 00.00, pemberontakan dilakukan. Massa diberikan selendang merah dan senjata tajam. Sebagian memakai ‘pisau ubi’ (pistol). Massa dibagi menjadi barisan inti dan barisan cadangan. Barisan inti sebagian terdiri dari anggota garnisun militer yang membelot, di bawah kendali Mayor Pontoh. Ikut bersama mereka anggota Sarekat Rakyat.

Mereka dipersiapkan untuk menyerang gedung-gedung pemerintahan dan Societeit kota Sawah Lunto. Barisan lain dipersiapkan untuk menyerang Muara Kalaban, sebuah nagari diantara Sawah Lunto dan Silungkang. Sisanya tetap di Silungkang, untuk membunuh pejabat pemerintah, kepala nagari dan orang-orang yang dianggap loyal pada pemerintah.

Catatan:

1.      Sumber tulisan https://www.kiblat.net/2016/10/03/pemberontakan-kaum-merah-di-silungkang

2.      Gambar diambil dari google

Tidak ada komentar:

Posting Komentar