Senin, 02 Agustus 2021

Mengenang Nyimas Gamparan Pejuang Permpuan dari Banten Menentang Tanaman Paksa

Tanaman Paksa merupakan peristiwa menyedihkan yang menimpa rakyat Indonesia selama penjajahan Belanda. Kebijakan Belanda ini yang berlansung hampir 50 tahun menjadi hari-hari kelam  yang merenggut ribuan nyawa rakyat karena kelaparan dan penderitaan. Menurut Pramudya Anantatour dalam salah satu bukunya dalam satu kampung saja dua pertiga penduduknya tewas karena kelaparan dan ini merupakan salahsatu Genocida yang dilakukan Belanda terhadap rakyat Indonesia.

 


Dipihak lain, Belanda mendapat keuntungan yang berlimpah dengan kebijakannya yang membunuh rakyat ini. Belanda penjajah yang tidak berperikemanusiaan menjadi kerajaan yang kaya. Kekejaman Belanda ini bukan tidak ditantang oleh rakyat. Namun mereka selalu kalah. Salah satu yang menantang itu adalah Nyimas Gamparan seorang perempuan pemberani dari Banten. Berikut Muhammad Iqbal menulis tentang pejuang perempuan ini yang diterbitkan di IDNTIMES.com.

1. Memimpin puluhan pendekar wanita untuk menolak Cultuurstelsel atau aturan tanam paksa



Nyimas Gamparan lahir dari keluarga kesultanan Banten. Disarikan dari berbagai sumber, dia mengobarkan perlawanan terhadap kolonial Belanda lantaran bangsa penjajah itu dianggap telah menginjak-injak sejarah leluhur karena menghapus sistem kesultanan Banten sekitar 1813, pada era Sultan Syafiudin.

Heroisme Nyimas Gamparan dikenal dalam perang Cikande. Perang tersebut terjadi pada 1829 hingga 1830. Perang meletus lantaran Nyimas Gamparan yang memimpin puluhan pendekar wanita, menolak Cultuurstelsel atau aturan tanam paksa yang dibuat oleh pemerintahan kolonial Belanda pada 1830, yang diterapkan kepada penduduk pribumi.



Nyimas Gamparan dan puluhan prajuritnya menggunakan taktik perang gerilya untuk menghadapi pasukan Belanda. Pasukan Nyimas Gamparan ini memiliki markas persembunyian di wilayah yang kini disebut Balaraja, Kabupaten Tangerang.

Konon, penamaan Balaraja berasal dari pasukan Nyimas Gamparan. Balaraja merupakan tempat singgah para raja dengan asal kata Balai dan Raja, dan ada juga yang menyebutnya sebagai tempat berkumpulnya bala tentara Raja.

2. Peperangan oleh Nyimas Gamparan lebih dahsyat dari pemberontakan Geger Cilegon



Saat dimulainya peperangan oleh pasukan Nyimas Gamparan, serangan demi serangan yang dilakukan oleh pasukan Nyimas membuat Belanda sangat kerepotan. Berbagai cara pun dilakukan untuk menumpas pasukan wanita pimpinan Nyimas Gamparan.

Dikisahkan, perjuangan Nyimas Gamparan tersebut dikenal dengan Perjuangan Cikande Udik, dengan lokasi Cikande Timur sebagi titik episentrum gerak gerilya pasukannya.


Pasukan itu dikenal sangat merepotkan Belanda. Bahkan, seorang tuan tanah Belanda yang menguasai lahan yang terbentang dari Cikande (kini Kecamatan Cikande, Kaupaten Serang) sampai Maja (kini Kecamatan Maja, Kabupaten Lebak) tewas terbunuh beserta keluarganya. Mereka juga menyerang objek-objek milik pemerintah kolonial.


Pemberontakan yang dipimpin oleh Nyimas Gamparan ini dikenal jauh lebih dahsyat dan masif dari pemberontakan Geger Cilegon pada 1888, yang justru kini lebih dikenal masyarakat. Kisah pemberontakan Nyimas Gamparan kurang dikenal masyarakat karena sampai kini belum ada orang yang menyusun disertasi ataupun menuliskannya dalam bentuk buku.

3. Dikalahkan karena politik devide et impera atau politik adu domba kolonial



Ada beragam versi terkait akhir hidup perempuan gagah berani ini. Ada yang menyebut, Nyimas Gamparan gugur di medan tempur, ada juga yang menyebut dibunuh di bawah hukuman kolonial, dan sebagian lagi menduga Nyimas Gamparan tutup umur secara alamiah.

Dari sekian asumsi itu, cerita yang paling terkenal adalah Belanda menggunakan politik devide et impera atau politik adu domba untuk menaklukan Nyimas Gamparan. Dikisahkan, Raden Tumenggung Kartanata Nagara yang menjadi Demang di wilayah Jasinga, Bogor, diminta bantuan untuk menumpas milisi perempuan ini. Tumenggung Kartanata diiming-imingi bakal dijadikan penguasa di daerah Rangkasbitung oleh Belanda.



Pasukan Ki Demang inilah yang kemudian diadu dengan Pasukan Nyimas Gamparan. Taktik Belanda ini rupanya cukup ampuh. Nyimas Gamparan akhirnya berhasil dikalahkan oleh pasukan Kartanata Nagara. Nyimas Gamparan pun disemayamkan di daerah Pamarayan, Serang-Banten.

Catatan :

1. Naskah bersumber dari https://www.idntimes.com/news/indonesia/muhammad-iqbal-15/nyimas-gamparan-kisah-pendekar-perempuan-di-tanah-jawara-nasional/3

2. Gambar diambil dari google.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar